"Ehem, ehem!" Benny pura-pura serak.
"Um, Pak. Maaf, kenapa Anda tidak lanjut jalan?" tanya Bianca mencoba memberanikan dirinya.
"Ah! Tentu saja saya akan lanjut jalan tapi, sebelumnya apa kamu juga ingin bekerja? Jika ya maka mari kita sekalian. Oh ya tolong jangan anggap apapun karena saya hanya ingin membicarakan sesuatu denganmu." Dengan begitu serius Benny menyahutnya.
"Oh baiklah kalau begitu, Pak," sahut Bianca dengan cepat.
"Ya sudah kalau begitu apa kamu bisa nyetir mobil? Kalau bisa bawakan mobil untuk saya," perintah Benny sembari mengeluarkan kunci mobilnya.
Bianca menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal, lalu ia menjawab. "Anu, Pak. Saya tidak bisa bawa mobil soalnya saya belum pernah punya mobil."
"Ya sudahlah kalau begitu, saya yang nyetir."
Tiba di dalam mobil.
Benny sudah merasa aman karena anaknya sedang tertidur di kursi belakang. Ia sesekali melirik kearah Bianca. Ingin bicara namun, ia melihat gerak-gerik Bianca yang mulai terlihat aneh. Ia duduk dengan tidak tenang. Berkali-kali wanita itu terlihat gelisah bahkan ia terus memegangi rambutnya seperti sedang ketakutan.
"Anda kenapa?" tanya Benny dengan ketus.
"Oh enggak apa-apa, Pak. Saya hanya baru ini naik mobil bareng bos. Jadi sedikit grogi," sahut Bianca dengan jujur sembari menatap kearah lain.
Duh ... bukan karena itu. Makin lama kalau dilihat-lihat Bapak makin tampan, manis, penyayang anak kecil lagi. Jadinya enak gitu kalau dipandang terus. Mana satu deretan lagi duduknya. Berasa jadi nyonya besar. Astaga! Haluan ku kayaknya harus di obati nih, batin Bianca yang sudah semakin merasa resah.
Tanpa menjawab ucapan Bianca. Benny mendekatinya hingga membuat jantungnya Bianca ingin jatuh dari dasar jurang. Ia menahan nafasnya sembari menatap Benny dengan penuh kebingungan.
Aduh ... kenapa Bapak Benny mau dekat-dekat ya? Jangan-jangan mau cium saya lagi. Ya udahlah tutup mata ajalah daripada malu, batin Bianca yang langsung menutup matanya.
Saat itu juga Benny melirik kearah gadis itu dengan pertanyaan-pertanyaan yang membingungkan. Ia hanya ingin mendekati gadis itu karena pintu mobil yang tidak kuat ditutup. Melihat kelakuan aneh sampai membuat Benny menggelengkan kepalanya lalu ia menutup pintu mobil tanpa memikirkan apapun dan langsung kembali fokus menyetir.
Beda halnya dengan Bianca yang sedari tadi menutup matanya tapi, belum ada tanda-tanda bibir orang bersentuhan dengannya. Lalu perlahan-lahan ia membuka mata dan menatap bosnya sedang menyetir tanpa melirik kearahnya.
Dengan cepat ia memalingkan wajahnya sembari menepuk jidatnya sendiri tanpa mengeluarkan suara. Duh malu banget lagi. Mau di taruh di mana ini muka. Sadar Bianca, jangan terlalu berharap dan ngehalu. Mana ada bos setampan dan sekaya Pak Benny mau sama aku. Sebaiknya sok-sokan main ponsel ajalah, batin.
Benny tidak terlalu memusingkan apa yang dilakukan oleh gadis itu. Ia pun tiba-tiba memanggil Bianca. Sampai membuat Bianca berpaling seratus delapan puluh derajat dengan cepat.
"Begini, Bianca. Sebenarnya aku mengajakmu ikut ke kantor bareng karena ada hal yang mau aku katakan," ucap Benny tanpa menatap wajah gadis itu sambil memarkirkan mobilnya sembarang tempat.
Mendengar hal itu membuat hati Bianca dag-dig-dug. Ya ampun apa aku salah denger? Pak Benny bilang mau katakan sesuatu. Astaga! Apa jangan-jangan dia mau ngelamar aku jadi istrinya? Duh .... Kalau beneran aku jadi malu nih. Mana aku enggak pakai make up lagi. Kalau misalnya nanti aku di cium kaya di sinetron terus di peluk gimana dong?! Batin.
Lamunannya buyar ketika Benny tiba-tiba menjentikkan jarinya tepat di keningnya Bianca. Hingga membuat Bianca terkejut.
