Télécharger l’application
0.25% not a same / Chapter 1: jadi anak perempuan itu
not a same not a same original

not a same

Auteur: memogie

© WebNovel

Chapitre 1: jadi anak perempuan itu

"Lagian ngapain kamu ikut mereka main sejauh itu?" Ibu mencoba menenangkan ku dengan pertanyaan yang membuatku semakin tidak tenang. Hari itu seperti beberapa hari yang pernah aku lalui,   dimana hari yang akan berakhir dengan tangisan ku karena hardikan ayah sepulangku bermain dengan anak laki-laki sebayaku.

Ayah memberi ku nama gadis berharap anaknya kelak akan berprilaku manis, lemah gemulai, santun dan segala sifat positive yang dimiliki anak gadis. Ayah mungkin tak pernah menyangka doa yang disematkannya didalam namaku takan berpengaruh karena si empunya nama adalah aku.

Ayahku lahir di keluarga sumatra dimana ada ribuan aturan yang mengalir untuk para anak gadisnya. Dan hal yang sangat aku benci didunia ini adalah 'aturan'.

  Aku tidak ingat sejak kapan aku membenci nya. Aturan-aturan itu terus membatasi ruang gerakku. Saat itu saat aku kecil banyak hal yang terjadi yang berujung tangisan yang membuat ku benci masa kecilku

Suatu hari aku pulang dari sekolah dalam keadaan letih. Dirumah ada banyak tamu. Saudara ayah dari kampung. Ayah menyuruh ku untuk cium tangan kepada mereka satu persatu. Aku lupa ada berapa namun seingat ku, aku cukup pegal menunduk dan menciumi tangan-tangan berbau tembakau itu.

Aku lelah saat itu, ingin rasanya setelah bersalaman aku lari ke kamar dan rebahan barang sekejap. Namun itu hanya menjadi angan, ternyata tamu ayah akan pulang. namun dikeluarga asal ayah ku, pantang tamu pulang sebelum makan jamuan tuan rumah. Bukan, bukan makan sekedar yang ada di meja tamu . Ini jamuan benar-benar jamuan. artinya aku harus membantu ibu memasak dan menyiapkan makanan layak untuk tamu ayah.

"Ibu aku cape, ingin istirahat" rajuk ku di dapur sambil membantu ibu

"Sebentar nak kamu kupas ini saja sambil duduk, sisanya biar ibu" rayu ibu sambil menggiring ku ke pojok dapur.

Anak ibu dan ayah bukan hanya aku seorang. di depan ada kaka laki2 ku sedang asik nonton tv. Dan di luar rumah ada adik laki-laki ku sedang adu kelereng dengan anak-anak satu komplek, mereka sudah ada dirumah dari sebelum tamu ayah datang sudah bernapas ringan dari tadi. Namun tak ada yang membantu ibu di dapur .

Bukan karena abang tak perhatian namun ayah selalu melarang abang membantu ibu jika aku dirumah. 'itu bukan pekerjaan anak laki-laki katanya' ah entah siapa yang memberi label gender pada suatu pekerjaan rasanya aku ingin memaki dan kabur kerumah sahabat ku anya yang tak jauh dari rumah ku . Setidaknya disana aku bisa menyabotase kasurnya barang sesaat.

Namun ibu sudah memasang mata memperhatikanku takut2 anak gadisnya akan melakukan hal-hal aneh yang memang sedang berputar-putar di otak ku.

Saat-saat seperti ini ibu selalu waspada memperhatikan ia akan mencoba mengurangi kemungkinan hardikan ayah yang akan melayang padaku kapan saja aku melakukan ide gilaku. Sekali dua ibu berhasil memegang keadaan sisanya kecolongan dengan akhir ibu mengelus dada. Ayah naik pitam dan aku menangis sambil mengeluarkan unek-unek ku. Ibu selalu menjadi tameng yang terkadang gagal berfungsi dengan baik .

****

"Kamu ga pulang lagi liburan kali ini?" Terdengar suara sayu ibu dari sebrang sana.

Sudah lama sekali sejak aku memutuskan kuliah di kota lain lalu mencoba hidup mandiri dengan tidak bergantung pada nafkah yang ayah kirim setiap bulan. Alih-alih meminta uang kuliah aku lebih memilih mencari kegiatan yang menghasilkan uang. Apa saja yang menghasilkan mulai dari menjadi crew dalam suatu acara yang kebetulan salahsatu pencentus EO nya adalah teman sendiri, menjadi helper photographer, badut dadakan apa saja yang menghasilkan dan tidak mengganggu kuliahku.

