"Seperti yang kukatakan sebelumnya, jika kau ingin tetap berdiri dibelakang Asheel, kau harus mengetahuinya sendiri jati dirinya yang sebenarnya." Sera masih berkata pada Merlin tanpa berbalik.
Mereka berdua terus berjalan melintasi gurun tak berujung dengan Sera yang memimpin.
"Aku tahu jika Asheel juga menyebut dirinya seorang Chaos, apakah ada sesuatu yang lain tentang dirinya?" tanya Merlin.
"Chaos hanya asal-usulnya." Sera terdiam sejenak sebelum melanjutkan, "Kau belum tahu orang seperti apa Asheel itu. Yah, kau akan melihatnya sendiri tidak lama lagi. Aku yakin kau akan terkejut ketika melihatnya kembali."
Merlin memiringkan kepalanya dengan bingung dan tidak mengerti. "Anu ... Sera-nee, bukankah kita akan bertemu Asheel setelah ini?"
Sera berhenti dilangkahnya dan berbalik menatapnya. "Sebenarnya aku menuntunmu untuk mengembalikanmu ke tempat asalmu. Aku yakin jika teman-temanmu diluar telah menunggumu. Saat ini, kamu dalam keadaan mati suri."
"Kita tidak akan bertemu Asheel...!?" Merlin merasa enggan.
"Kurasa Asheel sedang tidak ingin menampakkan dirinya. Dia sudah muncul dari tadi jika dia ingin menemuimu secara langsung. Yah, mungkin dia sedang menguntit kita saat ini mengingat tempat ini adalah ruang jiwanya." Sera berkata sambil melanjutkan langkahnya lagi.
"Asheel sedang melihat kita ?! Kenapa !? Apakah dia kehilangan kepercayaan diri atau semacamnya?!" Merlin mengatakannya dengan nada yang agak bercanda, sebelum sebuah spekulasi muncul di benaknya. "Aku mengira Asheel lah yang menyeret jiwaku ke sini, tapi aku salah."
"Dia mungkin melakukannya secara tidak sengaja, dan kebetulan jiwamu lah yang tidak beruntung, atau beruntung...?" Sera mengatakannya sambil berpikir di akhir kalimatnya.
"Tidak sengaja?"
"Karena kekuatan pengendalian diri Asheel meningkat sangat drastis, dia menjadi sering bereksperimen tentang kekuatannya. Sebuah jiwa didunia ini menarik perhatiannya, jadi dia menariknya ke sini. Tapi siapa yang menyangka jika ternyata itu kamu," kata Sera dengan nada bercanda sambil mengangkat bahu.
"Apakah jiwaku seistimewa itu?" Merlin kagum pada dirinya sendiri.
"Mungkin itu karena pengaruh Ophis-chan," kata Sera tersenyum, sebelum menjelaskan: "Ophis-chan terlahir sebagai Makhluk Trascend. Takdirnya sudah tidak terikat oleh dunia lagi. Dengan berada disisinya sepanjang waktu, kau memperoleh berkatnya. Tapi ada satu masalah."
Merlin terus mendengarkan dengan seksama tanpa mengatakan apapun.
"Tubuhmu terlalu lemah. Tapi untungnya kau tidak menggunakan tubuh sintetis seperti Asheel. Mengingat sifat keingintahuanmu yang sangat ekstrim, aku bahkan mengira kamu akan melakukannya. Meski tubuh fisikmu pernah hancur, tapi itu sudah pulih berkat Ophis-chan, kan?"
"Sera-nee tahu apa yang terjadi padaku selama ini?" tanya Merlin setelah tertegun.
"Jangan remehkan aku, juga juga sering mengawasi dunia luar." Sera mengangkat bahu sekali lagi.
"Apa yang terjadi jika aku menggunakan tubuh sintetis?" Merlin bertanya.
"Pondasi untuk meningkatkan kekuatanmu akan hancur. Kekuatanmu akan stagnan dan sulit untuk meningkat, bahkan jika itu untuk meningkatkan kapasitas mana tetap akan sulit. Menjadi seorang Dewa tidak mudah, kau tidak bisa menipu Dao Surgawi."
Meski Merlin tidak menahami kalimat terakhir, dia sebagian mengerti. Dia hanyalah setitik debu jika dibandingkan dengan Alam Semesta yang sangat luas dan tidak terbatas.
Chaos hanyalah salah satu entitas yang menciptakan Alam Semesta, dan dia kebetulan dilahirkan di Alam Semesta ini.
Banyak hal-hal yang masih tidak diketahui olehnya. Mempelajari ilmu mengenai pengetahuan Alam Semesta memang menarik. Tapi dia masih manusia, meski dia bisa menghentikan waktu tubuhnya sendiri, masih tidak mungkin untuk mempelajari segala hal tentang dunia ini.
Mengikuti Asheel adalah salah satu cara untuk memenuhi keinginnannya.
