Hanya ada suara denting sendok dan juga garpu di sekitar Ravi yang sejak tadi diam mengunci rapat bibirnya, dia harap bahwa kedua orangtuanya tidak pernah tahu atas kejadian memalukan yang baru saja dia alami dan juga Ravi berharap bahwa kakaknya tidak mengatakan apapun tentang itu.
Ravi gelisah di dalam dirinya, tetapi dia masih diam dengan bermain-main dengan makanannya. Bibirnya sama sekali belum menyentuh makanan yang telah hancur tak berbentuk di atas piring, pikiran Ravi terasa kacau dan dia tidak tahan untuk tetap di sini. Bahkan kamarnya terasa sangat menakutkan sekarang setelah dia untuk kesekian kalinya mengingat kejadian itu lagi.
Dia harus ke mana untuk sekadar menenangkan diri? Adrian pastinya akan melakukan hal itu kembali pada Ravi, mungkin akan melampaui batas dari sebelumnya dan Ravi sama sekali tidak dapat melawan sekeras apapun dia mencoba.
"Ravi ingin pergi ke mana?" tanya Daniel tiba-tiba setelah Ravi bangkit berdiri dan mulai melangkah untuk ke luar dari rumah.
Ravi tidak mencoba berbalik dan mendengarkan peringatan dari nada itu, dia justru langsung berkata dengan tanpa nada di dalamnya. "Jangan mengikuti dan mencariku."
Dengan itu Ravi pergi bersamaan suara pintu tertutup yang lumayan keras di belakangnya. Ravi terus berjalan membelah malam yang sepi, dia membiarkan bagaimana kakinya membawa dirinya untuk menyusuri jalanan untuk menuju tak tentu arah. Hingga Ravi mendesah dan menghentikan gerakkannya untuk berbalik badan. "Mengapa kamu mengikutiku, Raymond?"
Raymond juga ikut berhenti di belakang Ravi dan pria itu tersentak ketika Ravi telah menangkapnya dari persembunyiannya yang sia-sia. Pria itu menatap mata Ravi dengan sayu dan juga sinar yang meredup dari sebelah mata emasnya. "Aku tidak bisa membiarkan Ravi sendirian."
Raut wajah Ravi menjadi lurus ketika dia berhadapan dengan Raymond dan kembali mengingat kejadian sebelumnya. "Apapun yang terjadi sebelumnya, tolong lupakan itu. Tinggalkan aku sendiri."
Raymond menggelengkan kepalnya dengan kuat, menolak mentah yang Ravi perintahkan padanya sehingga membuat kedua tangan Ravi mengepal di masing-masing. "Ravi... aku tidak-"
"Tinggalkan aku sendiri." Nada Ravi mulai meninggi, memotong apapun yang hendak dikatakan oleh Raymond. Tidakkah pria ini mengerti dengan yang dikatakan oleh Ravi barusan, tidakkah Raymond bahkan peduli padanya sehingga dia seharusnya meninggalkan Ravi untuk sementara saja.
Raymond langsung menunduk dan terdiam menjauh pandangan tajam Ravi yang mengarah padanya. Melihatnya membuat Ravi menyesal telah menaikkan nadanya, tetapi sekali lagi dia untuk sekarang tidak mencoba peduli. Maka dengan itu Ravi kembali berbalik dan berjalan secepat mungkin meninggalkan Raymond di belakangnya.
Ravi berharap bahwa Raymond benar-benar kembali pulang dan meninggalkan Ravi untuk sementara waktu. Kakinya membawa Ravi masuk ke dalam sebuah perpustakaan umum yang masih buka, di tempat ini tidak akan ada keributan yang membuat Ravi tidak nyaman. Dia segera menyusuri lorong-lorong sepi di antara rak-rak buku tinggi dan kemudian mengambil tempat di sudut pada meja yang sedikit redup.
Ketika Ravi telah duduk dan bersandar dengan nyaman, Ravi membiarkan otot-otot sarafnya mengendur dan rileks di tempat yang tenang ini jauh dari jangkauan orang-orang. Hal itu membuat Ravi segera menutupi matanya sambil menghela napas perlahan.
