Télécharger l’application
3.87% Ayla : My Lovely Wife / Chapter 15: BAHAGIA 2

Chapitre 15: BAHAGIA 2

Abian dan Ayla sampai di rumah berukuran sedang dengan warna kuning yang lebih dominan di sebuah perumahan bernomor 61. Itu adalah rumah Abian dan kedua orang tuanya. Seperti keinginan Renata, Abian datang untuk membersihkan rumah tersebut.

Abian melihat Ayla tersenyum memandang rumah sederhana itu. Agaknya dia teringat dengan Daniel.

"Aku udah lama gak kesini, kangen juga," gumam Ayla yang tentu saja bisa didengar dengan jelas oleh Abian.

"Kangen sama Daniel?" tanya Abian yang tiba-tiba ramah, beda dari biasanya.

Ayla menggeleng. "Nggak, kok!" kilah Ayla cepat.

Obrolan itu terhenti saat mereka sampai di depan pintu. Baru saja Abian akan mengetuk pintu kayu berwarna coklat itu, seseorang sudah lebih dulu membuka pintunya dari dalam. Dia adalah Renata, ibu tiri Abian.

Wanita paruh baya itu berdiri sambil menatap Abian dari atas kepala sampai ujung kaki. Tidak ada yang berubah dari anak itu, sama seperti dulu. Pakaiannya juga masih sama, hanya kaos lengan panjang dengan celana jeans belang. Renata sedikit bersyukur melihat itu, setidaknya Abian tidak mendapatkan hidup lebih baik setelah menikah dengan Ayla.

Mata Renata menyipit saat menangkap sosok wanita yang berdiri di sebelah Abian. "Sini!" ajak Renata sambil menarik tangan Abian sedikit masuk ke ruang tamu. Sementara Ayla di tinggal di depan pintu.

"Ngapain kamu ajak dia kemari? Mau cari muka?! Mau di bilang anak rajin?! Kamu kan mau beres-beres rumah, gak perlu ajak dia!" bisik Renata sebal.

"Aku gak ngajak dia, Bik. Ayla sendiri yang maksa ikut," jawab Abian.

"Alesan! Udah, mending kamu suruh dia pulang! Saya gak mau dia nilai saya sebagai orang tua gak bener, karena udah nyuruh-nyuruh kamu," perintah Renata.

Baru saja Abian akan menjawab, tapi dia sudah keduluan oleh Ayla yang lebih cepat darinya. Ayla masuk dan mendekati mereka yang masih bicara berbisik.

"Kenapa, Bian?" tanya Ayla.

Abian terdiam seketika. Bingung harus menjawab apa. Di sisi lain, Renata terus menatapnya dengan sinis, memaksa ia untuk menyuruh Ayla pulang. Tapi di sisi lain, ia tidak mau Ayla pulang. Lagian ia tidak berhak menyuruh Ayla pulang. Jika memang Ayla harus pulang, itu juga harus atas kehendaknya sendiri.

"Buk, kenapa?" tanya Ayla pula pada Renata. Kini panggilannya pada Renata sudah berubah, jika dulu ia hanya memanggilnya dengan sebutan 'Tante' maka sekarang sudah menjadi 'Ibu', sama seperti panggilan Daniel.

"Gak ada apa-apa. Ya udah, Ibu mau pergi dulu," jawab Renata cepat, takut kalau Ayla curiga. "Abian, saya berangkat dulu. Kamu teh jangan lupa tugas kamu! Awas aja kalo sampe saya pulang rumah belum bersih, saya hukum kamu!" bisik Renata sebelum pergi.

Abian cuma mengangguk pelan. Baru kali ini ia melihat Renata bicara begitu, biasanya ia dengan senang hati koar-koar tanpa malu.

"Ibu kenapa? Kok aneh gitu," Ayla bertanda tanya.

"Gak tau. Udah ya, aku mau ke dapur dulu," pamit Abian.

Rumah berlantai satu itu memiliki tiga kamar tidur, satu ruang tamu, satu dapur dan dua kamar mandi. Tugas pertama yang akan Abian lakukan adalah mencuci piring. Tidak terhitung sudah berapa banyak piring yang belum di cuci. Mungkin sekitar tiga lusin piring dan satu lusin gelas.

Dengan senang hati, Abian memainkan sabun dan mencuci piring. Sebagian prabotan masak yang kotor juga ia cuci. Selesai mencuci piring, ia bergegas menyapu dan mengepel lantai yang sudah tak terhingga kotornya. Baru di tinggal beberapa minggu, rumah ini sudah seperti kapal pecah.

"Kamu ngapain, sih?"

Abian menoleh, melihat ke arah pintu dapur. Di sana ada Ayla yang melihatnya dari kejauhan. "Lagi nge-pel lantai," jawab Abian.

Ayla berjalan sambil menghentakkan kaki. "Iya, aku tau kamu lagi nge-pel. Maksud aku, kamu ngapain nge-pel lantai? Ini kan bukan tugas kamu, emangnya ibu kamu ngapain aja?"

"Gak papa, aku udah biasa kok. Lagian Bibik pasti capek, jadi gak masalah kalo aku harus bersihin rumah," ujar Abian.

Ayla yang melihat suaminya berpeluh keringat karena beres-beres rumah itu merasa iba. Bagaimana bisa ia diam saja melihat suaminya membersihkan rumah seorang diri? Istri macam apa dia? Seharusnya ia bisa membantu suaminya.