Bukan-bukan karena ayah tak mampu menopang kehidupan perkuliahan ku. Ini lebih karena ego, penolakan dan usaha pembuktian yang aku coba lakukan. Usaha ini bukan tanpa sebab.

Saat itu aku lulus dengan nilai yang lumayan memuaskan. abang dan ibuku sangat senang saat itu tampak raut bangga memancar dari wajah mereka.

Ayah?, Aku juga bisa merasakan kebahagian dari pancaran wajah ayah raut kebanggan yang tak bisa ditutupi. Namun raut itu berubah ketika aku bilang aku akan mencoba mendaftar di universitas ku yang sekarang.

"Ga boleh! , Anak perempuan itu ga bagus tinggal jauh dari rumah! Kamu masih punya ayah dan kakak kamu cuman boleh keluar kalo ada laki-laki lain selain kami yang membawa mu menjadi keluarga" tegas ayah saat itu

"Tapi ayah jurusan yang aku tuju yang bagus ya disana" keluh ku lemas. Aku tau apapun alasanku ayah takan merelakanku jauh dari rumah.

Beribu alasan telah aku lontarkan. Dan jawaban ayah tetap 'tidak' . Aku kehilangan harapan. Rasanya aku ingin menyerah saja. Sampai suatu titik aku terbangun dari tidurku. Rasanya semua kata penolakan ayah menusuk-nusuk hatiku yang sudah terluka sejak lama.

Tanpa sadar aku menitikan air mata. Sedu sedanku mungkin terdengar ke kamar kakak yang tepat berada diaebelah kamarku. Ia mengetuk dengan pelan dan membukanya sambil memanggil namaku. Aku tidak menjawab. Dan seperti mengerti apa yang menggangguku kakak memeluk ku dengan erat . Bisikan nya saat itu menguatkan pendirianku untuk pergi.

Aku mendaftar diam-diam semua dokumen yang membutuhkan tanda tangan telah siap dengan tandatangan abang. Aku mendaftar tanpa sepengetahuan ayah dan ibu. Hanya aku dan abang yang tau. Saat pengumuman memajang namaku sebagai salahsatu siswi yang lulus seleksi baru aku memberi tahu ayah. Dengan harapan ayah akan menerima telanjur basah. Namun perkiraan aku salah. Aku tetap menemui penolakan. Ayah tak mau mengeluarkan biaya kuliahku jika aku memaksa mendaftar disana. Untungya aku masih punya tabungan. Dengan itu dan bantuan dari kakak yang sudah memiliki sedikit penghasilan dan sedikit uang dari ibu yang diberikan secara diam-diam akhirnya aku pergi merantau kekota lain untuk mengejar anganku.

Kota ini terasa asing bagiku. Butuh banyak adaptasi tentang banyak hal. Dari bahasa kebiasaan dan banyak lagi. Untungnya aku telah banyak diterpa dengan banyak hal sehingga hal baru takan menyurutkan ku untuk tetap hidup.

Hidup. Ya hidup sudah cukup lama aku tak merasa benar-benar hidup seperti sekarang.  Hidup yang benar-benar hidup.  Dulu saat aku masih tinggal bersama keluarga hidup memang terasa lebih mudah makan, tidur, pulsa , listrik semua sudah tersedia namun entah mengapa aku tidak benar-benar merasa hidup.

Sekarang saat semua yang ingin dimiliki membutuhkan usaha untuk meraih nya dan terkadang usaha itu membutuhka keringat darah untuk diraih namun aku lebih merasa hidup. Karena pilihan hidupku yang seperti ini membuat aku lebih cepat dewasa dibanding teman-teman sebayaku.


Chapitre 2: hidup itu ibarat

"dis, u bener gamau ikut kita?" alya memastikan keikut sertaan ku dalam acara jalan-jalan bersama teman satu kos minggu depan.

"Ga bisa ya. Gw ada job jaga stand bazaar" aku menjawab acuh sambil sesekali mengutik laptapku yang bermasalah.

