Télécharger l’application
92.59% MENGEJAR CINTA MAS-MAS / Chapter 100: MCMM 99

Chapitre 100: MCMM 99

Seandainya dapat kuputar waktu ingin kuulangi semuanya dari awal

Seandainya dapat kuputar waktu aku akan mencarimu

Seandainya dapat kuputar waktu hanya cintamu yang akan mengisi hidupku

⭐⭐⭐⭐

Happy Reading❤

Perjalanan dari bandara menuju rumah sakit terasa berabad-abad. Padahal baru tiga puluh menit yang lalu mereka meninggalkan bandara. Gladys yang semobil dengan Aminah duduk dengan gelisah. Berkali-kali ia melirik jam di ponselnya. Dibukanya maps dan dilihatnya berapa lama perjalanan yang harus mereka tempuh. Diperkirakan dalam 1 jam 30 menit mereka akan tiba di rumah sakit. Saat itulah Gladys baru sadar kalau rumah sakit yang akan mereka datangi milik Lukas. Ah, biar saja. Aku sudah nggak ada urusan dengan dia.

"Bu, apakah ada kabar terbaru dari om Agus?" Aminah menggeleng.

Hati Gladys semakin tak karuan. Kabar terakhir mereka terima saat pesawat mendarat. Agus hanya meminta mereka segera ke rumah sakit. Ya Allah selamatkan mereka. Aku tak ingin kehilangan orang-orang yang kusayangi. Terutama aku tak ingin kehilangan dia.

"Nak Adis tenang ya. Bagaimanapun kondisi Banyu nanti, kamu harus tenang."

"Bu, bagaimana ibu bisa setenang ini? Padahal dua anak ibu menjadi korban kecelakaan dan kondisi mereka.... ah Adis nggak berani mengatakannya."

"Karena ibu percaya apapun yang terjadi di dunia ini adalah rencana Allah yang terbaik untuk kita. Perasaan sedih dan khawatir ada, namun ibu berusaha untuk tawakal dan pasrah."

Kata-kata yang Aminah ucapkan cukup menohok perasaan Gladys. Ya Allah ampuni aku, selama ini aku terlalu banyak meminta dan kurang bersyukur atas segala nikmatMu. Bahkan aku sering mengomel saat kenyataannya tidak sesuai dengan keinginanku.

"Ibu harap, nak Adis juga percaya dengan segala rencana Allah. Kita bertemu dan berpisah pun karena rencana Allah. Bila kita mengikuti rencana manusia, ibu takkan pernah mengenal kamu. Gadis baik, shalihah dan bersahaja yang mempersatukan kembali keluarga kami. Tidak heran mas Pram juga sangat menyayangimu." Aminah menggenggam erat tangan Gladys.

"Ibu selalu bersyukur kamu datang ke rumah dan 'melamar' Banyu malam itu." Aminah tertawa mengingat hal tersebut. Demikian juga dengan Gladys.

"Adis ingat bagaimana ibu menyangka kami telah melakukan hal 'itu' dan mengira Adis hamil." Kembali mereka tertawa. Pada akhirnya Aminah berhasil mengalihkan pikiran Gladys dengan bernostalgia tentang berbagai hal yang pernah mereka lalui dalam kebersamaan yang singkat.

"Ibu bersyukur Banyu akhirnya sadar betapa dia sangat membutuhkan dan mencintaimu." Gladys tersenyum sambil menahan tangisnya. "Apapun yang terjadi pada Banyu, kamu tetap menantu ibu."

Tak terasa mobil mereka telah memasuki parkiran rumah sakit. Tangan Gladys mendadak dingin saat melihat bangunan megah berwarna putih hijau yang menjulang di hadapannya.

"Ayo dis kita turun. Kamu harus kuat ya nak apapun yang terjadi di dalam sana." Aminah menguatkan Gladys. "Pasrahkan semua pada Allah."

Bergegas mereka menuju ruangan tempat Banyu dan Nabila dirawat. Tiba di depan pintu kamar Gladys berhenti. Ia tak sanggup melangkah masuk. Saat mereka sedang bimbang, tiba-tiba Nungki keluar dari kamar sambil menangis. Tentu saja semuanya terkejut melihat hal tersebut. Terlebih lagi Gladys. Berbagai pikiran buruk menghampirinya.

