Télécharger l’application
0.74% Keperawanan Sari Terenggut / Chapter 2: Dia Sari

Chapitre 2: Dia Sari

Tak berhenti ia menatap wajahnya sendiri,  memperhatikan bentuk pipinya,  alisnya,  hidungnya,  bibirnya,  tak lupa tangannya pun ikut serta memainkan rambutnya ke samping, juga  kedepan,  jarinya terus membelai rambutnya yang ikal mengembang.

Tak lupa ia tersenyum bahkan ia berikan senyuman termanis,  ia begitu nampak percaya diri dan bangga akan dirinya,  ia bernyanyi dengan begitu meresapi seolah menggambarkan perasaannya,  ia terhanyut dalam alunan suaranya,  dan begitu menikmati seolah ia sedang konser di panggung yg megah.

"Ohh..." teriaknya melantunkan nada tinggi. 

tiba-tiba…  

"Sari!!"

sebuah teriakan mengacaukan nada nyanyian Sari, dan spontan ia menjawab, "ya mak!" 

bergegas ia merapikan rambutnya dan menggulungnya seperti biasa, tak lupa jepitan bebek besar andalannya yg dapat menahan rambut mengembangnya,  bergegas ia meninggalkan cermin yang setia menjadi saksi dikala ia bahagia dan dikala ia sedih. 

Iya dia Sari, gadis kelas 3 SMA yg biasa saja,  wajahnya tak begitu cantik namun tak begitu terlihat jelek, hanya saja dia belum pandai bergaya juga belum lihai membuat dirinya terlihat menarik, Sari aslinya memiliki warna kulit kuning langsat, itu semua karena ia selalu berjalan kaki, jika hendak pergi dan pulang sekolah,  sehingga kulit gadis itu menjadi berwarna kecoklatan.

Ia merupakan anak yang agak pendiam, sedikit pemalu,  kalo kata anak jaman sekarang disebut minderan.

"Pergi ke warung beli beras sekilo dulu sari!" ibunya menyodorkan uang dengan nada memerintah.

 "iya mak," jawab Sari, dengan segera meraih uang dari ibunya.

"Sari kalau nanti ada pak Wawan di warung bilang mak ya!" ibunya sedikit berteriak dari dalam rumah

"Iya mak," teriak sari menyahuti ibunya dan berlari ke arah warung pak Wawan

Biasanya kalau ada pak Wawan, ibu Sari ingin mengutang beras sekarung dan diberi tempo sebulan untuk membayar, begitulah kehidupan orang di kampung yang tak punya kerjaan tetap, jadinya gali lobang tutup lobang kata pepatah.

Sari memang selalu bersedia jika disuruh ibunya, karena sebenarnya ia adalah anak yang penurut, dan gampang iba kepada orang lain, jadi sangat mudah jika meminta pertolongan tenaga darinya.

Dug..dug..

Jantung sari berdebar kencang, sesampainya depan warung, 'huh.. untung dia lagi ga di warung,' gumam Sari dalam hati, kalau saja depan warung pak Wawan ini sedang ramai teman-teman dan anaknya yang sedang berkumpul sambil main gitar, bisa-bisa Sari putar balik ga jadi kesana apalagi dia hanya membeli beras sekilo yang dibungkus dengan kantong plastik bening, mau taruh dimana ini muka Sari, udah penampilan Sari pas-pasan eh cuma beli beras sekilo, waduh langsung minder Sari diliatin cowok-cowok yang lagi pada ngumpul.

Tapi terkadang Sari bisa senyum-senyum sendiri kalau sepulang dari warung, wajahnya cerah kaya habis menang lotre hanya karena di sapa sama anaknya pak Wawan, iya anak bungsunya yang berumur dua tahun di atas Sari, orangnya ramah dan murah senyum selalu sopan sama siapa aja yang belanja ke warungnya, namanya pedagang ya harus ramah ke pembeli hehe.. tapi ternyata itu yang bikin Sari makin ke sem-sem sama si dia, eh tapi...ini Sari aja yang salah perasaan atau Sari kegeeran entahlah.

'hmm… iya dia lelaki itu,' desis Sari.

Ternyata dia itu Sandi anak si tukang warung yang memiliki wajah cukup manis dipandang, yang selalu membuat hati Sari berdebar kalau ke warung  selama ini, diam-diam Sari sering memperhatikannya, dan menaruh perasaan suka pada si pria itu, 'kira-kira Sandi suka juga nggak ya sama Aku,' batin Sari bertanya.

