"Sha, lo sama Aldi udah siapin makalahnya?" tanya Dinda kepada Salsha.
Deadline tugas dari Bu Mira tinggal tiga hari lagi tetapi belum ada kejelasan tentang tugas mereka itu. Semuanya sibuk dengan kegiatan masing-masing dan melupakan tugasnya.
Salsha melirik Aldi yang tengah duduk di kursinya. Salsha menggeleng singkat. "Belum."
"Kok belum?" tanya Dinda lagi. "Deadlinenya tinggal tiga hari lagi. Belum juga kita hapal gerakan nari sama lagunya. Kalo nggak siap gimana?"
"Tanyain sama Aldi, jangan sama gue, mulu," kesal Salsha. Seolah-olah makalah itu hanya menjadi tugasnya saja, padahal Aldi juga ikut andil.
Dinda tersenyum sumbringah. Dengan senang hati Dinda akan bertanya kenapa Aldi. Dinda bergerak dari kursinya dan duduk di hadapan Aldi.
"Aldi, makalah lo sama Salsha gimana?" tanya Dinda dengan senyum lebarnya.
"Belum siap," jawab Aldi cuek.
"Trus gimana? Tugasnya tinggal tiga hari lagi, loh." Dinda memijat pelipisnya yang terasa nyeri. Dinda beralih menatap Bella. "Bel, tugas kelompok Bu Mira gimana?"
Bella menatap Dinda dan Aldi bergantian. "Makalahnya belum siap?"
Aldi menggeleng pelan. Benar-benar malas membahas soal tugas itu. Hubungan Aldi dan Salsha juga belum membaik setelah perdebatan tadi malam. Keduanya masih perang dingin.
"Belum. Tapi tenang aja. Tugasnya biar jadi urusan gue sama Salsha." Aldi melirik Salsha sebentar. Sedangkan yang dilirik malah membuang wajahnya. "Masalah gerakan tarinya gimana kalo lo bertiga latihan. Kalo lagunya biar gue sendiri. Kita bagi tugas biar gampang."
"Jadi lo yang nyanyi, kita yang nari?" tanya Bella memastikan.
Aldi mengangguk. "Iya."
Bella memikirkan ide Aldi sejenak. Sepertinya ide Aldi bagus juga. Jadi mereka tidak perlu menghapal gerakan tari dan lagu berbarengan. "Gue setuju. Yang lain gimana?"
"Gue juga setuju!" seru Dinda menyetujui.
"Tinggal Salsha doang berarti," kata Bella sembari menanyakan pendapat Salsha tetapi Aldi buru-buru berbicara.
"Kayaknya nggak perlu pendapat dia. Kita tiga orang sementara dia cuma sendiri. Dia harus setuju sama keputusan kita. Lagian biar simpel juga kan." Wajah dan nada bicara Aldi datar. Menandakan Aldi sedang tidak mood.
Bella manggut-manggut. "Yaudah kalo gitu."
Merasa perbincangan mereka telah selesai. Aldi berdiri dari duduknya dan berjalan keluar. Aldi perlu menyegarkan pikirannya.
Aldi berjalan di koridor sekolah dan melihat Farel tengah berbincang dengan kedua sahabatnya, Dimas dan Bisma. Aldi merasa sepertinya mereka sedang membicarakan hal yang serius. Aldi melangkahkan kakinya mendekat ke arah Farel untuk mendengar pembicaraan mereka. Tetapi tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya.
"Lo mau ngapain?"
Aldi berbalik dan menemukan Dhika lah orang yang menepuk pundaknya. "Nggak ngapa-ngapain"
"Lo mau nguping pembicaraan Farel sama teman-temannya, 'kan?" tebak Dhika. "Dari gelagatnya sih, iya."
"Sok tau, lo!" Aldi menoyor kepala Dhika. "Tapi gue pengen tanyak sesuatu sama lo."
"Apa?" tanya Dhika.
Aldi menatap Dhika serius. "Nggak disini. Ke lapangan basket aja."
Dhika mengangguk. Keduanya pun melangkahkan kakinya menuju lapangan basket. Setelah sampai, Aldi dan Dhika duduk di pinggiran lapangan.
"Lo mau tanyain apa sama gue?" tanya Dhika.
Aldi menatap Dhika serius dan menimang-nimang tentang apa yang ia tanyakan. Tapi sepertinya Aldi perlu menanyakan hal ini kepada Dhika.
"Lo teman Farel di basket, 'kan?" tanya Aldi.
Dhika mengernyitkan keningnya. "Iya. Tapi nggak dekat, sih. Kenapa?"
"Farel brengsek?" tanya Aldi tanpa basa-basi.
Dhika terdiam sejenak. Yang Dhika tahu Farel memang sering bergonta-ganti pacar. Tetapi untuk yang lainnya Dhika tak tahu. "Nggak tahu."
"Nggak mungkin lo nggak tahu," desak Aldi. "Kasih tahu gue apa yang lo tau tentang Farel."
