Heldana Health Center…
Si kecil Ziel, nampak murung berhadapan dengan makan malamnya. Bian dan Trian memperhatikan gelagat Ziel yang terus saja diam setelah kepergian Mayang pagi tadi.
"Ziel, kenapa tidak kamu habiskan makan malamnya. Kamu harus banyak makan, supaya cepat sehat." Bian bertanya pada si kecil. Walaupun Bian sudah tahu, penyebab kediaman si Anak Emas.
Tidak ada reaksi ataupun respon yang ditunjukkan Ziel pada Daddynya. Bian mengarahkan pandangan ke Trian, adiknya.
"Berikan alamat Mayang padaku!" seru Bian.
"Apa maksud Kakak? Dari mana aku tahu alamat Mayang? Apa Kakak kira aku terlalu santai sampai harus menyelidiki wanita itu?" tanya Trian bingung dengan maksud sang Kakak.
"Dasar kau!" hardik Bian padanya. "Apa kau tidak tahu kalau Mayang datang ke perusahaanmu tadi? Coba tanyakan pada bawahanmu, mungkin saja dia ikut salah satu audisi di Wing, seperti yang dia bilang sebelum pergi tadi." Bian menjelaskan.
"Wah wah, ternyata Kakak menguntitnya. Aku tidak tahu kalau Kakak begitu tertarik pada Mayang." cerocos Trian tanpa henti. Bukannya membantu mencari solusi, malah ia menambah beban fikirannya.
"Bisakah kau diam? Kenapa tidak kau cari saja apa yang kuminta?" Bima memotong ocehan adiknya sebelum Trian melanjutkan bualannya. "Kenapa aku punya adik tidak berguna sepertimu?" gumamnya lagi. Bertambah sakit kepalanya menghadapi Ziel dan Trian malam ini.
Bian memandang wajah murung Ziel yang tengah malas, mengorak-arik makanannya bak mainan. Padahal sudah cukup lama Ziel tidak menunjukkan sikap seperti ini. Masih terdiam Bian memperhatikan anaknya, panggilan Trian membuyarkan lamunannya.
"Kakak, aku sudah dapatkan alamat Mayang. Akan kukirim ke ponselmu." ucap Trian setelah beberapa waktu mengutak atik ponsel pintar miliknya. Tidak menunggu lama, nada singkat di ponsel Bian terdengar.
Setelah melihat isi pesan singkat dari Trian, Bian langsung bangkit dan bergegas keluar dari pintu ruangan inap Ziel.
"Dad!" panggil Ziel yang berhasil menghentikan langkah Bian. Membuatnya berbalik badan dan kembali menghampiri putranya.
"Kamu mau ikut?" tanya Bian singkat. Dengan cepat si kecil Ziel mengangguk sambil memasang senyum yang lebar.
"Ayo, kita berangkat!" ajak Bian sambil menggendong si kecil dan meninggalkan ruang rawat inap tersebut, "Tri, tolong urus berkas Ziel!" tak lupa Bian memerintahkan Trian untuk mengurus administrasi kepulangan Ziel.
***
"Mark, tolong kupaskan bawang itu!" seru Mayang pada Mark, "Ben, potong daging itu bentuk dadu, lalu masukkan ke air yang ada di panci!" ucapnya juga pada Ben yang tengah menunggu perintah untuk membantunya di dapur. Setelah itu, ia mengarahkan pandangan ke ruang tamu.
"Did you clean all the rooms, Rick? I see you are very relaxed, should I also step in?" tanya Mayang sedikit agak berteriak saat melihat Rick yang sedang santai, padahal ia sudah memerintahkannya untuk membersihkan ruangan tempat mereka akan makan nanti.
"No Boss, don't! Let me finish everything. Take it easy there, Boss." jawab Rick yang langsung bangkit dan bergegas merapikan tempatnya berdiri saat ini. Dan kembali berbaring di sofa, saat memastikan bosnya mengalihkan pandangan darinya.
Tanpa Rick tahu, kalau Mayang kembali memperhatikannya saat kembali berleha santai, berbaring di sofa sambil memainkan gadgetnya.
"Zrash" Suara bantalan kepala sofa yang tertancapkan pisau, tepat di samping kepala Rick yang bersandar di sana. Rick membelalakkan matanya saat menoleh ke kanan dan melihat sebilah pisau yang nyaris mengenai telinganya.
Langsung Rick melompat dan bangkit sambil memegang sapu, menyelesaikan tugas yang diberikan. Ia lebih memilih lelah dan bosan harus mengerjakan tugas remeh seperti itu, dari pada harus mendapatkan serangan kejut dari Bosnya.