Seandainya, Sari jadi anaknya pak Raden pastilah Sari dengan mudah membuat Sandi untuk menyukainya, ya secara satu kampung pun tahu kalo pak Raden orang terkaya di sini, jadi mudah saja untuk mereka membelikan kebutuhan anaknya dengan baju-baju yang cantik dan mahal-mahal, bisa perawatan kecantikan di salon mahal, otomatis kalau berparas cantik dan menawan kan semua laki-laki pasti akan berebut ngantri mau jadi pacarnya.

"Sari kok lama sekali sih beli itu aja,"  ibu Sari sedikit berteriak di depan pintu yang sudah mengintai Sari sejak tadi.

"Iya mak, maaf Sari agak lama," Sari membawa masuk beras yang dibelinya untuk segera dimasak

"Sari nanti kamu kalau sudah lulus ikut saja sama mba Leni ke kota ya!" Pinta ibu Sari

"Iya mak, Sari uda ga sabar mau kerja di kota biar bisa kirim mak uang belanja," Sari menyahuti

"Iya mak, doakan semoga kamu selalu murah rezekinya,"  ucap ibu

"Iya mak aamiin." Jawab Sari terharu

"Ingat ya Sari kamu baru boleh menikah kalau sudah umur 24 atau 25 ya," ibu menyambung nasihatnya

"Sari ingat mak," jawabnya pelan, untuk saat ini memang tak terlintas sedikitpun di benak Sari untuk menikah muda, pacaran saja dia belum pernah apalagi berniat untuk menikah mudah fikir Sari.

 *Keesokan harinya

pukul lima pagi, Sari terjaga dari tidurnya,  ia tidak selalu bangun pagi,  tapi dia berusaha untuk bisa bangun cukup pagi, terlebih hari senin dimana aktivitas sekolah baru dimulai. 

Sari sudah terbiasa membersihkan rumah terlebih dahulu, sebelum ia mandi,  gadis itu juga menyapu ruang tengah rumah, sebuah kontrakan yang tak terlalu besar, entah mengapa Sari selalu merasa risih dengan meja plastik berwarna hijau di ruangan itu,  setiap pagi pasti ada gelas ampas kopi dan asbak rokok yg kotor.

'Uhh kotor bgt si,' gumamnya dengan kesal sendiri. 

Tak ada pilihan lain, selain membersihkannya dan dengan sigap Sari membersihkan meja yang sejak tadi mengganggu pandangannya, apapun yang ada diatas meja sudah di babas bersih oleh Sari tak terkecuali kotak rokok yang mungkin di dalam masih ada isinya, sari tak peduli akan hal itu yang terpenting baginya pekerjaan segera selesai.

Saking asiknya dengan kesibukannya pagi ini, tak terasa jarum jam menunjukkan pukul setengah tujuh, peluh sudah membelai tubuh  Sari,sebenarnya beres-beres rumah di pagi hari hitung-hitung sama dengan pemanasan olah raga biar badan ga kaku-kaku amat.

Sari bergegas mandi dan bersiap-siap untuk pergi ke sekolah, ia merapikan rambut mengembangnya yang selalu menjadi rutinitas terlamanya saat bersiap-siap, bagaimana caranya Sari harus bisa menjinakkan rambutnya agar bersahabat dan tidak terlalu mekar, 'duh... kenapa sih ini rambut nggak mau nurut?' batin sari menggerutu sambil menyisir rambut yg sudah diikatnya ke arah dalam. 

Sari selalu kesal dengan rambutnya yang susah diatur, ditambah teman sekelas yang jahil sering mengejeknya, itulah yang semakin membuat tekad Sari ingin segera lulus dan bekerja di kota, agar ia bisa memperbaiki penampilannya sehingga tak lagi didengarnya ejekan dari mulut-mulut cabe itu.

'lihat saja nanti akan ku buktikan kalau aku bisa berubah, dan akan kubuat mulut-mulut cabe itu menganga melihat penampilan dan kesuksesanku kelak,' desis Sari dengan amarah sedikit mengejek ke arah cermin kesayangannya.

"Mak,  Sari pergi sekolah ya,"  Sari pamit sambil mencium tangan ibunya dengan sopan.

 "ini jajan Sari," ibu sari memberikan selembar uang kertas yang tampak sedikit lusuh.

 "iya mak," Sari memasukkan uangnya ke saku baju sekolahnya, yang baru dijahit hari minggu kemarin. 