"Hey! Sedang mikir apa kamu?" tanya Benny sembari memicingkan matanya menatap kearah Bianca.
"T-tidak ada, Pak. Lalu Bapak tadi mau katakan apa?"
Apa sih Pak Benny suka banget bikin orang jantungan, batin Bianca.
"Jadi begini, Bianca. Aku tidak mungkin bisa menjaga anakku selama dua puluh empat jam apalagi kalau harus setiap saat membawanya ke kantor. Jadi aku mau kalau kamu jadi baby sitter untuknya. Bagaimana apa kamu bersedia untuk menjaganya? Masalah gaji jangan khawatir dua kali lipat dari gaji kamu bekerja menjadi office girl akan saya berikan."
Dua kali lipat?! Wah ... lumayan tuh bisa buat bertahan hidup selama sebulan. Tapi, jangan deh. Sebaiknya aku mengatakan sesuatu terlebih dahulu, batin Bianca.
"Um, Pak. Saya mau, tapi apa tidak sebaiknya Bapak mencarikan seorang Ibu sambung untuknya? Yah walau bagaimanapun juga dia pasti membutuhkan seorang Ibu sambung. Apa tidak sebaiknya Bapak lebih membutuhkan seorang istri? Em, saya mau kok jadi Istri, Bapak!"
Pengakuan Bianca benar-benar membuat Benny terkejut sampai menatap Bianca dengan tatapan tajam. Sebaiknya Bianca, dia justru menutupi wajahnya sembari memalingkan wajahnya karena malu.
Dengan cepat Benny menarik tubuh Bianca untuk menatap wajahnya, lalu ia berkata. "Apa maksudmu dengan menjadi istriku?"
Bianca menggelengkan kepalanya saat mendengar pertanyaan itu, sontak membuatnya terkejut. "M-maaf, Pak. Aku tidak bermaksud apa-apa, sungguh!"
Gadis ini sangat berani berbicara apapun. Apa sebaiknya memang aku harus menjadikan dia Ibu sambung untuk anakku? Duh .... kenapa ucapannya sama dengan ucapan Lena? Batin Benny sembari menatap Bianca dari atas sampai kebawah.
"Baiklah kalau begitu aku mau menjadikanmu Ibu sambung untuk anakku tapi, kita harus membuat perjanjian. Ya sudah sebaiknya kita harus pergi ke kantor segera. Nanti aku akan mengabari mu jika perjanjian itu sudah ku buat," ucap Benny sembari menghidupkan kembali mobilnya.
Dengan cepat Bianca menelan ludahnya sendiri. Astaga! Jadi Pak Benny setuju. Ya ampun! Aku akan jadi istrinya bos. Duh ... mimpi apa aku semalam, batin Bianca begitu bahagia sampai rasanya ia ingin melompat-lompat bahkan mendadak ia mengigit bibir bawahnya sendiri sembari menahan senyumnya.
Tiba di kantor.
Bianca turun dari mobil bersamaan dengan Benny. Namun, saat itu juga tidak jauh dari tempat mereka Vivian menatap dua orang itu hingga membuatnya kebingungan.
"Loh? Kok bisa Bianca turun dari mobil Pak Ben? Apa mereka memiliki hubungan khusus? Tapi, sepertinya tidak. Mana mungkin seorang bos mau dengan office girl apalagi Pak Ben belum bisa melupakan istrinya. Memang gadis itu tidak tahu malu sudah mendekati pacarku sekarang malah mendekati bosku, harus diapain ya biar jera itu orang?" kesal Vivian sambil mengepalkan tangannya bahkan dengan tatapan tajam.
Bianca yang tahu diri karena tidak pantas berjalan masuk bersamaan dengan bos. Ia akhirnya perlahan mundur dan berjalan dengan sangat pelan sambil melirik kesana-kemari untuk memastikan bahwa tidak ada yang melihatnya. Merasa lega hingga ia mengusapkan dadanya lalu melangkah normal untuk menuju kebelakang untuk bekerja. Tapi, langkahnya terhenti saat tiba-tiba seseorang mencekal lengannya hingga membuatnya berpaling.
Merasa ancaman besar saat Bianca mencoba melepaskan pegangan dari Vivian. Tapi, Vivian justru menariknya untuk ikut masuk kedalam ruangan miliknya. Tiba di sana dengan cepat Vivian mengunci pintu agar orang tidak bisa masuk untuk mengacaukan rencananya.
Bianca keheranan menatap Vivian pagi-pagi sudah ingin mencari masalah dengannya. Lalu tanpa memperdulikan Bianca melangkah berniat keluar tapi, sayang Vivian kembali menghentikan langkahnya.
