Télécharger l’application
6.31% The Dangerous Love Zone / Chapter 12: The Dangerous Love Zone - 09

Chapitre 12: The Dangerous Love Zone - 09

Juza yang baru saja sampai dirumah setelah selesai menjalankan tugasnya sebagai seorang ketua gangster mengerutan dahinya heran melihat Azami yang akan berjalan keluar rumah padahal satat jam di pergelangan tangannya menunjukan pukul tiga dini hari.

Juza yang melihat Yuta baru saja keluar dari mobil segera memanggil pria itu.

"Yuta-kun."

Yuta yang namanya dipanggil oleh Juza pun langsung berjalan menghampiri bosnya.

"Ya, Juza-san. Ada apa?"

Juza mengangkat jari telunjuknya mengarah pada pintu gerbang rumahnya, dimana Azami sedang berbicara dengan Julian dan Reki.

"Kau ikuti kemana Azami-kun pergi dan segera berikan informasinya kepadaku."

Yuta menganggukan kepalanya mengerti, lalu berjalan menyusul Azami yang kebetulan sudah pergi meninggalkan rumah.

Juza yang melihat Yuta sudah pergi menyusul Azami pun berjalan memasuki rumahnya. Dirinya masih harus mengurusi beberapa hal terkait pertemuannya hari ini dengan salah satu perusahaan yang ingin bekerja sama dengan dirinya.

Saat kakinya menapaki lantai dua, Juza menolehkan kepalanya kearah kamar milik Yuri dimana pintu kamar milik gadis itu sedikit terbuka dan terlihat cahaya lampu kamar yang menyala.

Dirinya mendapatkan informasi dari para rekannya jika selama Yuri tinggal dirumahnya, gadis itu memang tidak pernah mengunci pintu kamarnya saat sedang tidurkarena sedikit merasa takut jika berada dikamar seorang diri.

Dirinya hanya bisa menggelengkan kepala mendengar fakta itu. Dirinya tidak habis fikir mengapa gadis itu lebih mementingkan rasa takut tertidur dikamar seorang diri dari pada keamanannya dirumah ini yang mayoritas dihuni oleh para pria.

Meski Juza berani jamin para rekannya tidak akan ada yang berani melakukan hal yang aneh, karena jika dirinya mengetahui ada salah satu rekannya yang melakukan hal aneh dirumah ini maka orang tersebut akan mendapatkan hukuman yang setimpal.

Juza yang sudah selesai membersihkan dirinya pun, berjalan menuju sofa kamarnya untuk mengerjakan tugasnya sebagai seorang ketua gangster.

Tok.. Tok.. Tok..

Ceklek..

Juza yang mendengar pintu kamarnya di ketuk pun menolehkan kepalanya kearah pintu kamar dan mendapati sosok Yuri sedang berdiri di depan pintu kamarnya dengan membawa sebuah bantal guling di tangannya.

"Paman." Panggil Yuri dengan suara parau sehabis bangun tidur.

Juza meletakan laptopnya keatas meja lalu berjalan menghampiri Yuri yang sedang berjalan menuju kearahnya.

"Ada apa Yuri-chan?" Tanya Juza saat dirinya sudah berada di hadapan Yuri.

"Aku tidak bisa tertidur lagi. Niichan juga tidak ada di kamarnya." Jawab Yuri dengan nada manjanya dan menyandarkan kepalanya pada pundak Juza.

Juza yang melihat itu pun langusung membawa tubuh Yuri kedalam gendongannya dan berjalan menuju tempat tidurnya.

"Azami-kun sepertinya sedang pergi keluar." Ujar Juza setelah membaringkan Yuri diatas tempat tidurnya.

"Ya, niichan selalu berolahraga pagi-pagi sekali." Balas Yuri menatap Juza yang berjalan menuju tempat tidur sambil membawa sebuah laptop dengan sorot mata sayu nya.