Sari selalu bersyukur atas apa yang bisa orangtuanya berikan saat ini, ia bisa sekolah hingga SMA saja bagi Sari sudah Anugrah, kalau bukan perjuangan orangtuanya tak mungkin ia bisa seperti ini, justru keadaan mereka yang hidup pas-pasan semakin memacu semangat Sari untuk giat kelak dalam bekerja.

Seperti biasa perjalanan pergi dan pulang sekolah Sari tempuh dengan berjalan kaki, sudah rutinitas setiap hari jadi tak memakan waktu lama cukup lima belas menit baginya untuk tiba di sekolah.

"Pagi Sari, mau berangkat ya?" Sapa seorang lelaki tersenyum ke arah Sari.

Sari menoleh ke arah lelaki itu, dan Deg.."Eh iya," Sari menjawab dengan gugup pertanyaan lelaki itu sambil mempercepat langkah kakinya.

"Hati-hati ya Sari, kalau jatuh bangun sendiri ya hehe," Sandi menggoda Sari dengan nada bergurau.

Kali ini jangankan untuk membalas ucapan Sandi, menoleh ke arah Sandi pun Sari tak sanggup, udara pagi ini bahkan seolah sedang menertawakan Sari yang sedang salah tingkah akan gurauan Sandi.

Alamak.. apa gara-gara habis mimpiin dia, pagi-pagi sudah di sapa sama pujaan hatinya, iya siapa lagi kalau bukan Sandi anak tukang warung langganan ibunya itu.

Sari benar-benar gadis polos, baru disapa sedikit saja sudah grogi nggak ketulungan, gimana nanti kalau tiba-tiba beneran ditembak sama si Sandi bisa-bisa langsung pingsan deh.


Chapitre 3: Sesuatu Yang Baru

"Mak alisnya jangan terlalu hitam ya," pinta sari ke ibunya.

 "iya mak tau, kan mak yang melihat bagus atau nggak diwajah kamu," sahut ibunya.

"Habis Sari lihat alis mak sehari-hari tebal dan hitam banget," ucap Sari khawatir.

"Mak kan sudah mak-mak jadi harus agak tebal kalau dandan," sahut ibu Sari yang nampak mahir memoles wajah anak gadisnya.

"Sari ga mau tebal-tebal mak, malu sama teman-teman," Sari makin ragu akan hasil riasan ibunya.

"Tenang aja, gini-gini mak juga tahu riasan anak jaman sekarang," jawab ibu Sari meyakinkan.

Akhirnya kurang lebih seperempat jam ibu memoles wajah sari dengan alat make up andalan yang seadanya, tak disangka hasil riasan ibu cukup indah dipandang mata, Sari nampak berubah walau hanya dengan polesan tipis-tipis di wajahnya, bibirnya yang berwarna pink redup membuat senyumnya terlihat manis, dan rambutnya yang di sanggul ala pramugari memberikan kesan elegan pada penampilannya hari ini.

Hari ini hari perpisahan disekolah sari, kelulusan yang ditunggu-tunggunya tiba, dan yang sari tunggu sebenarnya bukan hanya kelulusannya saja,tapi dia sangat menunggu momen dimana dia akan merantau ke kota untuk memulai kehidupan barunya, iya sari sudah tidak sabar bisa bekerja di kota dan bisa punya uang sendiri sehingga dia bisa membeli apapun keinginannya tanpa harus menyusahkan orang tuanya.

"Hai sari," sapa Fani

Sari terpesona melihat sahabatnya hari ini, ia tampak begitu cantik.

"Wah kamu cantik banget Fani, aku jadi pangling lho lihatnya," puji sari ke sahabatnya.

"Ah masa sih, makasih Sari, ini tadi aku dandan di salon langganan mamah aku, btw kamu juga cantik banget, beda banget,"  fani balik memuji sahabatnya.

Sari hanya tersenyum menanggapi pujian dari fani, karena dalam hati kecil Sari merasa kalau riasannya hari ini sangat sederhana dibanding semua teman-temanya yang ada di sini, tapi Sari tetap bahagia dan bersyukur walaupun dia tidak mampu pergi ke salon setidaknya ibunya sudah mau membantunya tampil lebih baik di hari terakhir bersama teman-teman SMA nya.

Acara demi acara berlangsung, dari acara hiburan hingga acara perpisahan yang diiringi salam-salaman bersama guru-guru yang diwarnai haru para murid dan tak sebagian dari mereka meneteskan air mata.

