Sosok tinggi Rudi Indrayanto berguncang, hampir goyah di kakinya.
Gayatri Ramadhani memandangnya dengan sangat tak tertahankan, mengangkat tangannya untuk memegang tangannya, "Jangan salahkan kamu."
"Berpikir tentang itu!"
Dian Pradana menatap Rudi Indrayanto dengan kejam dan meremasnya. Ke samping, dan dokter mendorong Gayatri Ramadhani kembali ke bangsal.
Tatapan Gayatri Ramadhani tidak pernah meninggalkan wajah Rudi Indrayanto.
Ini adalah pertama kalinya dia melihat ekspresi putus asa dan sedih di wajahnya.
Dia berdiri tegak dan lurus di depan pintu, kesepian dan kesepian.
Pintu bangsal, seperti penghalang tak terlihat, memisahkan dia dan dia menjadi dua dunia.
Melihat penampilannya yang kesepian, Gayatri Ramadhani merasakan sakit di hatinya.
Baik dia maupun dia tidak mengharapkan anak ini.
Dia tidak menjaga dirinya sendiri.
Dia adalah pria yang telah lama hidup sendiri, dan dia tidak memahami aspek ini.