"Kenapa lo kepo banget?" tanya Dhika penasaran.
"Farel pacaran sama Bella." Aldi menatap lurus ke depan. "Dan gue rasa Farel bukan cowok yang baik."
Dhika menatap Aldi dengan tampang polosnya. "Lo suka sama Bella?"
Aldi mengernyitkan keningnya mendengar ucapan Dhika. Aldi tidak menyukai Bella, ia hanya peduli kepada gadis itu. "Nggak."
Dhika memicingkan matanya. "Yakin?"
"Lo cuma cukup bilang Farel brengsek atau nggak. Nggak usah tanyak balik gue." Aldi menatap tajam Dhika.
Dhika menelan ludahnya melihat tatapan tajam Aldi. "Brengsek atau nggaknya, gue nggak tau. Tapi yang gue tahu Farel suka gonta-ganti pacar."
Aldi menaikkan keningngnya ke atas. "Gonta-ganti pacar?"
Dhika mengangguk. "Farel bisa bawa dua cewek dalam seminggu saat latihan basket. Itu sih yang gue perhatiin."
Dan sepertinya dugaan Aldi benar, Farel bukan lelaki baik-baik. Asumsi-asumsi Aldi selama ini tidak pernah meleset. Dan secepatnya Aldi harus menjauhkan Bella dan Farel.
*****
Salsha, Bella dan Dinda tengah berada di ruang musik. Ruang musik ini akan mereka jadikan tempat latihan menari daerah untuk tugas mereka.
Bella menyambungkan loud speaker dengan ponselnya. Sementara Salsha memasang wajah malasnya.
"Cepat dong, gerah, nih!" Salsha mengipas-ngipaskan tangannya ke wajahnya.
"Sabar, Sha," kata Bella.
"Yang hapal gerakannya siapa?" tanya Salsha lagi.
Dinda menghendikkan bahunya asal. Ia belum melihat bagaimana gerakannya. Hanya Bella yang mencari tarian daerah Sumatera Utara itu.
"Bukan gue," kata Dinda.
"Kita belajarnya dari sini aja." Bella memajang ponselnya di atas meja yang menampilkan sebuah video tarian daerah itu. "Kita nari tortor aja biar mudah."
Salsha memutar bola matanya malas. "Terserah lo aja."
Musik pun di mulai. Bella berada di paling depan sedangkan Salsha dan Dinda berada di belakang. Alunan-alunan musik mulai terdengar merdu dan mereka bertiga pun melakukan contoh tarian seperti yang ada di ponsel milik Bella itu.
"Duhh ribet, tangannya di gimanain, sih," keluh Salsha. Sedari tadi ia tidak bisa meniru seperti tarian di layar itu. Salsha kesusahan.
"Gini, Sha." Bella memperagakan gerakan jemari lentiknya kepada Salsha.
"Nggak ada yang lebih gampang?" keluh Salsha lagi.
"Ngampang, kok. Tangan lo aja yang kaku," komentar Dinda. Bahkan Dinda pun bisa menirukan gerakannya dengan mudah.
Salsha berhenti dan duduk di kursi. "Kalian latihan aja dulu. Ntar gue ikutan. Capek."
Bella ingin mengatakan sesuatu tetapi keburu ada yang membuka pintu ruangan. Semua mata tertuju ke pintu. Disana ada Farel yang datang dengan membawa air mineral di tangannya.
Farel mendekat dan berdiri di depan Bella. "Aku bawain buat kamu."
Bella dengan senang hati menerima air mineral tersebut. "Makasih, sayang."
Salsha yang mendengar ucapan Bella mendadak mual. Bagaimana bisa Bella bersikap sok manis seperti itu di depannya. Rasanya Salsha ingin mengeluarkan isi perutnya.
Salsha mendengus kesal dan berdiri duduknya. Tak ingin berlama-lama berada di ruangannya yang sama dengan Bella dan Farel. "Gue cabut. Hawanya udah panas."
"Lah kok, cabut. Latihannya belum selesai," peringat Dinda.
Salsha tak memedulikan ucapan Dinda itu. Ia malah melangkahkan kakinya. Sebelum benar-benar pergi dari ruangan itu Salsha berkata. "Videonya kirimin aja ke gue. Gue bisa belajar sendiri."
Dinda mendengus kesal dan ikut pergi dari tempat itu meninggalkan Farel dengan kebingungannya.
"Lah malah pergi."
Bella tersenyum dan menggandeng tangan Farel. Ia ingin bermanja-manja dengan orang yang baru beberapa hari menjadi kekasihnya itu.
"Nggak papa," kata Bella. "Kita ke kantin, yuk. Lapar."
Vous aimerez peut-être aussi
Commentaire de paragraphe
La fonction de commentaire de paragraphe est maintenant disponible sur le Web ! Déplacez la souris sur n’importe quel paragraphe et cliquez sur l’icône pour ajouter votre commentaire.
De plus, vous pouvez toujours l’activer/désactiver dans les paramètres.
OK