Sepintas wajah Renata lewat di pikirannya. Kenapa dia menyuruh Abian membersihkan seluruh isi rumah sendirian? Tidakkah dia sadar kalau itu cukup menguras tenaga?

"Biar aku bantu ya,"

"Jangan! Kamu duduk aja, nanti kamu capek," tolak Abian.

"Gak papa, aku bosen kalo cuma liatin kamu, mendingan aku bantuin kamu biar pekerjaannya cepet selesai,"

Abian yang tidak pernah bisa menolak keinginan Ayla itu terpaksa menuruti kemauannya. Ia membiarkan tangan halus Ayla bermain dengan pel dan kemoceng. Meski agak sedikit kagok, karena tidak terbiasa. Tapi lama-lama Ayla mulai senang, ia terlihat bahagia melakukan aktivitas bersama suaminya.

Dan tentu saja Abian merasa jauh lebih senang. Ayla memang bukan wanita sembarangan, dia terlalu istimewa untuk ditinggalkan. Sebenarnya kemana Daniel? Kenapa sampai sekarang dia tidak ada kabar juga, membuat Abian semakin risau.

Selesai membersihkan lantai, kini mereka beralih ke pakaian kotor. Dan ya! Sudah menumpuk pakaian kotor sekitar satu ember besar di kamar mandi. Abian sampai geleng-geleng kepala melihat tumpukan itu.

"Ayo, aku bantu!" ucap Ayla penuh semangat.

"Kamu gak capek? Istirahat aja dulu,"

Ayla menggeleng. "Nggak, aku mau istirahat bareng kamu," timpal Ayla.

Entah mengapa, mendengar kata terakhir yang terucap dari bibir Ayla tadi membuat Abian tersenyum sumringah. Meski senyum itu sekuat mungkin ia sembunyikan, tapi tetap bisa terlihat oleh Ayla. Perempuan berkulit putih itu mencolek pipi Abian dengan menggoda.

"Kenapa senyum-senyum?" tanya Ayla.

"Ng—nggak, gak papa. Ayo, mau bantu nyuci, kan?" Ayla mengangguk.

Bermain busa, sabun dan air membuat Ayla cukup lelah. Bosan dengan kegiatan yang tak kunjung selesai, membuat rasa jahil Ayla meningkat. Dengan iseng ia mencipratkan air ke wajah Abian.

Sontak hal itu membuat Abian mengerjap lucu. Sedangkan Ayla hanya terkekeh geli. Abian ingin membalas, tapi ia tidak tega untuk melakukan itu. Ia hanya diam dan kembali melanjutkan kegiatan mencuci baju.

Merasa di abaikan oleh Abian, membuat Ayla lagi-lagi mencipratkan air. Dan kali ini Abian tidak tinggal diam, dia membalas dengan memercikkan air ke wajah Ayla. Alhasil, mereka jadi main siram-siraman air sabun.

Untuk pertama kalinya, Abian melihat tawa riang Ayla yang membuatnya begitu bahagia. Begini kah rasanya bisa membahagiakan istri? Sungguh pengalaman yang menyenangkan. Untuk pertama kalinya, Abian bisa bercengkrama sedekat ini dengan wanita. Berada di satu kamar mandi yang sama, sambil bermain air dengan Ayla, membuat Abian merasa begitu berbeda.

"Abian," ucap Ayla seketika membuat gerakan tangan Abian yang sedang memercikkan air terhenti.

"Aku ... Aku mau hidup bahagia sama kamu," ucap Ayla lagi, dan kali ini membuat leher Abian tercekat.

Tidak ada jawaban lain yang keluar dari mulut Abian selain bungkam. Tidak tau harus jawab apa. Kenapa tiba-tiba Ayla ingin hidup bahagia dengannya? Apa dia sudah melupakan Daniel? Bagaimana jika Daniel kembali?

"Kamu mau kan, bahagiain aku?"

Ayla berkata sambil menggenggam tangan kanan Abian. Membuat Abian semakin tidak bisa berkata-kata lagi. Mulutnya terkunci. Tapi tatapan binar mata Ayla seakan menghipnotis Abian. Membuatnya tenang tanpa gugup seperti sebelumnya.

Entah sadar atau tidak, Abian menangkup kedua tangan Ayla dan menggenggamnya erat. Dengan senyum tipis menghiasi wajah tampannya, Abian mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Ayla. Dengan arti, bahwa ia siap membahagiakan Ayla.


Load failed, please RETRY

Cadeaux

Cadeau -- Cadeau reçu

    État de l’alimentation hebdomadaire

    Rank -- Classement Power Stone
    Stone -- Power stone

    Chapitres de déverrouillage par lots

    Table des matières

    Options d'affichage

    Arrière-plan

    Police

    Taille

    Commentaires sur les chapitres

    Écrire un avis État de lecture: C15
    Échec de la publication. Veuillez réessayer
    • Qualité de l’écriture
    • Stabilité des mises à jour
    • Développement de l’histoire
    • Conception des personnages
    • Contexte du monde

    Le score total 0.0

    Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
    Votez avec Power Stone
    Rank NO.-- Classement de puissance
    Stone -- Pierre de Pouvoir
    signaler du contenu inapproprié
    Astuce d’erreur

    Signaler un abus

    Commentaires de paragraphe

    Connectez-vous