Télécharger l’application
91.3% Haters and Lovers of Rain / Chapter 21: Chapter 20

Chapitre 21: Chapter 20

"Rian belum datang ke sekolah?"

"Belum, Bu."

"Ya ampun. Sudah berapa hari dia tidak datang? Kita mengerti kalau dia sedih, tapi dia juga tidak bisa terus-terusan seperti ini."

Bu Freya menghela napas. Sudah tiga hari sejak kematian Arga, dan sudah tiga hari pula Rian tak pernah datang ke sekolah. Ia dan guru-guru yang lain tentu cukup mengkhawatirkan murid pintar kesayangan sekolah mereka itu.

"Memangnya ada apa dengan Rian?" tanya Bu Nisa.

"Ah, itu. Murid yang meninggal beberapa hari yang lalu itu teman dekatnya Rian. Jadi Rian pasti sangat sedih hingga tak pergi ke sekolah selama beberapa hari terakhir ini," jelas Bu Freya.

"Aaah ...." Bu Nisa mengangguk pelan. Ia memang sempat melihat Rian yang menangis di pemakaman beberapa hari yang lalu. Ia juga melihat adik suaminya, Mahira Hasna Fairuz, yang memeluk Rian.

Bu Nisa menunduk dan menghela napas berat. Rian sedang mengalami masa yang berat, tapi ia sebagai sang Mama tak bisa menemani dan meringankan bebannya itu.

⛈️🌧🌦

Hari ke-lima setelah kematian Arga

Haaaaaah ....

Rian menghela napas panjang tepat ketika ia menjejakkan kakinya di depan sekolah. Ia akhirnya memutuskan untuk kembali bersekolah, berusaha untuk bangkit dari kesedihan dan keterpurukannya. Ia tak mau orang-orang sekitarnya terus-terusan khawatir padanya, apalagi Tantenya yang sangat peduli pada dirinya.

Rian menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan pelan. Ia menatap gedung sekolahnya. Ada begitu banyak kenangan tentang Arga di sekolah itu. Arga yang selalu menghampiri dan merangkulnya setiap pagi kemudian berjalan bersama menuju kelas, Arga yang selalu meminta buku tugas dan catatannya untuk disalin, hingga ketika ia dan Arga menghabiskan waktu istirahat bersama di kantin.

Sekali lagi, Rian menarik napas panjang lalu menghembuskannya. Ia kemudian mulai melangkahkan kakinya masuk ke dalam area sekolah.

Langkah Rian menuju kelasnya begitu pelan, bagaikan terseret. Tiba di depan kelasnya, Rian kembali menghela napas sebelum memberanikan diri untuk masuk.

"Oh? Rian! Lo udah dateng!" sambut Aurel senang.

"Hm." Rian tersenyum tipis sambil melangkah menuju bangkunya. Ia sempat terpaku beberapa saat menatap bangku Arga sebelum akhirnya mendudukkan dirinya.

"Hei, lo baik-baik aja, 'kan?"

"Jangan terlalu sedih, ya."

"Semangat, Rian!"

Rian tersenyum mendapati teman-teman sekelasnya yang juga mencemaskannya itu. Perasaannya menjadi cukup membaik karenanya.

Sementara itu, Leo hanya diam menatap Rian dari bangkunya. Tak lama kemudian, Bu Freya melangkah masuk ke dalam kelas.

"Oh, Rian! Untunglah kamu sudah datang!" seru Bu Freya. Ia sanyat bersyukur bisa melihat wajah Rian pagi ini.

"Maaf udah ngebuat Ibu dan temen-temen yang lain khawatir," kata Rian pelan.

"Gak papa. Ibu dan semua orang maklum sama kesedihan kamu, kok. Yang jelas, Ibu sangat senang dan berterima kasih banget karena kamu udah mau ke sekolah lagi."

Rian tersenyum mendengar perkataan tulus wali kelasnya itu.

"Kamu tetep semangat, ya. Jangan terlalu terlarut sama kesedihan kamu."

Rian mengangguk. "Iya, Bu."

⛈️🌧🌦

Rian membereskan buku-bukunya dengan malas-malasan. Setelahnya, Rian melangkah keluar dari kelasnya dengan pelan. Jam istirahat akhirnya tiba, tapi Rian rasanya terlalu malas untuk ke kantin. Akhirnya, Rian membawa kakinya melangkah menuju taman belakang sekolah yang sepi.

"Kak Rian!"

Rian menoleh mendengar namanya yang dipanggil itu. "Oh, Raina," katanya ketika melihat sosok yang memanggilnya tadi.

Raina berlari-lari kecil mendekat ke arah Rian.

"Akhirnya Kakak dateng ke sekolah juga. Aku udah nunggu Kakak selama beberapa hari, lho," kata Raina ketika ia sudah tiba di depan Rian.

"Emangnya kenapa?" tanya Rian.

"Nih." Raina menyodorkan sebuah amplop putih pada Rian.

Sebelah alis Rian terangkat. "Apa itu?"

"Ini surat Kak Arga untuk Kakak."

Rian sedikit terperanjat. "Apa? Surat dari ... Arga?"

Raina mengangguk. "Iya. Sebelum keadaan Kak Arga memburuk, dia sempat ngasih surat ini ke aku. Dia nyuruh aku buat ngasih surat ini ke Kakak."

