Satu hari setelah mayat Lesti Nastion ditemukan, pada salah satu kafe di pusat kota Kembang. Fara yang berhasil lolos dari kejaran polisi semalam menghabiskan waktunya di kafe hingga siang hari.
Semalaman Fara menulis artikel-artikel tentang kasus bunuh diri Lesti untuk diterbitkan oleh redaksi Pikiran Masa. Berita yang Fara tulis membuat masyarakat Nusa cukup gempar. Calon sejarawan mitos merupakan aset penting bagi negara maupun guild. Setiap tahunnya di negara Nusa orang yang lulus sebagai sejarawan mitos kurang dari dua puluh orang.
Dua puluh orang ini nantinya akan diperebutkan oleh para guild, organisasi pemerintah, atau institusi lainnya. Kehilangan salah satu benih untuk masa depan tentu menjadi pukulan tersendiri bagi warga Nusa.
Fara melihat ke jalan depan kafe dari jendela di samping mejanya, beberapa mobil stasiun berita telah mulai terlihat lewat berjalan mengarah ke kosan Lesti. Fara melihat jam di tangannya menunjukan pukul sebelas siang. Kantornya memberitahu Fara kalau kepolisian akan mengadakan konferensi pers tepat jam satu siang, untuk mengumumkan hasil investigasi serta hasil autopsi dari kasus bunuh diri Lesti.
Tepat jam satu siang, di kantor kepolisian Kembang, para jurnalis dari berbagai portal berita telah berkumpul. Fara duduk di tengah-tengah kerumunan bersampingan dengan salah satu kenalannya.
"Kamu beruntung banget dapat beritanya duluan! Asal kamu tahu, tadi kita ke lokasi tapi semuanya ditutup. Informasi dari sekitar juga kayak sudah dibungkam. Dari artikelmu aku tahu ada tiga saksi yang menemukan korban, tapi tampaknya sekarang polisi merahasiakan identitas mereka. Aku curiga ada sesuatu di balik kasus kali ini."
"Jangan asal berasumsi, mending dengar dulu hasil investigasinya,"
"Far, boleh dong minta nama saksinya?"
"Enggak,"
"Satu aja!"
Fara melihat kenalannya yang sesama jurnalis dengan muka memelas, tapi Fara masih menggelengkan kepalanya. Kenalannya hanya bisa pasrah lalu memandang podium di depannya. Kepala investigasi dari kepolisian telah bersiap untuk memulai penjelasan.
Para jurnalis telah bersiap dengan tablet-tablet mereka baringkan di paha masing-masing. Mata semua jurnalis tertuju pada proyeksi layar dari tablet mereka, jari jemari telah bersiap untuk menekan keyboard di layar tablet. Ketika hasil investigasi disuarakan, jari-jari para jurnalis ini dengan cepat menulis informasi yang mereka tangkap.
Kepolisian telah menyimpulkan kalau kasus Lesti Nastion adalah murni kasus bunuh diri. Tidak ada jejak kekerasan di tubuh Lesti. Tidak ditemukan juga sisa obat atau racun dari tubuh korban. Jadi kemungkinan adanya tindak pidana bisa dihilangkan. Pada TKP juga tidak ditemukan adanya bukti keberadaan orang lain ketika korban menghembuskan nafas terakhirnya.
Polisi beranggapan kalau korban melakukan bunuh diri dikarenakan oleh stress yang terakumulasi sebagai mahasiswa sejarah dan ilmu mitos. Beberapa jurnalis bertanya tentang identitas orang yang pertama kali menemukan mayat. Polisi berdalih dengan alasan bahwa saksi tidak mau membeberkan identitasnya.
Konferensi berlangsung selama satu jam setengah. Fara yang telah selesai menulis dan mengirim artikelnya, tidak mengikuti jurnalis lain yang masih bergerumbul di depan podium.
"Far, ayolah kasih tahu satu aja, nanti aku traktir makan."
"Gak perlu, aku sudah dapat bonus dari bos, bye!"