"Begitu rupanya. Meski ini adalah kawasan asing." Gumam Juza dan memposisikan punggungnya bersandar pada kepala tempat tidur.

"Paman." Panggil Yuri lagi dan direspon dehaman oleh Juza.

"Kamarku saat ini terlalu besar dan lagi terlalu banyak ruang kosong. Aku merasa takut jika tidur sendiri."

Yuri menghela nafasnya panjang. "Aku ingin sekali tidur dengan niichan, tetapi niichan selalu menyuruhku untuk mencoba tidur sendiri."

Juza menganggukan kepalanya, menyetujui apa yang disuruh oleh Azami. "Azami-kun benar. Saat ini kau sudah cukup besar untuk tidur masih ditemani dengan anggota keluarga mu."

Yuri mencebikan bibirnya sebal. "Tapi aku takut paman. Biasanya ibu selalu menemani ku sampai aku tertidur pulas. Tapi karena ibu tidak ada, tidak ada yang menemaniku tidur."

"Niichan hanya menemaniku sebentar, tidak sampai aku benar-benar terlelap."

Juza memilih tetap diam mendengarkan apa yang dikatakan oleh Yuri.

"Sebenernya aku tidak ingin merepotkan niichan, karena niichan saat ini harus bekerja lebih keras lagi untuk merawat ku."

Juza melirikan matanya kearah Yuri yang masih belum tertidur.

"Kenapa kau tidak berbicara langsung kepada Azami-kun jika kau ingin ditemani sampai kau tertidur pulas?" Tanya Juza yang langsung direspon gelengan kepala oleh Yuri.

"Niichan pasti akan menolaknya dan memberi nasihat jika aku sudah besar dan aku harus bisa mengatasi masalah ku seorang diri."

Juza mengerutkan dahinya. Menurut dirinya Azami bukanlah tipe seorang kaka yang akan menolak permintaan adik perempuannya. "Kakak mu tidak akan menjawab seperti iu."

Yuri mengangkat kepalanya untuk melihat kearah Juza yang sorot matanya fokus menatap laptop.

"Niichan pasti akan berkata seperti itu. Aku pernah memintanya untuk menemaniku saat kedua orang tua kami sedang berada diluar kota. Tetapi niichan berkata seperti itu sebelum pergi keluar dari kamar ku." Ucap Yuri dengan nada sebal jika mengingat kejadian saat Azami mengatakan hal seperti itu kepadanya.

"Mungkin saat itu Azami-kun sedang lelah." Balas Juza seadanya.

Yuri yang mendengar perkataan Juza terdiam sesaat dan mencoba mengingat lebih detail kembali keadaan saat dia meminta Azami untuk menemani dirinya.

"Hmm, ya mungkin kamu benar paman. Waktu itu jika aku tidak salah ingat, niichan baru pulang setelah mengerjakan projek desain bersama teman-temannya."

Juza menganggukan kepalanya pelan. "Nanti sore coba kau bertanya lagi kepada Azami-kun. Dia pasti akan menyetujui untuk menemanimu sampai kau tertidur pulas."

"Ya semoga." Gumam Yuri yang kini mulai memejamkan matanya.

"Ehm, paman." Panggil Yuri lagi yang hanya direspon dehaman oleh Juza.

"Apa aku boleh meminta paman untuk mengusap puncak kepalaku sampai aku tertidur pulas?" Tanya Yuri dengan kedua mata yang masih terpejam.

Juza menolehkan kepalanya kearah Yuri yang sudah memejamkan matanya lalu mendengus geli.

"Baiklah. Paman akan mengusap puncak kepalamu." Jawab Juza dengan seulas senyum kecil terpatri di wajahnya.

Sebelah tangan Juza kini berada di puncak kepala Yuri dan mengelusnya dengan perlahan.

Melihat Yuri yang sedang mencoba untuk kembali tertidur dengan puncak kepala yang diusap lembut olehnya, mengingatkan Juza kembali saat Goshi masih seusia Yuri dan meminta dirinya untuk mengusap puncak kepala adik laki-lakinya tersebut.

