Télécharger l’application
67.59% MENGEJAR CINTA MAS-MAS / Chapter 73: MCMM 72

Chapitre 73: MCMM 72

Never leave someone you care about, because one day you will regret it..

You'll never know what you've got till it's gone

⭐⭐⭐⭐

Happy Reading Guys ❤

Banyu memandangi ponsel di tangannya. Sedari tadi ia berharap ada pesan balasan masuk dari Gladys. Tapi sepertinya harapan itu sia-sia. Hingga jam 11 malam tak ada balasan. Sementara itu Aidan dan Nabila sudah kembali ke hotel. Banyu memutuskan malam ini menginap di rumah sakit setelah tadi merayakan ulang tahun Pramudya bersama kedua adiknya.

Dilihatnya Pramudya tersenyum dalam tidurnya. Banyu menatap ayahnya dengan perasaan campur aduk. Perasaan marah yang selama 9 tahun ini dirasakan terkadang masih muncul, namun kini ia lebih merasakan penyesalan karena keegoisannya membuat adik-adiknya menderita. Mereka memang tak pernah protes dengan kehidupan yang harus dijalani, tetapi kebersamaan selama dua hari ini di Malaysia seakan membuka mata Banyu betapa kehidupan kedua adiknya penuh dengan kesulitan.

"Nyu, kamu belum tidur?" terdengar suara Pramudya.

"Belum. Ayah kenapa bangun? Apa ada yang sakit?" Banyu mendekati tempat tidur Pramudya. "Apa Banyu perlu memanggil perawat?"

"Nggak usah Nyu. Tolong bantu ayah duduk." Banyu bergegas membantu Pramudya.

"Ayah kenapa nggak tidur lagi? Ini baru jam 11. Atau ayah mau shalat tahajud?"

"Ayah pengen ngobrol sama kamu.... tentang Gladys."

"Ada apa dengan Gladys, Yah?"

"Kamu bertengkar dengan dia? Kenapa akhir-akhir ini kalian jarang mengunjungi ayah bersama-sama?"

"Nggak bertengkar. Kebetulan saja jadwal kami berbeda."

"Ayah senang kalau bisa memiliki calon menantu seperti dia. Anaknya baik dan cukup humble, seperti kedua orang tuanya. Ayah memang tak mengenal keluarganya secara pribadi, tapi ayah tahu bahwa Praditho adalah seorang pengusaha yang terkenal dengan kesederhanaannya."

"Hmm.. dia.. Gladys bukan... dia bukan calon menantu ayah. Kami tak memiliki hubungan apapun." Pramudya tampak terkejut mendengar penuturan Banyu.

"Kalau dia memang bukan calon menantu ayah, lalu siapa gadis yang akan kamu nikahi? Lalu apa hubunganmu dengan nak Adis sehingga dia sedemikian baiknya pada keluarga kita?"

"Insyaa Allah, Banyu akan menikahi Senja."

"Senja? Apakah dia pacarmu saat ini? Kenapa kamu tak pernah mengenalkan dia kepada ayah? Untung saja kamu bilang. Kalau tidak ayah sudah mendatangi kediaman Praditho untuk melamar anak gadisnya untukmu."

"Senja bukan pacar Banyu, Yah. Dia mantan kekasih Banyu," ucap Banyu perlahan.

"Man.. tan... kekasih?" tanya Pramudya tak percaya. Banyu mengangguk. "Lalu kenapa dia nggak pernah mengunjungi ayah? Kenapa kamu nggak pernah membawa dia bertemu ayah? Kenapa justru Gladys yang kamu bilang bukan siapa-siapa yang rajin mengunjungi dan sangat perhatian pada ayah? Ayah lihat dia sangat dekat dengan adik-adikmu, termasuk Daffa."

Banyu menghela nafas sebelum akhirnya bercerita pada Pramudya tentang hubungan percintaannya yang cukup rumit. Sebagai ayah Pramudya hanya mendengarkan tanpa mencoba menyela hingga cerita Banyu selesai.