Untuk beberapa saat, Rian hanya menatap amplop yang disodorkan Raina. Ia kemudian mulai menggerakkan tangannya untuk mengambil amplop itu.

Dengan perlahan, Rian mulai mengeluarkan sehelai kertas dari dalam amplop itu.

Hah.

Rian menghela napas sesaat. Mencoba mempersiapkan hatinya sebelum membaca isi surat itu.

Yo, bro! Saat lo nerima surat ini, mungkin lo bakal bilang gue ketinggalan jaman, aneh, ngerasa geli, dan lain sebagainya. Tapi gue harap, lo tetep mau ngebaca surat gue ini. Oke?

Bro. Lo tahu? Lo itu orang yang paling spesial buat gue setelah kedua ortu gue. Gue bener-bener bersyukur bisa punya sahabat kayak lo. Lo bukan fake friend. Lo orang yang apa adanya. Lo gak pernah berusaha buat jadi sempurna. Apa yang lo tunjukin ke orang-orang, itulah diri lo yang sebenarnya.

Gue seneng bisa jadi orang yang bisa lo andelin. Gue seneng bisa jadi tempat lo buat curhat, tempat lo buat ngeluarin keluh kesah lo.

Maaf ya. Gue gak bisa nemenin lo lama-lama. Padahal gue harap kita bisa temenan sampe kita tua, sampe kita punya anak cucu. Tapi sayangnya, gue terlalu lemah buat bisa hidup lebih lama lagi. Maaf gue gak bisa lagi nemenin lo ngehadapin kesedihan elo.

Gue harap, kepergian gue gak ngebuat lo semakin terpuruk. Kalau itu terjadi, gue kayaknya gak bakal bisa istirahat dengan tenang.

Oh, ya. Gue harap, lo mau jagain dua adek kesayangan gue, Anin dan Raina. Meskipun Anin tuh anaknya kadang ngeselin dan cerewet, tapi dia baik kok. Kalau Raina, lo pasti udah tahu dong, dia gimana. Dia anak yang baik, lemah lembut, dan perhatian sama orang-orang di sekitarnya.

Rian. My brother.

Gue harap, semoga suatu saat nanti lo bisa terlepas dari masa lalu lo yang menyakitkan itu. Gue harap, semua kenangan menyakitkan lo bisa terobati dengan hal-hal menyenangkan di masa-masa yang akan datang. Gue doain, semoga lo bisa hidup dengan damai meskipun hujan turun.

Dengan setulus hati, gue harap lo bisa bahagia. Jangan terlalu sedih sama kepergian gue, ya. Semua orang pasti bakal pergi ninggalin dunia ini. Gue cuma pergi lebih awal. Lo juga tahu, kan? Di setiap pertemuan, pasti bakal ada perpisahan. Dan setiap perpisahan akan menciptakan pertemuan baru.

Kalau gue bisa terlahir kembali di kehidupan selanjutnya, gue harap gue bisa tetep jadi sahabat lo. Lo sendiri tetep mau jadi sahabat gue, 'kan?

Hmmmm ... udah, deh. Segini aja. Bisa-bisa lo tidur karena terlalu bosen kalau surat gue lebih panjang dari ini.

Selalu inget pesen gue, ya. Lo harus hidup dengan bahagia, semangat, dan sehat! Jangan ngerokok lagi! Awas aja, lo. Gue mungkin pergi, tapi gue bakal tetep ngawasin lo dari tempat yang jauh.

Gue harap gue ninggalin kenangan-kenangan yang menyenangkan buat lo. Bukan kenangan menyedihkan yang ngebuat kondisi lo semakin memburuk.

Selamat tinggal my bestfriend. Gue pergi bukan karena sengaja ninggalin lo. Gue pergi cuma untuk istirahat. Gue yakin, suatu saat kita bisa bertemu kembali.

Dari sahabat setia lo,

Arga Kiano Garendra

Note : Jangan nangis pas baca ini, ya. Entar gue ngeledek lo si cengeng. Hahaha

Rian terduduk di tanah. Ia tak kuasa menahan tangisnya setelah membaca surat Arga. Bahkan di saat-saat terakhirnya, Arga masih tetap memikirkan dan mengkhawatirkan dirinya.

Raina ikut duduk di hadapan Rian dan memeluk cowok yang hatinya sedang sangat rapuh itu. Kini, ia akan menggantikan Arga untuk menjadi sandaran Rian.

⛈️🌧🌦

To be continued

Bawang gak, nih? 🤧

See you next chapter ya, guys


Load failed, please RETRY

État de l’alimentation hebdomadaire

Rank -- Classement Power Stone
Stone -- Power stone

Chapitres de déverrouillage par lots

Table des matières

Options d'affichage

Arrière-plan

Police

Taille

Commentaires sur les chapitres

Écrire un avis État de lecture: C21
Échec de la publication. Veuillez réessayer
  • Qualité de l’écriture
  • Stabilité des mises à jour
  • Développement de l’histoire
  • Conception des personnages
  • Contexte du monde

Le score total 0.0

Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
Votez avec Power Stone
Rank NO.-- Classement de puissance
Stone -- Pierre de Pouvoir
signaler du contenu inapproprié
Astuce d’erreur

Signaler un abus

Commentaires de paragraphe

Connectez-vous