Melihat keberadaan Aminah, Nungki langsung memeluknya dan menangis dalam pelukannya. Aminah tak banyak kata ia hanya memeluk erat Nungki. Gladys yang melihat hal itu mendadak lemas dan ia langsung berpegangan pada handle pintu agar tidak jatuh. Ya Allah, kenapa begitu cepat Engkau mengambil dia. Kenapa Kau tak memberi kami kesempatan untuk bersatu dan saling mencintai. Gladys mulai menangis dalam diam. Hatinya begitu tercabik. Ia tak siap menghadapi kenyataan ini. Harus kehilangan orang yang dicintainya.

"Ayo kita masuk kak," bisik Aidan yang ternyata sudah berdiri di belakangnya. "Kakak yang kuat ya."

"Kakak nggak sanggup Dan."

"Kakak harus bisa. Ini rencana Allah." Aidan membuka pintu ruangan dan mengajak Gladys masuk. Di dalam ruangan terlihat Agus dan Nabila. Sementara itu tirai tempat tidur Banyu masih tertutup. Melihat kedatangan Gladys, Nabila langsung memeluknya.

"Kak Adis... kakak kemana saja? Bila kangen sama kak Adis." Nabila langsung menangis dalam pelukan Gladys.

"Maafkan kak Adis ya sayang. Kakak janji nggak akan kemana-mana meskipun.... " Gladys tak sanggup meneruskan ucapannya. Bayangan buruk bermain di depan matanya.

Sementara itu yang lain juga masuk ke dalam ruangan VVIP tempat Banyu dirawat. Tak ada satupun yang berkata-kata. Hanya isak tertahan Gladys yang terdengar. Nabila langsung menghampiri Aminah dan memeluknya.

Tak lama tirai terbuka sedikit dan keluarlah Lukas dari dalamnya. Lukas? Kenapa dia ada disini? tanya Gladys.

"Dys, apa kabar?" Lukas menyalami Gladys.

"Mas, gimana keadaan mas Banyu?" tanya Gladys tanpa menjawab pertanyaan Lukas.

Sebelum menjawab Lukas menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Terlihat sekali ia mencoba mengulur waktu.

"Mas..."

"Yang sabar ya Dys. Ada cedera pada otaknya yang mungkin bisa mengganggu aktivitasnya. Bahkan mungkin membuatnya lumpuh. Sementara itu jantungnya juga cedera akibat benturan. Pemeriksaan sementara memperlihatkan kemungkinan temporary or permanent paralize. Bila bisa pulih maka dia harus mengurangi kegiatan berat. Kami masih harus terus memantau semuanya."

"Nggak! Nggak mungkin ini terjadi!" Gladys meraung menangisi Banyu. "Aku mau lihat mas Banyu. Ijinkan aku bertemu."

"Tapi tolong bicara yang lembut padanya. Jangan menceritakan tentang kondisinya. Aku harus memberitahumu bahwa beberapa menit yang lalu jantungnya sempat terhenti. Untunglah kami berhasil mengembalikan dia. Kini dia kami tidurkan sementara agar dia bisa total beristirahat." Hati Gladys terguncang mendengar hal itu. Setengah nyawanya seolah terbang.

Gladys menoleh ke arah Aminah. Dilihatnya Aminah menangis di pelukan Aidan. Bahunya terguncang hebat. Kasihan ibu, pikir Gladys. Beliau pasti shock anak sulungnya mengalami kejadian seperti ini.

Perlahan Gladys mendekati ranjang Banyu. Perawat yang ada disitu segera memberikan tempat pada Gladys. Dilihatnya tangan kiri Banyu di gips. Demikian juga dengan kakinya. Kepalanya dibalut. Tampak beberapa luka menghiasi wajah tampannya. Banyu tampak tertidur pulas. Gladys pelan-pelan duduk di kursi yang ada di samping tempat tidur. Dengan hati-hati dielusnya wajah Banyu.

