"Baiklah kalau begitu, terima kasih banyak, Darrel," jawab Queen seraya menerimanya.
Queen membuka kotak nasi yang ada ditangannya. Ia pun tidak dapat menyembunyikan kesedihannya sampai-sampai saat sedang menelan sarapannya justru tangisan kembali pecah bersamaan. Hingga membuat Darrel khawatir melihat keadaan Queen.
Lalu tanpa tinggal diam, Darrel dengan cepat memberikan minuman dan akhirnya membawa Queen kedalam pelukannya. Hingga ia mencoba mengusap rambut Queen dengan penuh kasih sayang.
'Apa yang sebenarnya terjadi denganmu selama ini, Queen? Sampai-sampai kamu menghilang bahkan tidak melanjutkan pendidikan. Aku sangat ingin tahu, tapi jika aku bertanya sekarang pasti bukan waktu yang tepat,' batin Darrel di saat mengusap rambut gadis itu.
Lamanya Queen menangis di dalam pelukan Darrel, hingga membuatnya tidak sadar sampai ketiduran. Rasa lelah sangat terlihat di wajah Queen. Darrel tahu jika temannya sedang memiliki begitu banyak masalah. Ditambah dengan masalah kecelakaan itu.
Hampir dua jam Darrel menemani Queen. Hingga akhirnya Dokter keluar dari ruangan tersebut. Dengan perlahan Darrel mencoba bangkit dari duduknya agar Queen tidak terbangun, tapi justru tindakannya itu sampai membuat Queen terbangun. Hingga akhirnya mereka berdua mengikuti Dokter yang sudah lebih dulu pergi.
Tiba di depan ruangannya Dokter. Mereka berdua langsung memasuki ruangan itu dan di sambut senyuman oleh Dokter itu.
"Silahkan duduk, maaf ya kalau tadi saya langsung pergi karena melihat Ibu dan Bapak sedang tertidur. Oh ya, apa yang sedang di rawat itu saudaranya atau suaminya?"
"Itu suami saya, Dok. Jadi bagaimana kondisinya?" tanya Queen.
"Keadaan pasien sangat memperhatikan. Dia juga sempat kehilangan banyak darah, tapi beberapa luka di tubuhnya tidak terlalu besar hanya saja benturan di kepalanya itu sudah membuatnya amnesia untuk beberapa saat," ucap dokter tersebut.
"Apa, Dok? Amnesia? Tapi, apakah ada cara penyembuhannya?" tanya Queen sembari melirik kearah Darrel.
Dokter mengangguk mengiyakan. "Tentu saja ada jika pasien melakukan terapi rutin, dan mengikuti beberapa tes kesehatan sarafnya. Namun, mungkin perlu waktu yang cukup lama untuk bisa kembali memulihkannya."
'Ya Tuhan, kenapa takdirku seperti ini?' batin Queen.
"Terima kasih, Dok. Kalau begitu kami permisi dulu," timpal Darrel, saat melihat kondisi Queen memburuk.
Darrel memapah Queen keluar, gadis itu hampir pingsan di saat mendengar bahwa suaminya hilang ingatan. Lalu tiba-tiba Queen berlari sampai Darrel terkejut. Hingga akhirnya mereka berdua memasuki ruangan tempat Daniel di rawat.
Air mata kembali membasahi wajah cantiknya, Queen begitu terpukul di saat melihat sosok Daniel yang selama ini gagah perkasa, tegas, dan berwibawa. Sekarang sedang terbaring lemah tak berdaya di depan matanya. Ia ingin sekali memeluk tubuh suaminya, namun ia harus mengurungkan niatnya. Lantaran tidak ingin menganggu Daniel yang masih tidak berdaya.
Saat itupun Darrel berdiri dibelakang Queen. Ia mengusapkan bahu gadis itu perlahan hingga akhirnya ia membawa kedalam pelukannya sebagai seorang teman yang sedang ingin menenangkan hati temannya yang sedang kesepian.
"Queen, menangis lah jika memang kamu ingin menangis. Aku siap menjadi penampung air matamu," ucap Darrel di saat membawa Queen kedalam pelukannya.
Tanpa adanya penolakan, Queen menenggelamkan wajahnya di bahu Darrel, lalu menangis sejadi mungkin.