"Jadi kamu bersikeras menunggu kasus perceraian Senja selesai? Kamu tahu keluarga Danudirja seperti apa kan? Ayah pernah berbisnis dengan mereka. Ayah tahu betul bagaimana sikap seorang Gilang Danudirja saat ada yang berusaha mengganggu keluarganya. Ayah khawatir kamu akan dianggap mengganggu keluarganya. Ayah juga tahu bagaimana Gilang Danudirja sangat mengharapkan penerus dari putra satu-satunya."

"Tapi Yah, Awan sudah melakukan KDRT terhadap Senja."

"Nyu, ayah pernah melakukan itu terhadap ibumu dan ayah tidak bangga akan hal itu. Dibalik semua perilaku ayah terhadap ibumu, sesungguhnya ayah sangat mencintai dia. Ayah tak pernah menginginkan perceraian ini. Namun ayah tahu ibumu takkan bahagia apabila dimadu. Demi kebahagiaan ibumu, ayah dengan berat hati melepas ibumu."

"Apakah ayah masih mencintai ibu?" Pramudya mengangguk sambil menghela nafas.

"Sampai detik ini ayah masih sangat mencintai ibumu. Mendengar ceritamu, dimana Awan bersedia menjalani hukuman asal Senja tidak bercerai dengannya, itu menunjukkan betapa ia sangat mencintai Senja. Padahal ia belum tahu Senja mengandung anaknya. Bagaimana kalau dia tahu Senja mengandung. Awan dan bahkan Gilang Danudirja akan semakin posesif dan protekif kepada Senja."

Banyu termangu mendengar penuturan Pramudya. Tak dipungkiri ia pun berpikiran yang sama, namun ia berusaha menolak pemikiran tersebut. Ia tetap berharap Senja akan kembali kepadanya. Melanjutkan hubungan yang dulu pernah kandas. Toh Senja juga masih mencintainya.

"Kenapa kamu tidak merelakan saja Senja melanjutkan kehidupannya bersama Awan? Seperti dulu ayah melepaskan ibumu demi kebahagiaannya."

"Tapi yah, Awan melakukan KDRT kepada Senja. Banyu nggak bisa diam saja melihat hal tersebut. Banyu nggak bisa melihat wanita disakiti seperti itu."

"Apa kamu sadar kenapa Awan bersikap seperti itu kepada Senja? Sedikit banyak kamu memiliki andil dalam permasalahan rumah tangga mereka. Awan jelas-jelas cemburu kepadamu. Sementara itu Senja juga belum bisa merelakan perasaannya karena dia tahu kamu masih menunggunya dan masih memiliki rasa untuknya. Lain halnya bila kamu sudah move on dan menjalin hubungan serius dengan wanita lain."

"Tapi yah... bagaimana bisa Banyu menjalin hubungan dengan wanita lain kalau perasaan Banyu begitu kuat terhadap Senja."

"Kamu tahu butuh berapa lama bagi ayah untuk akhirnya bisa move dan mencoba mencintai mamanya Daffa? Kehadiran Daffa yang membuat ayah bisa benar-benar move on dari ibumu, walaupun ayah hingga saat ini masih mencintai ibumu. Tapi rasa cinta ayah kepada ibumu tidak lantas membuat ayah mengharapkan lebih."

"Apakah itu penyebab mamanya Daffa meninggalkan ayah?" tanya Banyu hati-hati.

"Selama bertahun-tahun Berliana mencoba membuat ayah mencintainya, tapi ayah sering mengabaikannya karena ayah masih tak bisa menerima kenyataan ibumu lebih memilih meminta cerai dari ayah. Beberapa kali Berliana keguguran sebelum akhirnya mendapatkan Daffa. Semua itu terjadi karena dia tertekan menghadapi ayah yang masih belum bisa move on. Kesabarannya membuat ayah sadar tak ada gunanya lagi terus hidup dalam bayang-bayang masa lalu."

"Kalau memang dia mencintai ayah, kenapa dia meninggalkan ayah dalam keadaan sakit?"

"Ayah yang menyuruh dia pergi. Ayah tak ingin dia melihat ayah menderita. Cukup sudah selama ini dia menderita karena ayah yang tak bisa mencintai dia sepenuhnya. Cukup sudah dia berjuang untuk ayah."

"Kenapa dia nggak membawa Daffa? Apakah ayah juga yang melarang?"