"Mas, aku datang menemuimu. Kumohon cepatlah sembuh. Tolong jangan tinggalkan aku," bisik. Gladys disela-sela isaknya. "Maafkan aku karena terlalu lama memberi jawaban kepadamu. Ayo kita menikah setelah kamu sembuh. Aku ikhlas bila harus menghabiskan hidupku bersamamu walaupun kamu tak lagi sempurna. Aku rela walau harus mengurusmu seumur hidupku. Please, jangan tinggalkan kami. Disini kami masih membutuhkanmu, mas."

Kepala Banyu terlihat bergerak pelan. Gladys menahan nafasnya. Ia ingat Lukas menyuruhnya untuk tidak membahas kondisi Banyu. Lebih baik aku membicarakan hal-hal baik saja.

"Mas, sepanjang penerbangan dan perjalanan kemari aku selalu minta sama Allah supaya diberi kesempatan bahagia bersamamu. Nanti kalau mas Banyu sembuh kita menikahnya di KUA saja ya seperti cita-cita kita dulu. Bahkan kalau ada kawin massal kita ikutan yuk." Gladys bermonolog sambil mengelus-elus kepala Banyu. Itu semua dia lakukan dengan hati-hati.

"Nanti setelah kita menikah, aku akan ikut kemanapun kamu membawaku. Bahkan aku nggak keberatan bila kita harus hidup sederhana dan mulai dari nol. Nanti kalau kita sudah menikah, setiap pagi aku akan memasakkan makanan kesukaanmu dan membuatkan teh manis hangat untukmu. Beberapa tahun terakhir ini aku sengaja belajar masak, karena aku ingat kat-kata ibu bahwa seorang pria sangat menyenangi masakan istrinya. Nanti kalau kita makan bersama aku akan melayani mas Banyu tanpa protes."

"Mas, cepat bangun ya. Setelah menikah nanti kamu ingin punya anak berapa? 2 atau 3? Jangan terlalu banyak ya, biar aku masih punya waktu untuk mengurusmu." Gladys bangkit dan perlahan duduk di ranjang, di samping Banyu.

"Kamu tahu nggak mas. Aku sangat kecewa waktu pertama melihatmu bersama Sita. Kupikir kamu sudah menikah. Hatiku sangat bahagia saat mengetahui dirimu belum menikah. Tapi disaat bersamaan akupun takut kalau kamu menginginkanku hanya karena perasaan bersalahmu saja. Aku terlalu gengsi untuk mengakui perasaanku. Selama tiga tahun terakhir ini aku berusaha melupakan perasaanku, tapi saat bertemu denganmu lagi semua usahaku sia-sia. Aku nggak bisa melawan perasaanku. Ternyata aku nggak bisa move on darimu."

"Mas Banyu jangan sakit terlalu lama ya. Aku ingin bertukar cerita denganmu tentang perasaanku, tentang apa yang kulakukan selama tiga tahun ini, tentang rencana masa depan kita. Kemarin saat kamu tidak menghubungiku selama dua minggu, aku sudah seperti orang gila. Benar katamu mas, aku memang bodoh memilih merasakan beratnya kerinduan daripada menghubungimu. Aku janji kalau kamu sudah bangun dan sembuh, aku nggak akan lagi menutupi perasaanku padamu. I love you, mas." Pelan-pelan Gladys mencium bibir Banyu yang tertutup rapat dengan hati-hati. Tiba-tiba dirasakannya mulut Banyu terbuka dan membalas ciumannya. Gladys hendak melepaskan tautan bibirnya namun tangan Banyu menahan tengkuknya. Banyu membalas ciuman Gladys dengan lembut.

Setelah beberapa saat Banyu baru melepaskan tautan bibirnya. Wajahnya tersenyum, matanya berbinar bahagia. Disaat bersamaan Gladys melihat kilatan jahil di mata Banyu. Buru-buru Gladys menarik tubuhnya hendak menjauhi Banyu. Pipinya terasa panas membara. Bisa dipastikan wajahnya saat ini pasti merah seperti kepiting rebus. Namun Banyu menahannya. Banyu menarik Gladys ke dalam pelukannya. Sehingga Gladys rebah ke dadanya.