Mark dan Ben yang membantu Mayang di dapur hanya tersenyum dan tertawa puas, saat teman mereka mendapatkan hadiah kecil dari bos mereka.
Tiga pemuda konyol yang selalu setia berada di samping Mayang. Yang bisa berubah menjadi serius saat mereka menjalankan misi layaknya mafia, dan bisa juga konyol selayaknya pemuda normal seperti waktu santai kali ini.
Setelah hampir selesai Mayang, Ben dan Mark memasak, panggilan khusus terdengar pada alat komunikasi mereka bertiga, berbentuk jam sederhana dengan model yang sama yang dikenakan Mark, Ben, dan Rick.
"What?" Rick yang menjawab panggilan dari sumber yang sama.
"Bos, baru saja ada sebuah mobil mewah berhenti di depan apartement Bos Rose. Orang yang keluar dari mobil tersebut terlihat seperti Ceo Heldana Corporation dengan seorang anak kecil yang ditolong Bos Mark kemarin." ucap seorang bawahan Mark yang bertugas mengintai sekitar area apartement Mayang.
Mereka berempat saling melempar pandangan. Mayang membuka mulutnya sedikit, mengekspresikan kebingungannya.
"What did he say?" tanya Rick pada kedua temannya, karena ia belum terlalu faham bahasa Indonesia seperti mereka.
"Biantara Heldana come here. Maybe there is some business with our Boss. Let's get out of here first!" Ben menjelaskan pada Rick, dan mengajak dua temannya untuk pergi sejenak dari sana.
"Boss, we're waiting outside." ucap Ben pada Mayang, memberitahukan bahwa mereka menunggu di luar. Lalu Ben membuka pintu menuju balkon.
"Hati-hati, Bos. Mungkin saja CEO itu ingin melamar Bos lagi." ucap Mark sambil tersenyum mengejek sebelum mengikuti Ben ke arah yang sama.
"Damn! I was hungry," cibir Rick kesal sambil memegangi perutnya. "Boss, save us some food, huh!" pesan Rick pada Mayang agar menyisahkan makanan untuk mereka. Lalu ia mengikuti langkah Mark dan Ben keluar lewat balkon.
Mayang masih belum fokus saat ketiga anak buahnya berpamitan. Ia tersadar saat Rick kembali masuk dan menyambar beberapa kaleng minuman bersoda di dapur dan menutup pintu menuju balkon dengan suara hentakan pintu yang agak keras.
"Hei kalian! Kalau kalian pergi, bagaimana denganku, hei?" teriak Mayang pada mereka bertiga. "Awas kalian, jangan harap kalian makan malam ini." gerutunya lagi. Sambil mengomel, Mayang membereskan dapur yang sedikit berantakan dibuat oleh Mark dan Ben tadi. Hingga tak lama, suara bel pintu terdengar di telinganya.
Ting tong!
"Ya ampun, apa yang harus aku lakukan? Mau apa lagi orang kaya aneh itu sampai datang ke rumahku?" keluhnya sendiri. Merasa bingung dengan maksud Bian yang datang ke sini. Mengingat kalimat konyol yang Bian ucapkan tadi pagi dengan mudahnya.
Ting tong!
Suara bel pintu kembali terdengar. Mayang mau tidak mau harus membukakan pintu untuknya. Setelah pintu terbuka, Mayang sedikit dikejutkan dengan penampilan si Anak Emas yang masih memakai piyama rumah sakit. Dan juga terkesima menikmati ketampanan Biantara yang berdiri dihadapannya.
"Boleh kami masuk Nona Mayang?" tanya Bian yang langsung membuyarkan pandanga kosongnya pada sosok Bian.
"Ah, iya silahkan masuk, Tuan! Silahkan duduk. Maaf, rumahku tidak begitu besar untuk menyambut Tuan dengan nyaman," Mayang mempersilahkan Bian untuk masuk dan mengarahkannya ke ruang tamu. Sementara Bian dan Ziel duduk, Mayang tengah menyiapkan teh hangat untuk Bian dan segelas susu cokelat untuk si kecil Ziel.
"Hai, My Little Hero, kamu sudah sehat? Mengapa masih memakai pakaian rumah sakit?" sapa Mayang dengan senyumnya yang cantik pada si kecil Zeil. Tanpa diminta, Ziel turun dari pangkuan Bian, langsung menuju Mayang dan memeluknya.