"Meski aku bilang begini, apakah tidak apa-apa untuk meninggalkan teman-temanmu di dunia ini? Kurasa kau sudah memiliki rasa terhadap mereka," tanya Sera ingin mengonfirmasi sambil terus melangkah.
"Tidak apa-apa, aku sudah memutuskannya."
"Perjalananku dengan Asheel tidaklah seperti yang kau bayangkan. Kita tidak akan kemana-mana dan hanya menikmati kehidupan sepanjang hari. Lagipula, kita hanya orang buangan." Sera berkata dengan memberi keraguan padanya.
"Asheel bisa mengabulkan apa yang kuinginkan, kan?" Merlin mendongak menatapnya.
"Tentu saja," Sera tersenyum kecil.
"Lalu, tidak ada keraguan lagi." Merlin memutuskannya dengan tekad.
"Bahkan saat kamu telah menghabiskan banyak waktu lebih lama dengan teman-temanmu jika dibandingkan dengan kami?" Sera mengangkat alis dengan tertarik.
"Sudah kubilang tidak apa-apa. Bagiku, kalian bertiga masih tak tergantikan." Merlin memasang senyum keyakinan.
"Aku kagum perasaanmu pada kami sekuat itu," Sera mengatakannya dengan suara rendah. Dia kemudian menatap aurora di langit.
Warna-warni yang serasi dengan langit gelap dibelakangnya. Aurora yang juga merupakan Energi Kekacauan milik Asheel. Hanya saja energi perusak itu terlihat sangat indah saat ini.
Meski matanya seperti sedang mengapresiasi pemandangan itu, Sera mengalami konflik internal di benaknya:
'Apasih yang dilakukan Asheel pada Merlin-chan? Aku tidak memahaminya. Bahkan setelah Asheel menunjukkan sisi kejamnya, Merlin masih baik-baik saja dengannya. Sebagai seorang Dewa, aku tidak peduli dengan ilmu Alam Semesta atau semacamnya karena bagi kami, mereka hanyalah sekumpulan data. Tapi Merlin-chan terlihat sangat menikmati ketika dia menemukan hal baru dalam penelitiannya. Jadi, apa hakku untuk menghentikannya?' Sera mengejek diri sendiri. Dia kemudian tersadar dari perenungannya karena mendengar Merlin berbicara:
"Sebagai seorang eksistensi yang lebih tinggi, aku tidak menyangka Sera-nee dan Asheel masih terlihat manusiawi. Ah, a-aku hanya tidak menyangka jiwa seorang Dewa juga memiliki kehidupan seperti kami manusia." Merlin berkata dengan keragu-raguan yang jelas.
"Kamu salah, Merlin-chan. Sebagai seorang Dewa, tidak seharusnya kami untuk mencampuri urusan fana. Tapi aku dan Asheel berbeda. Tempat kami sudah di Alam Fana sejak awal, meski Alam ini hanyalah sebuah kekangan bagi kami, sih. Dewa-Dewa yang lain pun tidak akan protes jika saja Asheel menghancurkan sebuah dunia. Yah, anggap saja kita berdua ditugaskan ke tempat ini."
"Sepertinya sangat rumit. ya? Tapi mudah dimengerti." Merlin menggaruk kepalanya sambil tertawa canggung.
"Memang begitu. Karena saking lamanya kita berdua tinggal di Alam fana, kita mungkin perlahan-lahan telah menumbuhkan kemanusiaan untuk berinteraksi dengan para pribumi. Untuk kasus Asheel, dia sangat membatasi kekuatannya karena kemanusiaan didalam dirinya. Itulah kenapa kita berdua dapat menyesuaikan kekuatan kita ke tahap fana."
Kenyataannya, Supreme One mengekang pergerakan Asheel di Low Abyss. Tidak masalah mau berapa kali Asheel menghancurkan dimensi disana, itu masih harga kecil jika dibandingkan saat Asheel kehilangan kendali.
Jika Asheel berkeliaran dengan bebas di High Abyss atau Mid Abyss, dia pasti meninggalkan jejak kehancuran dimanapun dia lewat, yang pada akhirnya membuat Supreme One muntah darah karena marah.
"Karena Asheel sudah menyelesaikan masalahnya, kenapa kalian belum bangun juga?" tanya Merlin.
"Kami menunggumu, Merlin-chan."
"Menungguku?" Merlin mengulangi perkataannya dengan bingung.
"Ya, kaulah yang akan membangunkan kami. Itu sudah diatur oleh Asheel sejak awal. Tapi jangan terburu-buru, kami masih sanggup menunggumu." Sera menjawab.
"Begitu...." Merlin terdiam sejenak saat dia sedikit merenung. Matanya tiba-tiba bersinar saat dia menatap Sera dengan tekad, "Jangan khawater, Sera-nee. Aku tidak akan membutuhkan waktu lama untuk membangunkan kalian."