"Please dis, masa loe ga ikut lagi. Kalo ga ada loe siapa yang mau jagain gw"

Alya menggelayutkan tangan nya dileherku manja. Membuatku terpaksa membalikan badan lalu menyingkirkan kedua tangan alya yang mengganggu penglihatanku

"Ya, please, gw bukan body guard loe!" lanjutku sambil mengalihkan pandangan ku kembali pada laptop ku yang masih belum ketauan apa sumber masalah kengadatannya.

"Gw bayarin , gimana " alya tampak enggan namun tetap memberi penawaran. Mendengar penawaran alya membuatku tak selera mencari sumber masalah pada laptopku lagi. Aku langsung memasukan nya kedalam daypack ku dan mencoba pergi berusaha menghentikan perbincangan ini. Namun tangan alya telah lebih dulu menggapai ujung lengan bajuku

"Diss" iya memanggil namaku lirih membuatku membalikan badanku mengarah padanya. Memasang wajah ketidak sukaanku

"Sorry, I'm not " ujar alya

"Cukup ya. Gw akan ngertiin loe kali ini" aku tak ingin lagi mendengar pembahasan tentang ini, lagian sebentar lagi aku ada kelas menjadi asisten lab untuk mahasiswa tingkat baru. Aku bisa melihat raut penyesalan dari wajah alya saat aku pergi menjauh darinya. Aku bukan sengaja meninggalkan rasa bersalah didirinya aku hanya ingin dia tidak melakukan hal serupa lagi dilain waktu.

Alya adalah roommate ku di kosan. Dia beda jurusan dariku, anak sastra satu ini ntah mengapa selalu membutuhkan ku disetiap gerakannya. Apa-apa dis, apa-apa dis sampai terbangun tengah malam ingin ke toilet pun dis. Terkadang aku merasa seperti penjaga alya dan pengerem kecerobohan nya. Untungnya kita beda jurusan dan fakultas kalau tidak mungkin aku sudah jadi ibarat baby sitter fulltime nya alya. Walau begitu alya tak pernah melewati batas ia tau apa yang aku tak suka dan apa prinsip hidupku. Dan tadi mungkin dia kepepet lalu melanggar nya.

Kami sudah 1 tahun jadi roommate dia satu tahun dibawah ku dan roommate ku yang dulu satu tahun diatas ku. Ketika roommate ku lulus aku langsung mendaptkan penggantinya. Dulu awal-awal pindah alya masih memanggilku kak, namun ntah sejak kapan ia lebih merasa nyaman dengan memanggil namaku. Dan karena aku bukan penggila honourific aku tak masalah dengan itu.

        *****

Kelas lab kali ini berjalan cukup lama.  Karena banyak hal yang harus diperkenalkan dari awal.

hari ini adalah hari pertama semester baru dimulai. Dan aku adalah satu-satunya wanita yang menjadi asisten di lab ini, rata-rata mahasiswa di jurusan dan fakultas ku adalah laki-laki, pun jika ada wanita itu hanya segelintir dan biasanya hanya sebagai mahasiswi saja jarang ada yang terpilih menjadi asisten lab. Dan karena aku wanita yang adalah kaum minoritas terkadang aku merasa hal yang berbeda, beberapa dari mereka ada saja yang meragukan keahlianku. pandangan 'alah loe cewe tau apasih soal ginian' sering aku alami saat ada sesi tanya jawab atau praktek.

namun karena aku asisten lab tak ada mahasiswa yang berani lagi melihatku seperti itu. Menjadi asisten lab bukan perkara mudah ada seleksi panjang untuk menggapainya. Dan semua asisten lab adalah pilihan terbaik pilihan para dosen. tentu takan ada lagi yang memandangku sebelah mata kalau seperti itu. Karena bukti menghancurkan label gender.

Satu setengah jam berlu akhirnya kelas telah usai. Seorang mahasiswa junior menghampiriku

"Kakak aku boleh tanya? " Ujar nya sambil memandang ku. Aku yang sedang sibuk memrapikan peralatan yang berserakan berusaha ramah dan memandang nya sambil mengangguk. Iya tampak tersipu melihat tanggapan ku. Membuat ku bingung dengan nya.

"Aku mau beli jumper seperti ini enak nya dimana ya?" Ujarnya lagi.

Hmp rasanya aku sudah mulai hapal dengan hal-hal seperti ini.  Pura-pura bertanya hal sepela hanya untuk bisa mengobrol.