"Ayah melarang dia membawa Daffa karena ayah nggak mau lagi kehilangan anak seperti dulu kalian menghilang dari hidup ayah. Lagipula kehadiran Daffa akan membuatnya tidak bisa fokus pada pendidikannya. Ayah menyuruh Berliana pergi semata bukan hanya ingin ia menjauh dari hidup ayah tapi juga menyuruhnya melanjutkan pendidikannya. Suatu hari nanti, ayah ingin dia memegang usaha resort yang ada di Bandung. Kelak usaha itu nanti akan menjadi milik Daffa. Ayah harap kamu tidak keberatan dengan keputusan itu."

"Itu perusahaan milik ayah. Hak ayah mau memberikannya pada siapa. Banyu tidak menginginkan perusahaan ayah. Banyu bisa berusaha sendiri untuk menghidupi ibu dan adik-adik."

"Nyu, sebelum ayah pergi ijinkan ayah untuk menjalankan kewajiban ayah sebagai orang tua kalian. Biarkan ayah membiayai hidup kalian, terutama adik-adikmu. Perusahaan saat ini dikelola oleh Agus dan rencananya nanti akan dilimpahkan kepadamu. Tolong jangan menolak keinginan terakhir ayah."

"Yah, Banyu memperbaiki hubungan ini bukan karena menginginkan harta ayah."

"Ayah tahu tentang hal itu. Ayah pun tahu kamu saat ini memliki usaha jualan sayur yang bisa membiayai hidupmu kelak. Tapi ijinkan ayah menebus kesalahan ayah. Dengan demikian ayah bisa pergi dengan tenang."

"Ayah akan sembuh. Ayah akan hidup lebih lama dari perkiraan dokter. Banyu nggak mau ayah pergi secepat itu. Banyu ingin ayah menghabiskan waktu lebih banyak lagi bersama kami, terutama dengan dek Bila." Air mata Pramudya menetes mendengar ucapan anak sulungnya.

"Terima kasih kamu mau memberikan kesempatan pada ayah untuk menghabiskan waktu bersama kalian. Terima kasih kalian mau memaafkan ayah."

"Makanya om harus segera sembuh supaya om bisa melihat dek Bila dan Aidan menjadi orang sukses."

"Nak Adis ... kamu ngapain malam-malam kesini?" tanya Pramudya yang kaget dengan kehadiran Gladys. "Sama siapa kamu kesini? Mana Endah?"

"Maaf ya om Adis baru bisa kesini malam-malam begini. Baru selesai diner dengan bos-bos. Maklum om, Adis kan cuma orang suruhan papi."

"Kamu bisa aja. Nggak usah merendah begitu. Ayo sini, duduk di sebelah Banyu."

"Duduk bersebelahan kayak pengantin aja, om." Pramudya tergelak mendengar ucapan Gladys.

"Ya siapa tahu nanti kalian benar-benar akan berdampingan seperti sekarang."

"Hehehe... nggaklah om. Adis dan Banyu nggak ada hubungan apapun. Nanti akan ada orang lain yang duduk bersama Banyu di pelaminan."

Banyu diam saja mendengar obrolan Pramudya dan Gladys. Perasaannya campur aduk saat ini. Kaget, kesal, senang.

"Tapi om akan mendoakan supaya kalian bisa bersanding suatu hari nanti."

"Terima kasih om. Tapi buat apa bersanding dengan orang yang tidak menginginkan kita sama sekali. Lebih baik menyerah sekarang daripada mencoba bertahan dengan orang yang benar-benar tak mencintai kita."

"Kata siapa dia tak mencintaimu? Dia hanya belum menyadari perasaannya karena kamu selalu ada dalam pantauan radarnya."

"Memangnya Adis kapal perang, dipantau pakai radar segala." Pramudya dan Gladys kembali tergelak.

"Dys, bisa aku bicara sama kamu?" Banyu menyela percapakan keduanya. Dari tadi Gladys benar-benar tak mau melihat kepadanya.

"Om, gimana perasaannya hari ini? Apa kata dokter-dokter disini?" Gladys mengabaikan Banyu.