"Hey! Denger ya bawahan. Kamu itu ngapain keluar dari mobilnya bos? Apa kamu sengaja dekati semua pria yang jabatannya tinggi? Harusnya kamu ngaca dong cuma office girl jadi enggak usah mimpi tinggi-tinggi. Pasti kamu sengaja 'kan main drama di depannya bos supaya bisa barengan ke kantor? Terus nanti ujung-ujungnya dia bakalan perhatian sama kamu. Aneh ya lihat perempuan tidak tahu malu. Kamu itu tidak sebanding dengan bos begitupun dengan Rey. Aku yakin mereka berdua mau dekat sama kamu pasti kamu udah perlihatkan tubuhmu ini, iyakan?!" ketus Vivian dengan sejuta ledekan darinya.
Mendengar hal itu membuat Bianca narik darah. Ia bahkan menarik nafasnya memburu lalu tiba-tiba plak! Sebuah tamparan tepat mengenai pipi manisnya Vivian hingga membuat wajahnya berpaling.
Bianca mencoba mendekati sembari menarik rambutnya Vivian dengan sedikit kasar. "Aku peringatkan satu hal jangan menganggap ku lemah apalagi bisa kamu tindas. Tidak semua peran utama itu harus mengalah. Kau ingat itu! Dan satu lagi. Aku tidak sekotor dirimu. Aku tidak meminta mereka memberikan perhatian padaku melainkan mereka sendiri yang mau."
Vivian tidak tinggal diam ia membalas tarikan rambutnya Bianca hingga gadis itu meringis kesakitan. Mereka bahkan sama-sama menarik rambut sembari menatap satu sama lain dengan tatapan tajam seperti seorang pembunuh.
"Berani sekali kamu menamparku, Bianca! Apalagi jika bukan karena dirimu kotor makanya kamu bisa berdekatan dengan pria-pria hebat bahkan kekasihku lebih perhatian padamu! Kamu ular! Dari luar saja kamu terlihat begitu lembut tapi, sebenarnya kamu wanita paling menjijikkan. Jika kamu berani melawanku maka kita lihat saja aku pastikan akan mengibarkan bendera perang untukmu!" ancam Vivian dengan tegas.
"Ya silahkan! Kamu menjualnya padaku tentu saja aku akan membelinya. Jangan berpikir status ku bekerja di sini sebagai bawahan takut padamu. Tentu saja itu salah besar. Ingat, Vivian. Aku tidak akan teperdaya dengan ancaman mu. Jika kamu berani menindas ku. Maka itu semua akan kembali padamu! Ya sudah sepertinya basa-basi tidak ada arti sudah cukup. Daripada semua orang mengetahui bahwa drama kita begitu menyenangkan. Kalau begitu lepaskan tanganmu, Mbak sekretarisnya bos!"
Setelah mengatakan itu Bianca melepaskan tangannya dari rambut Vivian. Begitupun ia mencoba menarik tangan Vivian dari rambutnya. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk keluar dari ruangan itu.
Dengan begitu kesal Vivian menatap kepergian Bianca seperti ingin membunuhnya. Ia bahkan mendudukkan dirinya dengan cepat sembari mengatur nafas yang tidak beraturan.
"Benar-benar tidak bisa dianggap sepele. Wanita itu berani denganku. Dia bahkan menjawab ancaman ku. Lihat saja aku pastikan akan membuktikan semua ancaman itu. Bianca, kamu telah salah memilih lawan untuk berperang," gumam Vivian.
Diluar ruangan Bianca berjalan kearah tempatnya kerja. Ia masih memikirkan semua yang sudah terjadi antaranya bersama Vivian. Hatinya gelisah sampai membuat jalannya tidak fokus. Ia bahkan menabrak seseorang hingga membuatnya ikut-ikutan terjatuh bersama dengan orang tersebut.
Duh ... lagi-lagi aku ceroboh, batinnya sembari berusaha bangkit tanpa melihat orang tersebut.
Saat itu juga Bianca berdiri namun, tiba-tiba orang itu memberikan pelukan padanya hingga begitu erat. Sontak Bianca kaget hingga membuatnya menjauh. Seseorang itu merasa aneh menatap Bianca menjauh. Lalu ia bertanya.
"Woy! Lo udah lupa sama gua?" tanya Pria itu sembari menepuk bahunya Bianca.
Bianca menatap pria itu sambil berpikir sejenak. Lalu tiba-tiba dirinya tertawa bahkan melompat untuk kedalam pelukan pria tersebut.
