LUZ COMPANY
Dubai, Uni Emirat Arab
11.15
Calvino sedang duduk dikursi kebesarannya. Dia terlihat fokus memeriksa berbagai laporan yang telah Aiden berikan. Hm, senyuman dibibir kian mengembang ketika semua berjalan sesuai dengan yang dia rencanakan. Good job, Aiden. Guman Calvino dalam hati.
"Aiden, ke ruangan saya sekarang!" Panggilnya. Dan tak berselang lama yang dipanggil pun sudah membungkuk dihadapannya. "Iya, Sir."
"Jam berapa kedatangan, Mr. Kafeel?"
"Sore ini, Sir."
"Siapkan jamuan terbaik!" Perintahnya pada Aiden.
"Baik, Sir. Saya Permisi." Ucapnya sembari membungkukkan badan.
Setelah kepergian Aiden. Calvino kembali berkutat dengan layar laptop, dan entah sudah berapa lama tenggelam ke dalam pekerjaan hingga panggilan dari Kenan membuat fokusnya terbagi.
"Berita apa yang ingin kau sampaikan, Kenan? Cepat katakan!"
"Nona, telah mengerahkan anak buahnya dibawah pimpinan Sean untuk menyerang tunangan dari, Ms. Kiara."
"Apa?" Tanya Calvino dengan rasa tak percaya.
"Betul, Sir. Nona, bergerak tanpa membicarakan hal ini terlebih dulu. Dan tunangan dari Ms. Kiara, berniat ingin membalaskan dendam atas perlakuan, Nona."
"Tunggu dulu, Kenan. Siapa itu, Kiara? Dan ... apa hubungannya Ms. Earl dengan, Kiara?"
"Ms. Kiara, sahabat sekaligus rekan kerja Nona di Grand Pierce Hotel."
"Kenan, bukan itu maksud saya. Coba jelaskan secara terperinci apa hubungan Ms. Earl dengan semua ini sehingga dia mengerahkan anak buahnya untuk menyerang tunangan dari, Ms. Kiara?"
"Nona, ingin menyelamatkan Ms. Kiara dari skandal besar, Sir."
Calvino langsung menyipitkan matanya hingga keningnya berkerut. "Skandal besar?"
"Betul, Sir."
Tidak mau terhimpit ke dalam tanda tanya besar, dia pun langsung menanyakan secara terperinci akan skandal besar tersebut. Dan penjelasan dari Kenan telah membuat darahnya mendidih seketika. Satu hal yang tidak bisa Calvino terima bahwa saudara kembarnya yang super keras kepala itu selalu saja melibatkan diri ke dalam bahaya. Diusapnya wajahnya dengan kasar, dan bersamaan dengan itu langsung menghubungi Calista.
"Iya, Kak." Jawab seseorang dari seberang sana.
"Sudah berapa kali Kakak sampaikan ke kamu, berhenti ikut campur ke dalam masalah orang lain. Ingat ya Earl, hingga saat ini Jozh - mantan Suami-mu - masih berkeliaran bebas diluaran sana dan kau ... kau selalu saja menyeret dirimu ke dalam bahaya."
"Apa maksud, Kak Calvin? Memancing bahaya apa, Kak?"
"Jangan kau pikir bahwa semua yang kau lakukan luput dari pengawasan Kakak dan juga, Papa."
Jadi, Kak Calvin tahu bahwa aku sedang membantu Kiara menyelesaikan masalahnya? Oh My God, bagaimana ini? Gumam Calista dalam hati.
"Kenapa diam? Apa yang akan kau jelaskan, hah?" Tanya Calvino bernada sarkastik.
Calista tampak memutar bola matanya. Dia coba berfikir alasan apa yang akan dia berikan kepada sang kakak. Namun, alasan apapun akan percuma mengingat semua aktivitasnya tak pernah luput dari pantauan keluarga Kafeel. Akhirnya tidak ada pilihan lain selain berkata jujur, dan hal itu membuat Calvino murka.
Kalau sudah seperti ini, apa Calista takut? Tentu saja. Siapa yang berani menghadapi kemarahan seorang Calvino Luz Kafeel, yang terkenal dengan tingkat emosi terburuk.
"Dengarkan Earl dulu, Kak. Earl, tidak bisa diam saja melihat seorang wanita ditindas, terlebih wanita itu adalah sahabat Earl sendiri."
"Masalah yang dia hadapi saat ini akibat dari kesalahannya sendiri, Earl. Jadi, berhentilah ikut campur!"