"Sepertinya semua anak kecil seusia ini selalu meminta kepalanya diusap sebelum tidur."

***

Masaki yang baru saja selesai mengecek stok persediaan bahan baku didapur, menghela nafas panjang saat menyadari jika stok telur ayam tersedia di kafe sangat menipis. Sedangkan jadwal pengiriman paket stok telur ayam di kafe mereka akan dilakukan setiap satu bulan sekali di tanggal akhir periode berjalan.

Hiro dan Ichiro yang melihat Masaki menghela nafas panjang mengerutkan dahi mereka dan saling melemparkan tatapan heran pada satu sama lain.

"Masaki-kun, ada apa?" Tanya Ichiro terlebih dulu.

"Ini gawat Ichiro-san, Hiro-san. Stok telur ayam kita mulai menipis. Sedangkan pengiriman paket stok telur ayam baru akan dikirim lima belas hari lagi." Jawab Masaki menjawab rasa heran Hiro dan Ichiro.

"Kalau begitu, mengapa tidak kita beritahu Goshi-kun? Nati biar dia yang akan menghubungi rumah produksi telur ayam." Ujar Hiro memberikan saran kepada Masaki dan Ichiro.

"Goshi-san pernah berkata, jika rumah produksi telur ayam hanya akan melayani pesanan sesuai dengan jadwal yang sudah di sepakati diawal saja. Diluar jadwal mereka tidak akan melayani permintaan konsumen." Sahut Masaki dengan nada frustasi.

Hiro dan Ichiro kembali melayangkan tatapan mereka pada satu sama lain.

"Jika begitu, mau tidak mau kita harus membeli terlebih dulu di minimarket atau supermarket. Itu pasti akan sangat memakan pendapatan kafe, karena perbedaan harga yang cukup jauh."

Ichiro dan Masaki menyetujui apa yang dikatakan oleh Hiro. Meski mereka tahu baik Goshi maupun Juza tidak akan pernah merasa keberatan akan hal itu demi membuat para pelanggan mereka puas.

Tetapi tetap saja, mereka sudah membuat target untuk memperkecil pengeluaran kafe untuk mengadakan wisata liburan bersama semua karyawab kafe.

"Baiklah, ini akan aku tanyakan terlebih dulu pada Goshi-san. Mungkin dia memiliki pendapat dan solusi lain?"

Hiro dan Ichiro mengangkat kedua bahu mereka acuh. "Ini terjadi karena Tenma-kun sangat ahli dalam membuat makan dengan berbahan baku telur ayam."

Ichiro terkekeh pelan. "Kau benar. Aku berdoa agar para pelanggan yang menyukasi masakan olahan telur ayam Tenma-kun tidak menderita penyakit bisul."

Masaki yang mendengar perkataan mengejek Ichiro berusaha untuk menahan tawanya. Sedangkan itu berbeda dengan Hiro yang sudah tergelak geli.

"Aku berharap mereka tidak akan meminta ganti rugi pada kita. Jika itu sampai terjadi, rencana wisata kita akan kacau."

"Hah, jangan sampai itu terjadi. Karena saat-saat seperti ini lah kita semua membutuhkan wisata bersama." Desah Hiro sambil menggelengkan kepalanya dramatis.

"Hiro-san, Ichiro-san, apa kalian membutuhkan bahan olahan lain? Jika ada aku akan melakukan list bersama dengan permintaan telur ayam. Tetapi jika tidak ada, maka aku hanya akan memberitahu Goshi-san perhal stok telur ayam."

Ichiro dan Hiro kompak menggelengkan kepala mereka bersamaan. "Tidak ada."

"Nanti jika sudah ada, kami akan meminta langsung kepada Goshi-kun."

Masaki menganggukan kepalanya mengerti, lalu berjalan keluar dari dapur menuju lantai dua dimana ruangan kerja milik Juza dan Goshi berada.