Fara lalu berjalan cepat keluar gedung. Setelah mendengar penjelasan polisi Fara yakin kalau kasus ini memanglah bunuh diri, dari semua bukti dan dari yang ia lihat di TKP semalam, kalau tidak adanya ikut campur orang lain dalam kasus ini. Namun Fara merasa ada yang mengganjal di hatinya.
'Ada sesuatu yang kurang'
Fara meraih ponselnya lalu menelpon sahabatnya, Maya. Panggilan tidak lama tersambung, suara Maya terdengar dari earphone di telinga kanan Fara.
"Halo,"
"He-Ya Maya! Kamu sudah baca hasil autopsinya?"
"Sudah,"
"Apa betul ini hanya bunuh diri?"
"Kalau berdasarkan hasil autopsi, iya ini adalah bunuh diri. Tidak ada indikasi akan kekerasan terjadi sebelum korban meninggal."
"Apa kamu yakin? Aku merasa ada yang aneh pada kasus ini, belum lagi pernyataan adikmu semalam. Hmmm, sepertinya aku harus menemui adikmu lagi."
"Jangan bawa-bawa Bayu, aku peringatkan kau!"
"Ayolah May, aku hanya akan bertemu dan bertanya sedikit, tidak lebih. Aku butuh pentunjuk! Dan aku pikir adikmu memilikinya."
"Kenapa harus Bayu? Bukannya ada saksi lain? Atau bukankah sebaiknya kau pergi ke tempat Adi Hamerfid?"
"Adi Hamerdfid? Siapa tuh? Kenapa aku harus bertemu sama ini orang?"
Maya yang sedang berbaring di kamarnya tertegun sementara. Dari reaksi temannya, Maya merasa kalau polisi tidak membeberkan identitas Adi. Lalu Maya mengambil tablet dari meja di samping tempat tidurnya, kemudian dia mencari berita terbaru tentang kasus bunuh diri Lesti. Maya cukup terkejut ketika mendapati bahwa identitas saksi yang menemukan mayat juga disembunyikan.
Semalam Maya meminta pihak kepolisian untuk tidak mengungkapkan identitas Bayu ke publik. Namun yang tidak disangka oleh Maya adalah semua saksi dirahasiakan oleh pihak kepolisian.
'Sepertinya ada sesuatu dibalik kasus ini'
"May? Halo! May? Tes! Tes! Tes!,"
Terdengar suara Fara dari tempat tidurnya. Maya lupa kalau ponselnya masih terhubung dengan temannya.
"Maaf, tadi ada hal yang mau aku cek dulu."
"Oke tidak apa-apa, tapi tolong berikan aku alamat adikmu?"
"Nanti. Sekarang sebaiknya kamu mencari Adi Hamerfid. Pada hasil autopsi, walau tidak ada indikasi kekerasan, pernyataan polisi kalau tidak ada orang lain itu bohong. Dalam alat kelamin Lesti ditemukan cairan sperma yang cocok dengan DNA Adi Hamerfid. Kemungkinan besar Adi merupakan orang terakhir yang bertemu dengan korban sebelum bunuh diri,"
"…"
"Bye!"
Tut tut tut tut tut
Fara terdiam memproses perkataan Maya di telpon. Lalu dia mencoba mencari informasi tentang Adi Hamerfid di internet. Tidak membutuhkan waktu lama Fara sudah menemukan hal-hal tentang Adi. Avonturir kelas perunggu, jenius di universitasnya, alamat rumahnya, dan tentu identitasnya sebagai pacar Lesti. Setelah mengetahui hal-hal tersebut, Lesti langsung memesan mobil terbang dan pergi ke kantor pusat guild Hayam Mahkota.
***
Jalan Restu Kencana, kota Kembang.
Pukul empat sore dalam sebuah rumah yang bercat merah, Adi Hamerfid sedang menyantap makan malam sambil membaca berita lewat ponselnya. Setelah Adi sampai ke Kembang, dia tidak menyangka kalau mayat pacarnya baru saja ditemukan. Selama tiga hari terakhir Adi sengaja meninggalkan ponselnya di rumah, dikarenakan dia tidak mau terganggu oleh pers ketika mayat Lesti ditemukan.