"Di matrial banyak " sahut ujo yang ntah darimana datang nya tiba-tiba sudah ada di belakang anak baru yang mencoba membuka percakapan denganku. Mendengar jawaban ujo si anak baru tampak tersontak dan menepi seketika. Ujo salahsatu asisten yang bak penjaga ku dari kegenitan-kegenitan mahasiswa lain. Ntah mengapa di situasi seperti ini dia selalu muncul ntah dari mana.

"Ada yang nyariin loe tuh" ujar ujo kemudian sambil membantu ku merapikan perkakas lab.

"Siapa?" Tanyaku acuh

"Bidadari" jawabnya bersemangat. Ujo yang bosan aku tolak cintanya ini sudah berlih hati ke bidadari lain. Bidadari yang ia maksud tentu saja alya.

Aku kagum dengan ujo dari sekian banyak cowok yang aku tolak cintanya hanya dia yang tetap berlaga biasa saja padaku seperti tak pernah ada badai yang menghantam .

Dia adalah teman sekelas ku aku mengenal nya dari pertama masuk kuliah dia yang selalu menemaniku kemana-mana selalu jadi partner team work dan akhir nya menjadi asisten lab bersama. Suatu hari ia datang ke kosan ku ditengah hujan, saat itu alya belum menjadi roommate ku. Dengan menggigil kuyup ia menggapai kedua tanganku menyatakan semua isi hatinya. Namun aku yang tak pernah mengerti apa artinya cinta dan terlalu sibuk dengan hidupku tak bisa menerimanya. Ujo mencoba memahami alasanku. Ia tak memaksa dan tidak pernah memaksakan perasaan nya.

Esoknya kami bertemu seperti biasa seperti tidak ada hari hujan dengan pengakuan yang berakhir penolakan kemarin. Yang ada penolakan itu ibarat lelucon yang selalu ia lontarkan kebanyak orang. Ia bahkan tidak malu menyebut ku cinta pertamnya atau mantan cinta sebelah tangannya .

"Makasih ya kak ujo" sahut alya yang tlah lama menunggu ku selasai membersihkan perkakas . Tampak nya ia telah lama menunggu ku di taman fakultas tidak jauh dari lab. Disebelahnya ada davi menemani takut-takut ada predator yang me dekati alya. Aku, ujo dan davi sudah ibarat 3 serangkai ban bemo kemana2 bersama kita juga sering kerja bersama rata-rata pekerjaan luar yang aku dapat, dari davi. karena kakak nya adalah salahsatu founder sebuah eo ternama di kota ini. mbak rena namanya lusa pun aku dapat job dari mbak rena. Dari dia aku banyak belajar tentang even organiser.

"Sama-sama dek alya " jawab ujo sok manis.

Alya melirik ku. Mencoba mencari tahu apakah aku masih marah. Namun sebenar nya aku sudah melupakannya. Aku menarik alya menjauh dari fakultas ku disini terlalu banyak perhatian yang membuat ku tak nyaman. Tentu saja sumber perhatian nya alya di kampusku anak sastra , ekonomi dan hukum terkenal bergaya modis hampir semua mahasiswinya termasuk alya berdandan bak selebgram. Aku mengajak alya ke wayah yang lebih netral ke kantin fakultas lain. Davi dan ujo menikuti kami dari belakang, aku membalikan badan meminta mereka tidak memgikuti.

"Tapi kita juga lapar dis " keluh ujo dan davi.

"Kalian makan di kantin lain aja" ujarku ketus . Dengan wajah masam akhirnya mereka balik badan.

Tak lama akhirnya kita tiba di kantin fakultas keguruan yang tak jauh dari fakultas ku.

"Loe mau makan apa? Biar gua pesenin? " Tanyaku setelah sampai di salah satu bangku kosong. Alya hanya membeli minuman karena dia sedang diet dan aku yang sudah keroncongan memilih nasi gila extra pedas.

"Enak ya dis?" Tanya alya yang mulai goyah pertahanan nya. Aku menyodorkan piringku. Alya mencoba menolak namun tak lama akhirny mencoba bebebrapa suap.

"Kenapa loe nyariin gw? Kan udah gw bilang jangan nyamperin ke fakultas kalo perlu apa-apa PM" ujar ku setelah selesai menyantap makan siang ku.