"Mas, kamu..." Gladys sudah siap hendak mengomel namun Banyu mencium pucuk kepalanya.

"Please jangan menjauh lagi. Biarkan aku memelukmu sebentar lagi. Aku sangat merindukanmu selama beberapa tahun ini. Aku merindukanmu bahkan sebelum kamu menghilang dari hidupku." Air mata Gladys langsung berderai saat kepalanya bersandar di dada Banyu.

Saat itulah Aidan membuka tirai, namun Banyu segera memberinya kode untuk memberikan privasi kepada Gladys yang sedang menangis di dadanya. Aidan menuruti perintah kakaknya sambil tersenyum mengerti.

"Kamu... kamu jahat mas!" omel Gladys disela isakannya. Tangannya mencengkeram erat baju rumah sakit yang dipakai Banyu. "Kamu membuatku ketakutan. Kamu membuat separuh nyawaku terbang saat mas Lukas mengatakan jantungmu sempat berhenti."

"Sshh... jangan menangis lagi. Saat ini aku belum dan tidak berencana meninggalkanmu. Insyaa Allah hanya Dia yang bisa memisahkan kita." bisik Banyu sambil mengusap-usap punggung Gladys.

Tiba-tiba dari balik terdengar suara tawa khas Gibran. Gladys buru-buru menegakkan tubuhnya. Pas sekali dengan terbukanya tirai. Saat tirai terbuka tampaklah wajah jahil Gibran, Khansa, Intan, Aidan, dan Nabila. Gladys berani bertaruh kalau Sita melepas cadarnya dia juga pasti sedang tersenyum jahil. Saat Gladys melihat ke belakang Gibran tampak Lukas tersenyum lebar. Ya tuhan, rupanya mereka semua berkomplot untuk mengerjainya omel Gladys dalam hati.

"Eits, sebelum elo ngomel mendingan elo mengucapkan terima kasih sama kita semua," ucap Khansa saat dilihatnya Gladys siap membuka mulut.

"Siapa dalang di balik semua ini?" tanya Gladys sambil menahan malu karena Banyu yang kini terduduk di ranjang memeluk Gladys dari belakang.

"Tanya aja sama suami lo," sahut Gibran sambil cengar-cengir.

"Suami? Siapa?" Gladys langsung menoleh ke arah Banyu yang sedang memandangnya mesra. Gladys langsung menutup wajahnya dengan kedua belah tangannya. Namun tak ayal wajahnya memerah karena malu.

"Yang pasti bukan aku, sweet heart." Lukas menggoda Gladys. "Selamat ya, kamu kini sudah menjadi istri dari pria yang kamu cintai."

"Ini apa maksudnya sih? Sejak kapan kami menjadi suami istri? Lagipula kata siapa aku mau menjadi istri dia?" Gladys mengomel dengan tangan masih menutup wajahnya.

"Hmm.. kayaknya tadi ada yang menangis-nangis dan bilang mau menikah sama aku deh," goda Banyu sambil menarik Gladys ke dalam pelukannya. Dia letakkan dagunya di bahu Gladys. "Dan, coba diputar rekamannya. Kayaknya ada yang mendadak amnesia nih."

Aidan seperti biasa menuruti perintah Banyu. Baru sebentar rekaman itu diputar Gladys sudah mencubit lengan Banyu yang melingkari pinggangnya.

"Sudah.. sudah...!!" Semua tertawa melihat Gladys panik sekaligus malu. Siapa sangka seorang wanita independen dan temperamen seperti Gladys bisa bersikap seperti saat ini.

"Sudah toh Nyu, istrimu jangan digangguin terus. Nanti kalau dia menangis terus matanya bengkak. Besok terlihat jelek saat ke KUA." Aminah membela Gladys yang sedari tadi menutup wajahnya.

"Mas, ini bagaimana ceritanya kita sudah menjadi suami istri? Bagaimana kamu bisa meyakinkan papi mami bahwa aku mau menikah denganmu?" tanya Gladys setelah malunya hilang.

"Mas Haidar yang mengusulkan ide ini. Lalu saat kuutarakan pada papi, beliau setuju."