"Wow, Nick! Kamu kemana aja?! Aku kangen tahu," ungkap Bianca yang masih berada di pelukan pria itu.
"Are you okay? Hey! Tadi Lo menjauh dari gua sekarang Lo sendiri yang lompat buat meluk. Duh ... kangen banget ya sampai enggak di lepas?" sahut Nick sembari membalas pelukan dengan mengusapkan kepalanya Bianca.
Bianca tidak membalas justru ia masih terus berada dalam pelukan pria itu. Namun, saat itu juga tiba-tiba bos keluar ingin mengambil sesuatu ke mobilnya tapi, langkahnya terhenti saat tidak sengaja menatap kearah dua orang sedang berpelukan di dalam kantornya bahkan di jam kerja.
Benny pun berdiri tidak jauh. "Ehem! Waktunya kerja bukan pacaran di kantor saya!" Usai mengatakan itu ia langsung pergi tanpa menunggu jawaban meskipun Bianca bersama Nick terkejut mendengarnya.
Dengan cepat Bianca bersama Nick melepaskan acara kangen-kangenan. Lalu Bianca menarik tangan Nick untuk diajak ke dapur supaya lebih aman untuk mengobrol.
Tiba di sana Nick tidak hentinya terus menatap Bianca meskipun wajah Bianca tidak memakai riasan make-up. Lalu dirinya duduk di ikuti oleh gadis itu.
"Oh ya, Nick. Sebelum aku memberikan beribu pertanyaan padamu sebaiknya kita saling menyimpan nomor. Aku tidak mau kehilangan sahabatku lagi," perintah Bianca sembari mengeluarkan ponselnya.
Namun, justru berbeda dengan Nick. Ia malah tidak peduli dengan perkataan Bianca justru sibuk menatap kearah wanita itu. Bianca yang sedang menunggu hingga ia menarik telinganya Nick.
"Hey! Ayo cepat aku tidak bisa lama-lama soalnya aku harus kerja," ucap Bianca.
"Oh baiklah, sini berikan ponsel biar gua yang masukkan nomornya. Tapi, setelah ini Lo mau 'kan kita ketemuan?" sahut Nick sembari mengambil ponsel Bianca.
"Iya-iya aman. Eh bye the way, kamu kesini mau lamar pekerjaan atau mau ketemu sama Rey?" tanya Bianca.
"Mau ketemu Rey, soalnya kunci rumah dibawa sama dia. Jadinya gua enggak bisa masuk. Tapi, Lo di sini kerja apa? Kok malah bawa gua ke dapur?" tanya Nick begitu kebingungan.
"Nanti aja deh aku jelasin. Ya udah kalau gitu aku mau kerja dulu daripada kena marah lagi. Ya udah sana ketemu sama kakakmu huss ... huss ...." Dengan sedikit lelucon yang disengaja Bianca mengusir Nick. Hingga membuat mereka tertawa.
"Dasar kamu ya, gadis nakal. Kaya gua kucing aja. Ya sudah gua pergi dulu ya," sahut Nick sambil mengacak-acak rambutnya Bianca.
Bianca membalas dengan senyuman serta mengacungkan jempolnya. Namun, saat Nick ingin keluar tidak sengaja ia berpapasan dengan seseorang yang sudah menjadikan mantannya selama kurang lebih tujuh bulan berpacaran meskipun mereka sempat LDR-an dua bulan. Tatapan mereka bertemu dan saat itu juga Andien yang sedang membawa gelas minuman hingga terjatuh tanpa ia sengajain hingga membuat mereka terkejut termasuk Bianca.
Andien yang belum bisa move on hampir memeluk tubuhnya Nick. Tapi, dengan cepat Nick menghindar lalu pergi darinya. Namun, Andien tidak terima lalu mengejar Nick keluar. Bianca yang sedari tadi menjadi penonton hanya bisa tercengang menatap kearah teman barunya serta sahabatnya.
Ia merasa heran hingga ia berpikir keras. Apa mungkin Andien adalah mantannya Nick? Tapi, kenapa Nick tidak pernah cerita kalau dia pernah memiliki hubungan dengan wanita itu? Berarti begitu banyak kisah yang telah ku lewatkan setelah kepergian Nick dulu. Ah ya sudahlah aku lebih baik fokus bekerja, batin Bianca.
Vous aimerez peut-être aussi
Commentaire de paragraphe
La fonction de commentaire de paragraphe est maintenant disponible sur le Web ! Déplacez la souris sur n’importe quel paragraphe et cliquez sur l’icône pour ajouter votre commentaire.
De plus, vous pouvez toujours l’activer/désactiver dans les paramètres.
OK