Sedangkan itu ditempat khusus barista, terlihat Azami yang sedang membersihkan meja bar bersama Kazunari dan Naoki yang tengah menyusun gelas-gelas.

"Azami-kun, bagaimana pendapatmu menjadi seorang waiter di kafe milik Juza-san ini?"

Azami yang mendapat pertanyaan dari Kazunari pun menghentikan kegiatannya dan kini menolehkan kepalanya kepada sang barista kafe.

"Ini adalah hari kedua ku bekerja disini. Menurutku cukup menguras tenaga, karena kemarin hari pertama ku bekerja, kafe mendapatkan banyak pelanggan."

Kazunari meganggukan kepalanya. "Tapi apa menurutmu, kamu akan bertahan lama bekerja disini?"

"Aku harap aku dapat bertahan bekerja di kafe ini sampai hutang ku pada Juza-san dapat terbayarkan." Jawab Azami yang membuat Naoki menatapnya heran.

"Memang kau terlibat hutang dengan Juza-kun?"

Azami menganggukan kepalanya. "Ya, tentu saja aku harus mengganti uang milik Juza-san yang dikeluarkan untuk merawat Yuri, biaya operasi dan rawat inap rumah sakit ku, lalu biaya aku dan Yuri yang menetap sementara dirumah kediaman Juza-san sampai aku bisa melunasi semua hutang ku."

Naoki terkekeh pelan. "Kau tahu bukan Azami-kun, jika Juza-san sama sekali tidak mempermasalahkan itu. Meski kau tidak berniat untuk menggantinya."

Azami kembali menganggukan kepalanya. "Tapi tetap saja, aku merasa itu semua harus di gantikan."

Kazunari mengulaskan senyum diwajhanya. "Kau orang yang baik Azamai-san."

"Tidak, aku bukan orang yang baik. Aku hanya membalas apa yang sudah dilakukan oleh Juza-san kepada ku."

Naoki melirik Kazunari dengan sorot mata penuh makna. Kazunari yang mengerti maksud dari lirikan mata Naoki pun menganggukan kepalanya.

"Azami-kun? Apa kau sedang sibuk?"

Azami yang merasa dirinya di panggil pun langusung menolehkan kepala keasal suara, dimana dirinya melihat Goshi sedang berjalan kearahnya.

"Goshi-san. Tidak, apa ada yang bisa ku bantu?" Tanya Azami pada Goshi.

"Apa aku boleh minta bantuan mu untuk pergi ke minimarket untuk membeli beberapa kotak telur ayam?"

Dengan cepat Azami menganggukan kepalanya. "Tentu. Berapa kotak yang harus aku beli Goshi-san?"

"Untuk persediaan sampai akhir bulan sepertinya membeli lima belas kotak cukup."

Goshi mengulurkan beberapa lembar uang kepada Azami.

"Apa hanya itu saja?" Tanya Azami memastikan.

"Ya, para chef hanya memesan itu saja." Jawab Goshi dengan melirikan mata kearah dapur.

"Baiklah. Kalau begitu aku akan pergi sekarang."

Goshi menganggukan kepalanya merespon perkataan Azami.

Setelahnya Azami pun berjalan keluar dari kafe tanpa melepaskan apron kerjanya.

"Apa yang sedang kalian bicarakan dengan Azami?" Tanya Goshi pada Kazunari dan Naoki.

"Hanya perbincangan ringan di sela-sela pekerjaan." Jawab Naoki yang di setujui oleh Kazunari.

"Goshi-kun. Syukurlah kau belum pergi untuk membeli telur!"

Goshi, Naoki dan Kazunari yang melihat Hiro berjalan tergesa menghampiri mereka.

"Ada apa Hiro-san?" Tanya Goshi saat Hiro sudah berdiri di depannya.

"Aku ingin sekalian menambahkan Nori kedalam list belanja mu hari ini. Karena stok yang kita miliki tersisah sedikit." Jawab Hiro yang membawa tempat penyimpanan nori.