"Gw pm u tapi ga d read."ujarnya memelas "gw takut loe marah banget sama gw, kalo loe marah tar siapa yang nganter gw ke toilet tengah malem" ujarnya sayu.

Aku memeriksa hp ku yang ternyata mati. Tampaknya hp ku mati ketika PM alya masuk.

"Kan gw dah bilang akan mencoba memaklumi" ujarku sambil menyeruput sisa es teh yang tinggal beberapa sedot.

"Kan cuman mencoba memahami. Bahasa loe tuh ambigu gw ga nangkep maksudnya marah atau ngga" alya

"Ya, ampun alya. Gw ga marah. Udah puas?" Aku

"Ok kalo gitu loe temenin gw nonton hari ini" alya,

"Ngga, gw ga traktir loe. Gw dapet vocer nonton gratis dari apk ini" alya segera berujar takut aku salah paham lagi. Akupun hanya tersenyum dan mengangguk.

"Jam berapa? Mulainya ?" Tanyaku kemudian

"Jam 3" jawab alya polos

"Loe gila. Naek angkot kesana itu 45 menit sekarang udah setengah tiga. Yaudah loe tunggu d parkiran gw pinjem motor davi. Biar dia balik sama ujo" aku bergegas berlari menuju davi untuk mengambil kunci.

****

Kami tiba persis 5 menit sebelum film di mulai. Untungnya jalanan lancar. Film korea yang menceritakan tentang ibu rumah tangga yang terpaksa berhenti dari pekerjaan nya karena tuntutan. Punya anak dan keluarga . Awalnya kehidupan nya biasa saja sampai disatu titik keadaan membuatnya merindukan masa dimana ia tidak harus menggantungkan hidup nya pada orang lain. Dia ingin membali memiliki hidupnya dan untungnya suaminya mendukung.

" Itu kenapa gw suka mikir kehidupan itu tai. Loe tau sebenernya beberapa pemikiran orang tua di korea itu ga jauh kaya orang tua di sini. Asian parents topically, gw merasa mengerti kenapa ibunya menyesali perlakuan ayahnya yang cuman memperhatikan anak laki-lakinya, sampe-sampe ketika anak perempuannya sakit mental dan anak laki-lakinya nanya apa makanan kesukaan kakak perempuannya ke ayahnya. ayahnya malah jawab sekenanya. Padahal yang dia jawab adalah makanan kesukaan anak laki-lakinya. Why anak laki-laki selalalu teristimewakan. Apa yang kurang dan apa yang salah dari perempuan sehingga dia ga dapet derajat yang sama."

Alya meraih tanganku mencoba menenangkan. Jika sudah menyangkut gander rasanya mulutku tak bisa berhen berucap tentang ketidak pahaman dan ketidak setujuan.

Selesai nonton alya minta ditemani berkeliling mall sekalian katanya. Kapan lagi bisa nyulik aku ke mall. Kalo moment nya tidak seperti ini aku paling nggan di ajak ke mall. Dan karena rata-rata temanku di kampus adalah laki-laki , mereka tidak begitu tertarik datang ke mall mereka lebih memilih ke warnet atau lapangan footsal bila ada waktu. Dan aku lebih memilih berenang, seharian di lab atau perpus jika punya waktu. Atau tidur seharian d kos .

'


Load failed, please RETRY

Cadeaux

Cadeau -- Cadeau reçu

    État de l’alimentation hebdomadaire

    Chapitres de déverrouillage par lots

    Table des matières

    Options d'affichage

    Arrière-plan

    Police

    Taille

    Commentaires sur les chapitres

    Écrire un avis État de lecture: C1
    Échec de la publication. Veuillez réessayer
    • Qualité de l’écriture
    • Stabilité des mises à jour
    • Développement de l’histoire
    • Conception des personnages
    • Contexte du monde

    Le score total 0.0

    Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
    Votez avec Power Stone
    Rank 200+ Classement de puissance
    Stone 0 Pierre de Pouvoir
    signaler du contenu inapproprié
    Astuce d’erreur

    Signaler un abus

    Commentaires de paragraphe

    Connectez-vous

    tip Commentaire de paragraphe

    La fonction de commentaire de paragraphe est maintenant disponible sur le Web ! Déplacez la souris sur n’importe quel paragraphe et cliquez sur l’icône pour ajouter votre commentaire.

    De plus, vous pouvez toujours l’activer/désactiver dans les paramètres.

    OK