"Dokter-dokter disini bingung melihat kondisi om yang semakin membaik. Berbeda dengan tiga bulan lalu saat terakhir om kesini. Mereka bilang saat itu om seperti mayat hidup. Kalau sekarang om terlihat bersemangat dan lebih hidup. Om bilang pada mereka itu semua karena om sangat bahagia. Bahkan saking bahagianya, om rela meninggal saat ini juga."

"Jangan meninggal dulu dong. Katanya om mau melihat Adis menikah."

"Tapi kan tadi kamu bilang, kalian nggak ada hubungan apapun. Jadi takkan ada pernikahan di antara kalian."

"Adis mau om hadir saat Adis menikah dengan siapapun itu." Gladys meraih tangan Pramudya. "Dan kebahagiaan Adis akan bertambah bila om hadir dalam keadaan sehat."

"Semoga Allah mengabulkan doamu. Walau om agak kecewa karena kalian nggak bisa bersatu. Maafin anak om yang bodoh itu ya."

"Cinta kadang memang membuat orang menjadi bodoh dan buta. Tapi hidup tanpa cintapun rasanya hambar bagaikan sayur tanpa garam. Tapi yang lebih nggak enak lagi adalah hidup bersama orang yang tidak mencintai kita. Hidup akan lebih berarti bila melihat orang yang kita cintai hidup bahagia walaupun bukan bersama kita," ucap Gladys sambil tersenyum. Hati Banyu tertohok saat mendengar ucapan Gladys yang ia tahu ditujukan kepadanya.

"Kamu benar nak Adis. Sungguh beruntung pria yang mendapatkanmu. Dan sungguh bodoh pria yang melepaskan wanita sepertimu. Kalau om seusia Banyu, dan belum bertemu ibunya Banyu maka om akan berjuang supaya bisa mendapatkan cinta nak Adis."

"Sayangnya cinta itu nggak bisa dipaksakan, om."

"Dipaksakan memang sulit, namun bila kita mau sedikit berkorban dan mau mencoba mungkin bisa."

"Om Pram bisa saja. Om, Adis pulang dulu ya. Sudah malam banget. Om istirahat supaya badannya fit saat treatment besok. Mungkin Adis besok nggak bisa kesini. Om jangan kangen sama Adis ya," goda Gladys.

"Om sih kalau kangen sama kamu pasti bilang, Dis. Tapi kayaknya ada yang resah dan galau karena menahan rindu," sindir Pramudya. "Ya sudah, semoga besok acara kamu berjalan lancar."

Gladys berjalan meninggalkan kamar tanpa sedikitpun menoleh atau menyapa Banyu. Tentu saja Banyu tak menyangka Gladys akan bersikap seperti itu. Biasanya Gladys masih mau berbasa-basi kepadanya. Ini jangankan menyapa, sekedar menoleh dan tersenyum pun tidak.

"Nyu, kamu nggak susul dia?" tanya Pramudya melihat Banyu diam saja.

"Ayah lihat kan bagaimana dinginnya sikap dia kepada Banyu."

"Ayah nggak bisa menyalahkan dia. Semua ini terjadi karena ulahmu sendiri." Banyu hanya bisa diam dan tertunduk mendengar ucapan ayahnya.

Kenapa aku masih saja tak rela saat melihat dia benar-benar menjauh dariku dan kenapa hati ini sakit saat dia bersikap seolah tak mengenalku?

⭐⭐⭐⭐


Load failed, please RETRY

État de l’alimentation hebdomadaire

Rank -- Classement Power Stone
Stone -- Power stone

Chapitres de déverrouillage par lots

Table des matières

Options d'affichage

Arrière-plan

Police

Taille

Commentaires sur les chapitres

Écrire un avis État de lecture: C73
Échec de la publication. Veuillez réessayer
  • Qualité de l’écriture
  • Stabilité des mises à jour
  • Développement de l’histoire
  • Conception des personnages
  • Contexte du monde

Le score total 0.0

Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
Votez avec Power Stone
Rank NO.-- Classement de puissance
Stone -- Pierre de Pouvoir
signaler du contenu inapproprié
Astuce d’erreur

Signaler un abus

Commentaires de paragraphe

Connectez-vous