"Tapi bagaimana kamu bisa yakin kalau aku masih mencintaimu dan mau menjadi istrimu?" tanya Gladys penasaran.

"Saat kamu cemburu dan saat kamu pingsan setelah mendengar berita aku kecelakaan. Dua kejadian itu membuatku yakin kamu masih mencintaiku dan mau menjadi istriku."

"Bagaimana kamu....? Ini pasti Aidan yang melaporkan ke mas Banyu." Gladys menoleh kepada Aidan yang duduk di sofa sambil memeluk Sita.

"Maaf kak Adis. Semua itu Aidan lakukan karena Aidan nggak tega melihat kalian sama-sama merana karena menahan perasaan. Ide kecelakaan itu sendiri datang dari kak Khansa. Kak Intan, mas Haidar dan Sita bersedia bersandiwara. Demikian juga dengan tante Nungki."

"Jadi dari tadi kamu..."

"Iya Aidan terus melaporkan perkembangannya. Bagaimana kamu pingsan, bagaimana kamu nggak mau makan dan bagaimana gelisahnya kamu." sahut Banyu sambil mencium pipi Gladys.

"Ibu? Apakah ibu sudah mengetahui hal ini sebelumnya? Lalu bagaimana dengan beasiswa ke Yordania yang Nabila dapat? Apakah itu semua rekayasa?"

"Ibu baru tahu saat kita turun dari pesawat. Agus dan Nungki menjelaskan semuanya melalui pesan yang mereka kirimkan kepada ibu."

"Tapi tadi Gladys lihat ibu menangis di dalam pelukan Aidan."

"Tadi itu ibu tak sanggup menahan tawa saat melihat tante Nungki keluar kamar sambil menangis dan setelah mendengar keterangan kak Lukas," jawab Aidan. "Kami sengaja tidak memberitahu rencana ini kepada ibu karena khawatir ibu kelepasan memberitahukan hal ini."

"Kini kamu sudah halal secara agama dan hukum menjadi istriku. Besok kita ke KUA ya untuk menandatangani dokumen-dokumennya." bisik Banyu mesra di telinga Gladys. Blush.. kembali pipi Gladys merona. "Kamu tambah cantik saat pipimu merona seperti ini."

"Kapan kamu melaksanakan ijab qabul?" tanya Gladys untuk mengalihkan rasa malu akibat ucapan Banyu.

"Saat kalian dalam penerbangan ke Indonesia. Papi sudah menikahkan kita dengan dihadiri oleh petugas KUA, serta om Agus dan om Robert sebagai saksi. Selain itu juga ada abang-abangmu, mami dan keluarga om Robert. Oh ya, Lukas juga hadir. Malah sebelum pernikahan dia juga meyakinkanku untuk segera mengikatmu. Jadi sejak tadi malam kamu sudah sah menjadi istriku. Semuanya tahu kecuali kamu."

"Jadi kamu nggak benar-benar kecelakaan?"

"Aku dan Nabila benar-benar kecelakaan, tapi bukan kecelakaan besar. Mobil kami terserempet oleh mobil yang pecah ban saat di tol. Nggak ada yang mengkhawatirkan hanya baret-baret sedikit," jelas Banyu.

"Kamu jahat, sudah membuatku ketakutan."

"Semua itu kulakukan untuk menjadikanmu milikku. I love you, Gladys Mariana Praditho."

⭐⭐⭐⭐


Load failed, please RETRY

État de l’alimentation hebdomadaire

Rank -- Classement Power Stone
Stone -- Power stone

Chapitres de déverrouillage par lots

Table des matières

Options d'affichage

Arrière-plan

Police

Taille

Commentaires sur les chapitres

Écrire un avis État de lecture: C100
Échec de la publication. Veuillez réessayer
  • Qualité de l’écriture
  • Stabilité des mises à jour
  • Développement de l’histoire
  • Conception des personnages
  • Contexte du monde

Le score total 0.0

Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
Votez avec Power Stone
Rank NO.-- Classement de puissance
Stone -- Pierre de Pouvoir
signaler du contenu inapproprié
Astuce d’erreur

Signaler un abus

Commentaires de paragraphe

Connectez-vous