Begitu pun tampak Sari dan Fani berpelukan, mereka saling menguatkan satu sama lain, tak disangka yang setiap harinya mereka selalu bersenda gurau, sebentar lagi akan berpisah, dan berjauhan untuk mengejar impian mereka masing-masing.

"Sari kamu jangan lupain aku ya," rengek Fani memeluk Sari.

"Kamu juga ya Fan, meskipun kita ga ketemu tiap hari lagi, tapi Aku mau kita tetap bersahabat," Sari ikut merengek dan memeluk Fani 

"Ingat ya kalo kamu udah sukses kamu jangan lupain aku," tak terasa air mata Fani mengalir di pipinya.

"Aku ga mungkin lupa, kamu sahabat terbaikku Fani," Sari ikut terharu dan juga meneteskan air mata.

Rasanya baru kemarin Sari mendaftarkan diri di SMA ini, tapi sekarang Sari akan segera meninggalkan bangunan yang menyimpan banyak kenangan ia bersama sahabatnya Fani, tapi disatu sisi ada perasaan lega dan dahaga di hati Sari karena telah bebas dari tugas yang wajib baginya di setiap hari ini.

'Akhirnya selesai juga perpisahan hari ini,' gumam sari menatap dirinya di depan cermin kesayangannya.

Ya cermin yang sudah tidak mulus lagi tapi cukup bisa menjadi teman bagi dirinya bercerita, " kalau bisa besok aku ikut mba Leni ke kota, aku pasti mau banget, secara apalagi yang ku cari disini, sekolahku sudah tamat, dan laki-laki yang kusukai pun sudah bikin aku patah hati," Sari mengadu pada cermin bisunya.

Sari teringat akan kejadian tadi pagi ketika ia ke warung hendak membeli peniti untuk kain kebayanya, kejadian yang membuat moodnya berantakan, laki-laki yang di kaguminya selama ini ternyata sudah punya kekasih, hmm siapa lagi kalau bukan Sandi anak pak Wawan.

Tak sengaja Sari mendengar percakapan Sandi di telepon selulernya pagi tadi, ia terdengar berbicara dengan seorang wanita di seberang sana, dan suaranya terdengar lembut dan manja tak lupa kata sayang yang diucapkan berulang di percakapan mereka, meskipun polos tapi cukup paham bagi Sari kalau wanita di telepon itu kekasihnya Sandi, Sari harus menerima kenyataan kalaunya cintanya bertepuk sebelah tangan.

"Sarii...," Suara ibu menyadarkan lamunan Sari, ia pun segera memperbaiki mimik wajahnya yang sedikit sedih.

"iya mak," Sari bergegas keluar kamar mendekati ibunya.

"kamu benahi barang-barangmu, siapkan mana yang penting bagimu, masukkan dalam tas ini!" ibu sari memberikan tas berukuran sedang, yang pas untuk orang yang akan bepergian beberapa hari.

"Lho memangnya mba Leni uda datang ya mak?" Sari tak hanya bertanya tapi juga berharap.

"iya, besok kamu berangkat ikut dia, di tempat kerjanya sedang butuh karyawan menggantikan temannya yang pulang kampung karena mau nikah, jadi butuh cepat, kesempatan buat kamu ni," jawab ibu menyemangati.

"Iya mak, tapi kan sari belum terima ijazah mak?"

"Kalau ada yang bawa nggak perlu pakai persyaratan lengkap sudah langsung bisa kerja, itulah namanya dunia kerja, istilahnya ada ORANG DALAM," sahut ibunya sari.

Sepertinya Dewi Fortuna sedang berpihak pada Sari, yang diharapkannya sekarang benar-benar terjadi akhirnya besok dia akan pergi ke kota.

"yeay.. good bye kampung halaman," sorak Sari kegirangan dalam hati.

'Hmm.. kira-kira nanti di kota aku bakal ketemu cowok idaman ku nggak ya, semoga aja aku bisa ketemu sama cinta sejatiku yang bisa mengobati patah hati ku gara-gara si Sandi yg sudah membuat hatiku hancur,' Sari mencurahkan kesedihannya sambil meremas bantal gulingnya. "oke malam ini aku harus tidur cepat supaya besok pagi aku bisa bangun lebih awal karena besok aku akan memulai perjalanan yang panjang, ya perjalanan di Bis menuju Kota dan perjalanan hidupku mencari cinta sejatiku, good night.' gumam sari mematikan lampu dan memejamkan matanya yang sudah tidak sabar menunggu esok.