"Hmm, tapi aku sudah menyuruh Azami-kun untuk membeli stok telur ayam kita." Ujar Goshi yang direspon helaan nafas Hiro.

"Ah, bagaimana jika kita hubungi Azami-kun untuk membeli nori juga?" Tanya Naoki mengusulkan sarannya.

"Apa kau memiliki nomor ponsel Azami-kun, Nao-san?" Tanya Kazunari kembali pada Naoki.

"Eh, itu. Aku tidak memilikinya. Mungkin, Goshi-kun punya?" Tanya Naoki lagi yang kali ini tatapannya mengarah pada Goshi.

"Aku baru ingat jika Azami-kun tidak memiliki ponsel setelah perampokan itu." Jawab Goshi yang membuat Naoki, Kazunari dan Hiro menghela nafas kecewa.

Klining..

Mendengar suara pintu kafe yang terbuka, membuat mereka berempat menolehkan kepala bersamaan dan mendapati sosok Juza yang baru saja memasuki kafe.

"Ah, Selamat datang Juza-kun." Sapa Naoki pertama kali dan dilanjutkan dengan Goshi, Kazunari dan Hiro yang membungkukan badan memberi hormat.

Juza membalas sapaan Naoki dan yang lainnya dengan menganggukan kepalanya.

"Ada apa? Mengapa kalian berkumpul disini?"

"Kami sedang membicarakan stok bahan baku yang tersisah di kafe, Juza-san." Jawab Hiro yang disetujui oleh Goshi dan Naoki.

"Benar, tadi aku menyuruh Azami-kun untuk membeli bebrapa paket telur ayam untuk stok sementara sampai jadwal pengiriman tiba. Tetapi Hiro-san baru saja datang mengabari jika stok nori kita juga sudah menipis." Sambung Goshi dan Hiro pun menunjukan tempat penyimpanan nori yang dirinya bawa.

"Bukankah kalian hanya tinggal menghubungi Azami untuk sekalian membeli nori?" Tanya Juza lagi yang membuat Goshi, Naoki dan Hiro saling melemparkan tatapan meringis pada satu sama lain.

"Ehm, itu akan mudah dilakukan jika Azami-kun memiliki ponsel. Tetapi saat ini dirinya tidak memiliki ponsel bukan? Setelah perampokan itu." Jawab Kazunari membuat Juza terdiam sesaat.

"Baiklah, jika begitu aku yang akan menyusulnya." Ucap Juza yang berhasil membuat Goshi, Kazunari dan Naoki membulatkan mata terkejut.

"Tidak perlu, Niisan! Kurasa, aku saja yang akan pergi menyusul Azami untuk membeli persediaan nori." Ujar Goshi membuat Juza, Kazunari dan Naoki menatap kearahnya.

"Kalau begitu aku pergi dulu." Ucap Goshi cepat dan setelahnya berlalu meninggalkan kafe, membuat Juza, Kazunari dan Naoki menatap kepergiannya dalam hening.


Load failed, please RETRY

Cadeaux

Cadeau -- Cadeau reçu

    État de l’alimentation hebdomadaire

    Rank -- Classement Power Stone
    Stone -- Power stone

    Chapitres de déverrouillage par lots

    Table des matières

    Options d'affichage

    Arrière-plan

    Police

    Taille

    Commentaires sur les chapitres

    Écrire un avis État de lecture: C12
    Échec de la publication. Veuillez réessayer
    • Qualité de l’écriture
    • Stabilité des mises à jour
    • Développement de l’histoire
    • Conception des personnages
    • Contexte du monde

    Le score total 0.0

    Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
    Votez avec Power Stone
    Rank NO.-- Classement de puissance
    Stone -- Pierre de Pouvoir
    signaler du contenu inapproprié
    Astuce d’erreur

    Signaler un abus

    Commentaires de paragraphe

    Connectez-vous