"Terserah apa kata Kak Calvin, yang jelas Earl tidak bisa tinggal diam. Dengar ya Kak, naluri Earl sebagai sesama wanita merasa terpanggil dan Earl tidak bisa membiarkan wanita lain ditindas, terlebih oleh lelaki yang tidak bertanggung jawab."
"EARL!" Bentak Calvino dengan suara meninggi hingga Calista pun menjauhkan ponselnya sejenak.
"Berhenti ikut campur ke dalam masalah ini atau Kakak lenyapkan sahabat mu yang bernama Kiara itu." Ancam Calvino, dan bersamaan dengan itu langsung mematikan sambungan telepon.
Saat ini Calvino terlihat sedang mengusap kasar wajahnya sembari menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi. Ditatapnya langit - langit ruangan berteman dengan pikiran yang melayang jauh memikirkan Calista.
Tidak mau sampai lengah hingga keselamatan Calista terancam, Calvino langsung memberi perintah pada Kenan untuk menjauhkan Calista dari wanita bernama Kiara tersebut. Sialnya, wanita itu malah tinggal di apartement Calista. "Shittttt, selalu saja cari masalah." Umpat Calvino berpadukan dengan rahang mengeras. Jika Jozh saja masih sangat sulit dilumpuhkan. Kini, malah ditambah dengan masalah baru yang Calista timbulkan.
"Dasar kepala batu!" Umpatnya lagi sembari memukulkan tangannya ke dinding.
Dan disaat sedang terhimpit ke dalam lautan emosi, ponselnya berdering menampilkan nama Lenata.
"Iya, sayang. Tumben banget menghubungi di jam segini." Nada suaranya terdengar biasa hingga Lenata pun tidak menyadari bahwa saat ini seorang Calvino Luz Kafeel, sedang berperang dengan emosi.
"Ih, kok gitu sih. Memangnya ga kangen apa sama kekasih mu yang cantik ini?"
"Ya pasti kangen lah. Coba ceritakan ada apa sampai kamu menghubingiku di jam segini, hum?"
"Hari ini, Om dan Tante berangkat ke, Dubai. Aku sengaja memberitahu mu supaya kau menyambut kedatangan mereka."
Calvino tersenyum disuguhi dengan sikap kekasihnya yang sangat perhatian. "Aku sudah tahu, sayang."
Lenata tersentak. "Jadi, kau sudah tahu?"
"Hhh mmm."
"Tahu dari mana?"
"Sayang, apa kau lupa bahwa aku ini, Calvino Luz Kafeel. Dengar ya, jangankan hanya berita kecil seperti itu. Dilubang semut pun aku tahu." Ucap Calvino dengan bangganya sembari membayangkan bahwa kekasih tercinta sedang memberengut kesal. Seandainya sekarang ini kekasihnya berada disisi pasti dia akan langsung mencubit gemas pipinya. Sayang sekali, jarak telah memisahkan mereka.
"Oh, iya sayang. Kapan kamu jadi berangkat ke, Dubai? Sayang, jadi ambil cuti kan?"
"Kayaknya ... ga jadi deh sayang."
Calvino terperenyak sehingga langsung menegakkan duduknya. "Kenapa?" Tanyanya dengan berselimut rasa kecewa.
"Em, sorry sayang. Kesibukanku disini sangat padat jadi, aku tidak bisa ambil cuti. Sayang, ga marah kan?"
Hening seketika karena Calvino memilih menutup rapat bibirnya.
"Sayang ... " panggil Lenata. Namun, tidak ada jawaban. Seketika Lenata mendesah lelah bersamaan dengan itu menjelaskan bahwa jadwalnya benar - benar sangat padat jadi, bagaimana kalau Calvino saja yang ke, London?
"Sayang, kau tahu kan bahwa aku sangat sibuk. Perusahaan disini tidak bisa ditinggal dan ... Papa, Mama juga sedang dalam kunjungan kemari."
"Hm, ya sudahlah. Pekerjaan kan memang paling penting. Jaga kesehatan mu saja lah." Setelah itu langsung memutus sambungan telepon.
"Hallo, sayang ... " yah, sudah dimatikan. Dasar wanita. Dimana - mana wanita itu sama saja. Merepotkan! Kesal Calvino dalam hati.
Ya, seperti itulah Lenata. Jika sudah kesal, main kabur gitu aja. Untung Calvino masih bersikap sabar dalam menghadapinya kalau tidak ... mungkin hubungan mereka sudah berakhir sejak lama.
🍁🍁🍁
Next chapter ...
Saya sudah memberi tag untuk buku ini, datang dan mendukung saya dengan pujian!