'Melihatmu menangis demi orang lain sungguh membuat hatiku sakit, Queen. Tapi, mau bagaimana lagi karena aku bukanlah orang yang kau cintai. Melainkan dia. Walaupun aku tahu rasa itu membuatku sakit, tapi aku akan selalu menjadi pelindung untukmu dan tidak akan membiarkan mu terluka seujung jari pun. Meski aku belum tahu semua tentang kehidupan mu di sana saat aku tidak ada di sisimu,' batin Darrel sampai ia tidak sadar hingga meneteskan air matanya.
Hari itu menjadi hari yang paling buruk buatnya. Meskipun Queen selalu menerima kesakitan yang selalu Daniel berikan untuknya, namun justru ia terjebak di dalam arus cinta yang sudah tidak dapat ia elak. Cinta sampai membuat Queen lupa jika dirinya selalu tidak hargai, di sakit bahkan penghinaan bertubi-tubi oleh orang yang ia cintai.
Namun, dirinya percaya akan ada pelangi setelah hujan reda. Itulah harapannya meskipun ia harus menanggung segala beban di saat hati dan fisiknya di lukai oleh Daniel. Pandangannya fokus melihat Daniel yang sedang terbaring lemah lengkap dengan tali infus yang terpasang di tubuhnya.
Dengan perlahan ia menghapus air matanya lalu menjauh dari pelukan Darrel. Lalu dirinya mencoba mendekati suaminya hingga akhirnya sebuah ciuman jatuh tepat di pipi Daniel.
"Lekas sembuh suamiku. Aku di sini menunggumu dan akan terus menunggumu terbangun dari tidurmu. Walaupun nanti di saat kau tersadar, kau tidak lagi mengingat siapa diriku, bagaimana kesakitan yang pernah kau berikan untukku. Semuanya akan kau lupakan. Tapi, mulai saat ini aku juga akan melupakan semua kesakitan yang telah ku terima, dan akan ku ukir dengan kebahagiaan yang baru. Walaupun aku harus merasa sakit berulang kali di saat kamu benar-benar melupakanku," gumam Queen, setelah ia melepaskan kecupannya.
Queen terus bergumam sendirian tanpa memperdulikan bahwa Darrel sudah sedari tadi kebingungan di saat mendengar semua ucapannya. Lalu dengan cepat Darrel menarik tangan Queen sampai akhirnya di bawa keluar dari ruangan itu.
"Darrel, lepas! Kamu kenapa sih tiba-tiba udah bawa aku keluar? Aku mau temani suamiku di dalam," ketus Queen sembari melepaskan tangannya.
"Tunggu sebentar, Queen. Aku tadi mendengar semua ucapan mu itu. Aku tidak salah mendengarnya kan? Memangnya apa yang sudah terjadi denganmu? Mungkinkah selama ini pria itu menyakitimu? Jujur padaku, Queen! Memang rasanya sangat aneh di saat kamu tiba-tiba menghilang."
"Itu bukan urusanmu, Darrel. Jadi jangan khawatirkan aku," sahut Queen seraya mengalihkan pandangannya.
"Ini menjadi urusanku. Lagipula aku sudah mendengar semuanya dan kita juga teman dekat. Ayolah, Queen. Jujur padaku, selalu saja kamu seperti ini menyimpan semuanya seorang diri. Harusnya kamu terbuka padaku. Aku ini temanmu, dan bisa dibilang aku sudah mengganggap mu sebagai orang terpenting yang harus ku jaga. Apa mungkin kamu tidak percaya denganku? Sampai-sampai kamu juga tidak memberitahu di mana tempatmu tinggal dulu. Itu persoalan lama aku tahu, tapi sekarang ini bukan masalah sepele. Dan aku harus tahu itu," desak Darrel terus memaksa.
'Apa memang ini saatnya untukku memberitahukan semuanya kepada Darrel? Sepertinya ini waktu yang tepat agar semua kesalahpahaman antara aku dengannya bisa ku selesaikan. Lagipula aku sudah melihat ketulusan pertemanan antara aku dengan Darrel,' batin Queen.
"... Baiklah jika memang kamu ingin tahu, tapi tolong apapun yang nantinya kamu dengar jangan libatkan kemarahan mu kepada orang lain. Cukup kamu mendengarnya saja."
Sampai akhirnya Queen memutuskan untuk menceritakan semuanya kepada Darrel. Ia pun menarik nafasnya sebelum akhirnya memulai curhatan hatinya. Namun, di saat itu pula seseorang berlari dengan nafas terengah-engah kearah mereka berdua. Sampai membuat Queen bersama Darrel kebingungan.