*Perjalanan di Bis*

"Sari bangun, kita sudah sampai!", Mba Leni menggoyang-goyangkan badan sari yang hampir selama perjalanan selalu tertidur

Ya begitulah Sari jangankan perjalanan jauh, dari pasar ke rumah saja diangkot dia bisa ketiduran ckckck

"eh iya mba, maaf sudah sampai ya?" Sari menyadarkan dirinya dan segera bangkit dari kursi bisnya yang joknya sudah melengkung karena kelamaan diduduki

"Iya ayo turun bawa tas mu, kita mau sambung naik kendaraan ke rumah kontrakan mba ya," suruh mbak Leni dengan lembut

 "oh iya mbak." sari bergegas

Belum lama turun dari bus mereka sudah masuk lagi kedalam mobil pribadi yang akan membawa mereka ke kontrakan mbak Leni, dibelakang mobilnya ada tulisan angkutan online, "ooh ini ya yang katanya angkutan online yang sudah menyebar di kota-dikota itu," Sari menebak sendiri dalam hatinya.

"Makasih ya pak." teriak mba Leni ke supir mobil itu

"ayo Sari, ini rumah mbak, kamu istirahat dulu ya semalam disini, besok baru mbak antar ke asrama tempat kamu kerja," ajak mba Leni 

" oh iya mbak, makasih mbak," sari segera membawa tas ke dalam rumah mba Leni

rumahnya sederhana kamarnya ada dua, bisa ditumpangi Sari satu, karena mbak Leni dan suami belum punya anak, jadi kamar satu hanya jadi tempat barang-barang saja.

"Istirahat dulu sari, kalo sudah tidak terlalu capek kamu mandi, habis itu istirahat nanti mbak belikan makan, ini mbak mau keluar dulu sama suami ya."

"ok mbak, maaf merepotkan ya mbak," ucap sari segan.

Tiba tiba..Bukk….

"Aww,"  rintih sari kesakitan dan kaget karena seperti ada sesuatu yang jatuh menimpa kepalanya

"eh maaf ada orang ya di bawah, aduh maaf nggak sengaja aku pikir nggak ada orang tadi," sahutan suara dari atas pohon mengagetkan sari

Sari terdiam menunggu lelaki itu turun dari pohon dan meminta maaf secara langsung kepada dirinya

"maaf mbak saya nggak sengaja, tadi mau masukin dalam kantong eh malah jatuh kena mbak nya," lelaki itu menyodorkan tangan kanannya ke arah sari

dan betapa terkejutnya sari melihat wajah lelaki yang ada di depannya ternyata tampan sekali, wajah sari langsung pucat karena grogi 

"eh, iya nggak apa-apa saya maafin kok kan nggak sengaja," jawab sari yang juga menyodorkan tangan kanannya ke depan menerima ajakan salam dari lelaki itu

'Wah kok ada ya makhluk setampan ini di bumi, kalau gini Sandi enggak ada apa-apanya, aku ralat deh nggak jadi ahh patah hati karena dia,' Sari berbicara dalam hatinya sendiri.

"Ini buah buat kamu sebagai permintaan maaf aku," lelaki itu memberikan satu plastik kecil ke sari

 "Oh makasih banyak ya, wah.. mangganya cantik sekali ya," sari kegirangan

 "iya sama cantik kaya orang yang menerimanya," gombal lelaki itu

Deg… muka Sari memerah, ia belum pernah dipuji lelaki sebelumnya, bahkan ia pun jarang ngobrol dengan lelaki, selama ini ia hanya berani mengagumi dan melihat dari kejauhan saja lelaki yang ia sukai.

Tring...tring..tring..

Alarm sari berbunyi nyaring, sehingga mengagetkannya dan membuat tidur indahnya terbangun, hmm hanya mimpi rupanya, keluh sari di dalam hati..'tapi katanya kalau mimpi dikasih buah atau bahkan dapat buah atau makan buah itu tandanya bakal dapat keberuntungan wahhh semoga ini pertanda keberuntunganku,' harap Sari dalam hati optimis.

*Salon permata beauty*

"Kenalkan ini Sari, dia bawaannya mbak Leni dia akan training disini, dan kalau sudah pandai akan saya pindahkan ke cabang yang baru," Bos memperkenalkan Sari kepada karyawan salonnya yang sudah senior

"Dan ini ada Dita, Ica, dan Wati juga, mereka dari jawa bawaan tetangga saya yang akan di training berbarengan sama Sari ya, semoga kalian berempat cepat pandai dan kompak ya biar segera ditempatkan dicabang yang baru", ujar sang Bos memberi arahan kepada empat karyawan mudanya yang akan ditempatkan di bisnis salonnya yang baru kebetulan di Mall mewah yang sedang Hits, makanya butuh karyawan  yang masih muda-muda dan masih segar.