'Mencoba melarikan diri?'
Segera saja Ravi membuka matanya kembali dengan wajah panik yang kentara, kepalanya menoleh ke sekeliling untuk melihat seseorang yang berbicara padanya, tetapi Ravi justru tidak menemukan apapun yang mengusiknya itu.Seseorang berbicara sesuatu, tetapi Ravi sama sekali tidak dapat melihat keberadaannya.
'Kamu tidak akan bisa lari.'
Mata Ravi melebar ketika dia menyadari bahwa suara itu adalah suara yang sama keluar dari Adrian dan juga fakta baru yang membuat Ravi terperangah bahwa Adrian tengah berbicara di dalam kepala Ravi sekarang. Ravi mengacak rambutnya karena merasa sangat pusing tiba-tiba, dia mengabaikan sepenuhnya suara yang baru saja dia dengar itu.
"Ravi?" Ravi cepat menoleh dan mendapati Raymond berdiri di sampingnya dengan mata itu yang menatap Ravi bingung.
"Mengapa kamu di sini? Aku sudah menyuruhmu untuk pulang," kata Ravi terdengar lelah dari biasanya. Dia ingat betul bagaimana Raymond sendiri mengatakan bahwa dia akan melakukana apapun yang Ravi katakan, Ravi tidak memintanya untuk melakukan hal yang aneh, dia hanya ingin Raymond membiarkan dia sendirian kali ini. Bukankah itu terlau mudah, lantas mengap Raymond masih di sini sekarang?
"Ravi, aku tidak bisa membiarkan Ravi sendirian."
Ravi memperhatikan bagaimana Raymond berusaha untuk menghapus air matanya diam-diam dan tangannya yang sambil mencengkeram masing-masing ujung kausnya seolah menunggu Ravi untuk memarahinya. Ravi menghela napas kasar dia meraih pergelangan tangan Raymond untuk menariknya duduk pada kursi di sebelahnya. "Kamu di sini duduk diam, aku ingin tidur."
"Ravi, mengapa tidak tidur di rumah?" Raymond berkata pelan dengan alisnya yang tenggelam di balik rambutnya. Mata berbeda warna itu berkeliling ke sekitar mereka dan kembali menatap Ravi. "Tidak ada tempat tidur di sini."
"Raymond ini perpustakaan, kamu tidak boleh berisik di sini."
Raymond mengigit bibirnya sambil mengangguk kecil, Ravi menjadi tidak nyaman ketika Raymond yang duduk menghadapnya dan mata itu sekarang hanya fokus pada Ravi membuat dia langsung meletakkan kepalanya pada lipatan tangan di atas meja, untuk membelakangi Raymond.
Tidak sampai di situ ketenangan Ravi diganggu kembali ketika dia bisa mencium tembakan aroma cokelat yang sangat pekat mengahantam penciumannya hingga untuk sesaat Ravi sendiri bingung bagaimana dirinya untuk menarik udara segar masuk ke dalam paru-parunya. Apa maksud ini?
Ravi diam sejenak dan dia mengira bahwa dirinya sekarang bisa mendengar detak jantungnya sendiri serta berharap bahwa Raymond tidak mendengarkannya juga. Namun, seiring detik yang melaju bau-bauan itu masih tak kunjung menghilang, justru semakin pekat ditambah juga Ravi merasakan pandangan Raymond di belakang kepalanya yang tidak hilang sejak tadi.
"Apa yang salah, Raymond?" tanya Ravi segera menegakkan badannya menghadap Raymond, yang benar saja tengah menatap Ravi dengan salah satu matanya yang bersinar.
"Ravi gelisah. Aku khawatir."
Kali ini Ravi menaikkan alisnya, tetapi tidak mengatakan apapun sampai Raymond kembali berbicara. "Ravi, aku adalah milik Ravi. Ravi bisa katakan apapun yang Ravi ingin aku lakukan untuk membuat Ravi menjadi lebih baik."
Dengan gerakkan otomatis Ravi melebarkan kakinya dengan membuka salah satu kancing celananya. Dia kemudian menatap Raymond sambil menyeringai. "Kalau begitu buat aku merasa puas."