"Aku bisa merasakan semangatmu. Apakah kamu segitunya merindukan kita berdua?" kata Sera dengan nada menggoda. Sebelum Merlin bisa menyangkalnya dengan malu-malu, Sera sudah berkata lagi: "Oh, ya. Omong-omong, batas waktunya adalah satu tahun untuk Asheel menahan tidur panjangnya. Jika kamu dan teman-temanmu masih belum membunuh salah satu dari kedua Dewa itu dalam waktu satu tahun, bisa dipastikan jika ledakan kekuatan Asheel akan menghancurkan dunia ini."
"Keberadaannya menjadi seperti bom waktu...." Merlin terkejut, sebelum menatap Sera lagi dengan percaya diri. "Aku mengerti, Sera-nee. Aku akan menyelesaikannya dengan sempurna!"
"Baguslah jika kamu begitu yakin." Sera tersenyum.
Mereka berdua lanjut perjalanan sambil mengobrol, dengan Merlin yang pada akhirnya sangat bersemangat saat menceritakan pengalamannya selama ini.
"Kita sudah sampai," kata Sera tiba-tiba, memotong pembicaraan Merlin.
Mereka berdua sekarang sedang berdiri di ujung tebing, dengan didepan mereka adalah jurang gelap tak terbatas.
"Apakah ini ... ujung dunia?"
Perkataan Merlin tidak berlebihan karena pemandangan didepannya memang terlihat seperti itu. Sebuah kegelapan tanpa batas, dengan tidak apa-apa selain gelap gulita.
Langit dan aurora juga terhenti disini, seolah gurun dan jurang adalah dua ruang yang dipisahkan oleh dinding tak terlihat.
"Merlin-chan," Sera memanggil.
Merlin menoleh ke arahnya dengan mata lembab.
"Biasanya aku tidak peduli jika seseorang akan memaafkanku atau tidak, tapi untukmu Merlin-chan, aku ingin kau memaafkan semua perbuatanku padamu." Sera mengatakannya sambil tersenyum penuh kasih.
"Sera-nee...." Merlin tersenyum mendengar nada tulusnya. "Aku tidak pernah menyalahkanmu selama ini. Terima kasih karena telah menerimaku yang egois ini."
"Meski aku seolah menganggapmu sebagai orang lain, tapi aku tetap menerimamu. Aku sangat terhibur karenamu." Sera tersenyum.
Perkataannya membuat Merlin sedikit kesal entah kenapa. 'Apakah Dewa benar-benar butuh hiburan?'
Tapi tidak disangka tindakan Sera selanjutnya membuatnya sangat panik, karena...
Merlin didorong ke jurang kegelapan itu tanpa dia bisa bereaksi. Dia belum siap ketika tubuhnya masih melesat ke bawah, pandangannya hanya bisa melihat Sera yang tersenyum lebar di atas tebing sambil melambaikan tangannya sebagai tanda perpisahan.
'Apakah ini pengkhianatan yang klise?'
Merlin berhenti berpikir karena kesadarannya semakin tenggelam dalam kegelapan.
...
"Merlin benar-benar sesuatu."
Setelah Sera mengirim perpisahan yang tidak biasa kepada Merlin, dia tiba-tiba mendengar suara seorang pria di belakangnya.
"Asheel, kau hanya belum siap melihat Merlin yang saat ini sudah tubuh dewasa, kan? Karena itu kau mewujudkan jiwanya dalam bentuk terakhir yang kau lihat." Sera mengejeknya.
"Benar, aku ingin ini menjadi sebuah kejutan untuk kita." Asheel menyilangkan lengannya saat matanya menatap jurang didepannya. "Tapi Merlin sendiri berhasil mengejutkanku."
Saat ini; nada, ekspresi, dan sikap Asheel terlihat sangat dingin dan mulia. Benar-benar berbeda dengan sebelum dia memulai tidur panjang.
"Siapa yang menyangka Merlin-chan akan tumbuh secara tak terduga. Dia sudah memenuhi semua persyaratannya. Apalagi jiwa itu...."
"Ya, ketika aku mendeteksi dan menarik jiwa semu itu, aku tidak menyangka jika itu ternyata adalah Merlin."
"Benar, tanda-tanda pada jiwanya. Itu adalah proses konversi tubuh fisik menjadi tubuh spiritual. Merlin-chan sedang dalam fase awal dalam proses pendewaan!"
"....." Asheel terdiam sejenak saat menutup matanya. "Aku benar-benar bangga pada Merlin!"
"Kau tidak memanggilnya dengan imut lagi?" Sera terkekeh.
"Aku kehilangan semua kemanusiaanku, hanya ini yang tersisa."
"Sebaiknya kau segera menumbuhkan kemanusiaan lagi, lho. Akan merepotkan jika tidak."
"Benar, tapi tidak mudah. Ini bukan seperti kita berkultivasi untuk menumbuhkannya."