Hari ini Sari memulai aktivitas barunya, ya belajar tentang dunia perawatan kecantikan di Salon tempatnya bekerja, Sari tak menyangka kalau ia akan bekerja di Salon, dia sangat antusias karena pada dasarnya sari memang senang melihat diri didepan cermin, membelai-belai rambutnya, dan sekarang dia berada diruangan dimana kanan dan kiri sisi ruangannya dilengkapi cermin-cermin besar nan cantik, dan yang pasti mulus tidak seperti cermin kesayangan Sari yang ada di kamar rumah kampungnya, eits biarpun begitu cermin itu tetap kesayangan sari hihi.

Sari menikmati aktivitas barunya, ia pun cepat membaur bersama teman-teman barunya, padahal dulu sehari-hari kalau di kampung dia gadis yang minderan dan kurang pede, tapi sedikit demi sedikit dia belajar untuk percaya diri, Sari bersama keempat temannya giat belajar jika sedang di training centre, mereka bersaing ingin cepat pandai, karena kalau cepat pandai, cepat juga mereka akan mendapatkan customer, dan yang pasti cepat juga dalam peningkatan gaji mereka.

Tak terasa tiga bulan berlalu, itu pertanda masa training mereka berakhir dan mereka berempat akan segera pindah ke Mall hits dimana tempat mereka bekerja sebenarnya.

"wah, akhirnya kita selesai juga ya trainingnya," ucap Dita lega

"iya gak terasa sudah tiga bulan kita di tempat ini ya," sahut wati

"semoga kita betah ya di tempat baru kita nanti, dan kita selalu kompak,"Sari menyemangati

"hmmm, tapi kalian bosan nggak sih, tiga bulan ini kita tu taunya cuma salon tempat kita training, trus asrama kita, bolak-balik itu-itu aja bosen nggak sih??" Ketus Ica mengompori teman-temannya

"Iya, lumayan bosan sih tapi mau gimana lagi kita kan masih baru jadi ya belum tau kemana-mana," sahut Dita

"Iya bener, bentar lagi kan kita bakal pindah ke Mall, apalagi Mall nya hits banget lho, wah pasti banyak cowok-cowok ganteng tu disana," Wati mulai memperlihatkan sisi kecentilannya

"Sabar aja, kalo kita sudah dapat gaji lebih baru kita jalan-jalan biar nggak bosan, kan tiga bulan ini kita dapat uang sakunya masih pas-pas banget," Sari menenangkan kawan-kawannya

"Bener tu wati, dah lama ni enggak nampak cowok-cowok ganteng biar agak segeran ni mata," sahut Ica semangat.

Mereka berempat sejauh ini terlihat kompak dan saling mensupport satu sama lain, kalau dilihat-lihat mereka bukan gadis yang jelek, hanya saja mereka berempat masih sangat polos, ups ralat sepertinya bukan berempat tapi bertiga, berbeda dengan Ica sepertinya Ica agak terbiasa dengan alat make up dan dia pun cukup mahir dalam memoles wajahnya agar terlihat menarik, sehingga membuat Ica lebih terlihat menonjol ketimbang teman-temannya yang lain.


Load failed, please RETRY

Cadeaux

Cadeau -- Cadeau reçu

    État de l’alimentation hebdomadaire

    Chapitres de déverrouillage par lots

    Table des matières

    Options d'affichage

    Arrière-plan

    Police

    Taille

    Commentaires sur les chapitres

    Écrire un avis État de lecture: C2
    Échec de la publication. Veuillez réessayer
    • Qualité de l’écriture
    • Stabilité des mises à jour
    • Développement de l’histoire
    • Conception des personnages
    • Contexte du monde

    Le score total 0.0

    Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
    Votez avec Power Stone
    Rank 200+ Classement de puissance
    Stone 6 Pierre de Pouvoir
    signaler du contenu inapproprié
    Astuce d’erreur

    Signaler un abus

    Commentaires de paragraphe

    Connectez-vous

    tip Commentaire de paragraphe

    La fonction de commentaire de paragraphe est maintenant disponible sur le Web ! Déplacez la souris sur n’importe quel paragraphe et cliquez sur l’icône pour ajouter votre commentaire.

    De plus, vous pouvez toujours l’activer/désactiver dans les paramètres.

    OK