Namun tidak ia duga kalau tubuh Lesti ditemukan sangat terlambat, ditambah lagi identitas tentang dirinya sebagai pacar korban pun tidak diekspos ke publik. Seketika Adi terbayang siluet kakaknya yang sedang berada di lain benua. Adi pun menyeringai diselingi tawa.
Menjelang senja, Adi mendengar suara bel dari depan rumahnya. Adi termenung sementara, lalu melihat kamera pengintai. Pada layar terpampang seorang perempuan dengan rambut sebahu diikat sedang mencermati pekarangan rumahnya. Pada leher perempuan tersebut tergantung sebuah kartu identitas, Adi memperbesar gambar di layar lalu ekspresinya mengeras setelah tahu kalau tamunya adalah seorang jurnalis.
Adi lalu pergi ke kamar mandi, kemudian meneteskan matanya dengan air di westafel hingga kedua matanya memerah. Setelah puas, Adi lalu berjalan ke pintu depan rumah dengan wajah suram.
Pada pekarangan rumah, Fara dengan seksama mencermati pekarangan rumah yang sudah tidak terurus. Rumput-rumput sudah setinggi betisnya, lalu terdapat beberapa kotoran kucing tampak sudah mengering, belum lagi ada juga potongan-potongan besi yang telah berkarat. Fara merasa kalau pemilik rumah tidak begitu rajin dan bersih.
Pintu depan terbuka, Fara melihat seorang laki-laki berdiri di pintu. Bagi Fara rupa lelaki itu termasuk tampan, dengan wajah bentuk segitiga dengan tulang pipi bersiku serta dagu runcing. Rambutnya panjang diikat kebelakang berwarna hitam pekat. Sepasang matanya yang cokelat itu terlihat memerah di putihnya. Badannya yang tampak atletis sekarang tampak lesu, kedua pundaknya agak turun.
Fara melihat lelaki di depannya masih mengisak tangis. Wajah Fara mulai berkerut, dia merasa kondisi lelaki di depannya kurang alami.
"Selamat sore, saya Fara Blairheel dari redaksi Pikiran Masa, boleh meluangkan waktunya sebentar?"
Adi yang masih berpura-pura mengisak tangis menundukan kepalanya. Kemudian dia mempersilahkan Fara untuk masuk.
"Adi, apa benar anda adalah pacar dari Lesti Nastion yang ditemukan bunuh diri kemarin?"
"Iya benar" jawab Adi dengan nada lemas.
"Kapan terakhir kali kalian berdua bertemu? Lalu bagaimana perasaan anda saat ini?"
Mendengar pertanyaan itu Adi mulai menjelaskan kalau mereka terakhir bertemu sekitar lima atau enam hari yang lalu. Adi berdalih kalau dirinya kini sedang sibuk memulai karir sebagai avonturir, sehingga melalaikan tanggung jawabnya sebagai pacar. Dia tidak menyangka kalau pacarnya akan bunuh diri. Sekarang dia merasa sangat sedih, terpukul dan merasa bersalah dengan kepergian perempuan tercintanya.
Fara yang mendengar penjelasan Adi merasa kalau situasi ini adalah pertama kalinya dia melihat orang berbohong dengan gampangnya.
"Menurut anda apa benar kalau korban bunuh diri karena stress?"
"Kurasa itu memungkinkan. Lesti pernah curhat kalau dia merasa tertekan karena ekspektasi tinggi terhadap dirinya. Namun apa daya, seorang calon sejarawan mitos seperti dia ditunggu bukan hanya oleh keluarga, tapi oleh negara bahkan dunia. Mungkin itu yang membuatnya stress."
"Kalau memang begitu, bukankah semua mahasiswa sejarah dan ilmu mitos mengalami hal yang sama?"
"Iya, tapi bukankah semua orang berbeda-beda?"
Kedua orang saling bertanya jawab hingga setengah jam ke depan, sebelum Fara memutuskan untuk mengakhiri wawancaranya. Fara berpikir kalau terlalu banyak kebohongan yang diutarakan oleh lelaki di depannya. Sebelum pergi, Fara sudah menyiapkan pertanyaan terakhir.
"Pertanyaan terakhir, di awal anda menjelaskan kalau kalian terakhir bertemu lima hari yang lalu, apakah itu benar?"
"Iya," konfirmasi Adi agak bingung karena Fara mengulang pertanyaan yang sama.
"Kalau begitu, mengapa terdapat sperma anda di dalam tubuh Lesti? Kalau kalian bertemu lima hari yang lalu, bukankah Lesti sudah membersihkan sisa kegiatan kalian berdua."
Adi tertegun. Sekelibat rasa takut menyalip di wajahnya.
'Bagaimana dia tahu? Hasil autopsi harusnya sudah dihapus oleh pihak kakakku. Seharusnya sudah tidak ada bukti tentang keberadaanku! Bagaimana dia tahu?!'
Fara yang melihat raut muka Adi yang mulai cemas menyeringai di hatinya. Sekarang Fara yakin kalau Adi memiliki andil dalam kasus bunuh diri Lesti. Fara hanya tinggal mencari tahu apa andil itu dan mencari buktinya. Fara kemudian melihat Adi membuka mulutnya,
"Mungkin dia tidak mandi sama sekali,"
'Psst!'
Mendengar itu Fara menahan ketawa dalam hatinya. Fara memaksakan senyum pada bibirnya lalu menyetujui pernyataan Adi. Fara merasa kalau perbincangan mereka dilanjutkan hanya akan timbul dialog-dialog bodoh. Fara juga tidak bisa memaksa Adi untuk berterus terang, karena orang di depannya adalah seorang avonturir. Dia cuma bakal cari mati kalau orang di depannya terus ditekan.
Merapihkan barang-barangnya Fara berpamitan. Adi yang tinggal sendiri di rumah masih bertanya-tanya bagaimana Fara mengetahui hasil autopsi yang sebenarnya. Adi berpikir untuk menghubungi kakaknya, namun niatnya diurungkan.
Pada akhir wawancara Adi merasa kalau Fara tidak menekannya untuk menjawab hasil autopsi. Adi merasa kalau Fara cukup pintar untuk menghindari masalah. Dia rasa Fara tidak akan memberitakan kejanggalan hasil autopsi kepada publik.
"Kalaupun dia mengeksposnya, aku tinggal kasih tahu kakakku,"
***
Beberapa hari setelah Fara mewawancarai Adi. Wartawan lain juga mulai bermunculan di depan rumah Adi.
Adi selalu tampak sedih dan lesu menceritakan tentang hubungannya dengan Lesti. Cerita Adi membuat orang-orang bersimpati padanya. Adi mempertontonkan dirinya sebagai seorang pacar yang patah hati. Lalu mengumbar cerita cinta mereka selama dua tahun terakhir.
Publik lalu dibuat terharu ketika Adi bertemu dengan keluarga Lesti yang jauh datang dari kota Melayu Deli. Adi dan kedua orang tua Lesti saling berpelukan, membagi isak tangis di antara mereka. Adi lalu mempersilahkan keluarga Lesti untuk menetap di rumahnya.
Selama tiga hari ke depan Adi beserta keluarga Nastion mempersiapkan kremasi tubuh Lesti. Setelah proses kremasi selesai dan abu Lesti diterima oleh pihak keluarga, Adi membelikan tiket pulang untuk kedua orang tua Lesti.
Kota Melayu Deli berada di pulau Sumatera, sehingga satu-satunya jalan pulang bagi keluarga Nastion adalah jalur udara. Pada masa kini area luar tembok kota merupakan area yang berbahaya. Bagitu pula dengan area udara. Untuk terbang antar pulau, pihak bandara harus menyewa avonturir kelas perak hingga avonturir kelas emas untuk menjaga keselamatan penumpang. Harga sewa para avonturir ini tentu tidaklah murah.
Bapak dan Ibu Nastion sangat berterimakasih terhadap Adi yang telah membantu mereka. Mereka bertiga kembali berpelukan di dalam bandara ditonton oleh banyak orang dan wartawan. Bapak dan Ibu Nastion pun pergi kembali ke kota asal mereka.
Sebelum pulang Adi meluangkan waktunya untuk diwawancara oleh para jurnalis di bandara. Berbicara tentang kehidupan dia dan orang tua Lesti selama tiga hari terakhir. Adi juga tidak lupa untuk menyambut fans-fans barunya yang bertambah akibat kasus ini.
Salah satu penggemarnya bahkan memberikan Adi satu gelas lemon dingin padanya. Adi tersenyum pada fan itu lalu meminumnya dengan nikmat. Setelah habis penggemar itu meminta kembali gelas plastik bekas minumnya. Penggemarnya berkata kalau dia akan menganggap gelas itu sebagai harta karunnya.
Adi begitu tersanjung mendengar itu, senyumnya melebar lalu ia peluk penggermarnya dan memberikan ciuman di pipi. Fans lainnya merasa iri, dan penggemar itu pun lalu lari menjauh dengan wajah yang tampak tersipu.
Adi merasa puas dengan reaksi yang dia dapatkan. Dalam hatinya Adi tertawa mencemooh orang-orang di depan yang tertipu oleh aktingnya. Tanpa tahu hasil autopsi secara keseluruhan, orang-orang di hadapannya percaya kalau dia tidak memiliki andil terhadap kasus bunuh diri pacarnya. Adi juga merasa ragu dan senang dengan tindakan Fara. Sebagai satu-satunya orang yang ia anggap tahu kebenaran akan dirinya, Adi merasa puas dengan sikap yang Fara memilih untuk tidak mengeksposnya. Namun Adi juga agak ragu dan cemas meninggalkan satu orang ini. Dia mulai berpikir untuk melenyapkan Fara selamanya.
Tidak jauh dari kerumunan, seorang perempuan menggerutu dalam hatinya. Perempuan itu adalah Fara Blairheel. Sudah hampir seminggu dia membuntuti Adi, tapi dia tidak kunjung mendapat petunjuk maupun bukti. Fara memandangi kerumunan lalu menganggap orang-orang itu layaknya domba yang sedang digembala Adi.
Mencermati prilaku Adi selama hampir seminggu, Fara semakin yakin kalau Adi memiliki andil dalam keputusan Lesti untuk bunuh diri. Bahkan Fara berpikir kalau Adi bisa jadi adalah orang yang membunuh Lesti. Tingkah laku Adi bagi Fara tampak begitu palsu. Tapi tanpa adanya bukti, Fara hanya bisa menunggu.
***
Pada sebuah gang yang terisolasi dari keramaian kota Kembang. Sekitar sepuluh menit berjalan dari bandara. Seorang lelaki sedang duduk di atas batu besar di ujung gang. Lelaki tersebut sedang membaca buku dengan sampul cokelat berjudul 'Adi Hamerfid'.
Lelaki itu adalah Bayu. Dia mengenakan kaos putih polos yang dibalut oleh jas single breasted hitam serta celana bahan berwarna hitam. Kedua tangannya memakai sarung tangan putih dan dikakinya ia memakai sepatu pantofel dengan warna merah gelap. Bayu sedang membaca di atas batu, dengan wajah yang tertutupi oleh topeng Panji.
Dari arah muka gang, Bayu mendengar suara langkah kaki berjalan ke arahnya. Tidak lama seorang perempuan datang ke hadapannya. Perempuan itu adalah perempuan yang tadi di bandara menawarkan air lemon kepada Adi Hamerfid. Perempuan tersebut sebenarnya merupakan seorang avonturir kelas perunggu yang mengambil misi dari Bayu. Perempuan itu bernama Najia.
Bayu menerima eco bag dari Najia. Di dalam tas itu terdapat bekas gelas yang diminum oleh Adi.
"Sudah kukirim uang ke guildmu,"
Najia mencermati pria bertopeng yang duduk santai di atas batu. Baginya ini adalah pertama kalinya dia menemukan misi yang sangat mudah dan sederhana. Awalnya dia menerima misi hanya karena misi ini tampak mudah dan bisa menambah uang jajannya. Namun setelah dia bertemu dengan kliennya tadi pagi, barulah Najia merasa kalau dia telah mengambil misi yang salah.
"Oke, terima kasih. Tapi, sungguh kamu ini siapa? Dan untuk apa sampah itu?"
"Lebih baik anda tidak tahu. Terkadang mengabaikan sesuatu akan menyelamatkan nyawamu,"