Pamannya, Bekti, membuka sebuah toko buah di Surabaya. Dia memiliki seorang putra dan putri, dan dia memiliki kehidupan yang baik.
Ketika ibunya masih tinggal di rumah Setiawan, paman dan bibinya memperlakukan mereka lebih baik daripada sekarang.
Lalu ibunya diceraikan dan diusir dari rumah Setiawan. Untuk sementara dia kembali ke rumah paman dulu sambil mencari tempat tinggal yang lain.
Bibi yang dulu baik hati dan ramah itu tiba-tiba saja mengubah wajahnya dan diam-diam menuduh ibunya telah mempermalukan mantan suaminya.
Dia membenci bibinya bukan karena dendam, tapi karena penghinaan yang diterimanya pada saat dia masih berusia sembilan tahun dan yang selalu dikenangnya hingga hari ini. Dia sama sekali tidak pernah melupakan apa yang terjadi hari itu.
Lalu kemudian, Tante Dina, sahabat dekat ibunya yang saat itu tinggal diluar negeri, mengetahui kabar ini dan bergegas kembali dari luar negeri untuk membantu mereka agar tinggal di rumah lamanya. Rumah dengan halaman kecil yang mereka huni sampai sekarang.
Mereka telah hidup disana selama sebelas tahun, dan Tante Dina tidak pernah meminta sepeser pun uang sewa dari keluarga mereka.
Sementara itu, bibinya yang pengusaha jelas-jelas menunjukkan ketidaksukaannya pada keluarganya.
Jadi, apa yang terjadi hari ini sangatlah tidak normal.
Fira hanya bisa curiga bahwa mereka mungkin sudah tahu bahwa dia telah menerima uang sebanyak dua milyar rupiah.
Tapi, dia bahkan belum sempat mengatakan tentang ini kepada ibunya dan si kembar, bagaimana mungkin keluarga pamannya bisa tahu tentang ini?
Minivan itu memasuki sebuah kompleks perumahan dan apartemen, dan komunitas ini melakukan penghijauan dengan baik. Dimana-mana terlihat bangunan kecil bertingkat tinggi. Harga tanah disini cukup mahal. Apartemen pamannya yang seluas lebih dari 100 meter persegi itu sudah menjadi miliknya sendiri.
Apartemen itu telah menjadi milik pamannya selama hampir setahun, dan ini adalah pertama kalinya Fira datang berkunjung kesana.
Mobil berhenti di lantai bawah, dan Bekti menyapa mereka dengan antusias "Di luar panas, masuklah."
Fira meraih lengan Yudha, dan mereka memasuki gedung bersama-sama.
Di lantai tujuh, pintu lift terbuka, dan Bekti berkata dengan penuh semangat "Tujuh pasang surut, semua orang bilang bahwa lantai tujuh itu bagus, jadi aku membeli rumah di lantai tujuh."
Di lantai tujuh, pintu apartemen 702 terbuka lebar. Bibi Fira, Sasa, tampaknya malah lebih antusias daripada Bekti "Oh, kami sudah lama menunggumu, dan kalian akhirnya tiba. Semangka sudah dipotong. Ayo masuk dan makan."
Yuni memberikan buah ke tangan Fira dan Fira berkata dengan lantang "Kami membawakan sesuatu."
Lalu dia melanjutkan, "Aku khawatir bibi tidak akan menyukaiku kalau aku tidak membawakan hadiah,"
Yuni mencubitnya dari belakang. Lidah putrinya itu benar-benar tajam.
Sasa tersenyum canggung "Bagaimana mungkin bibi tidak menyukaimu?"
Sepupu Fira, Melanie yang berusia 21 tahun dan Raka yang berusia 25 tahun, duduk di sofa dan menonton TV. Ekspresi Raka sama sekali tidak hangat dan dia hanya melirik ke arah mereka.
Melanie melihat kedatangan Fira dan segera bangkit berdiri, pergi ke kamarnya dan kembali sambil membawa tas tangannya "Aku baru saja kembali dari Makau dua hari yang lalu dan membeli tas bermerk ini. Apa menurutmu ini terlihat bagus?"
Apa kamu bermaksud memamerkan kekayaanmu?
Aku hanya menghabiskan waktu setengah hari untuk membuat lagu dan lagu itu terjual seharga 300 juta rupiah. Apa kamu bermaksud memamerkan kekayaanmu di hadapanku?
"Aku tidak tahu."
Karena sepupunya bertanya dengan tulus, maka dia memberikan pandangannya yang sejujurnya tentang itu.
Wajah Melanie jelas tampak tidak senang "Percuma saja aku bertanya padamu. Kamu tidak tahu tentang tas bermerk terkenal ini. Kamu pasti sudah terbiasa dengan toko pinggir jalan jadi tidak bisa menghargai keindahan tas bermerk terkenal seperti ini,"
Fira tidak mau repot-repot berbicara dengannya.
Melanie tidak melihat rasa iri di mata Fira, dan dia juga tidak mendengar pujian dari Fira, jadi dia bersikap cuek dan hanya bisa membawa tas itu kembali ke kamarnya sambil menggumamkan kata 'malang dan muram' dengan nada jijik.
Makan siang akan segera dimulai dan Sasa berkata sambil menyajikan hidangan "Aku memasakkan udang dan daging sapi khusus untuk kalian."
Fira tersenyum dan berkata, "Kami juga bisa makan udang dan daging sapi di rumah."
Yuni meremas tangan Fira di bawah meja. Putrinya itu benar-benar tidak mau bersikap sopan sama sekali.
Bab 56 Seseorang berbisik
Melanie meliriknya "Kalau ada orang lain yang membuatkan makanan lezat untukmu, bilang saja terima kasih. Kenapa kamu harus mengatakan hal yang aneh-aneh?"
Fira mengangkat alisnya "Hal yang aneh? Bukankah keluargamu melakukan ini pada kelaurgaku adalah hal yang aneh? Kami tidak datang kemari dengan sukarela,"
Melanie mengertakkan giginya "Fira, kenapa kamu sama sekali tidak tahu aturan? Apa seperti ini caramu berbicara pada orang yang seharusnya dihormati?"
"Orang yang seharusnya dihormati? Bukankah seseorang seharusnya menunjukkan perhatian mereka pada kami untuk bisa dihormati? Bagaimana mungkin seseorang masih ingin dihormati ketika mereka bahkan tidak mau membantu kerabatnya yang sedang kesusahan?"
Melanie memukul meja "Apa maksudmu berkata seperti itu di ulang tahun ayahku hari ini? Apa kamu harus membuat semua orang merasa tidak senang?"
Sasa dan Bekti buru-buru menengahi "Sudah, sudah, Mel, biarkan saja. Yuni adalah adikku dan Fira adalah putrinya. Sudah, lupakan saja, tidak apa-apa kok,"
Melanie sangat marah sampai dia mengertakkan giginya.
Fira memandang keluarga ini seperti sedang memandang sesuatu yang asing dan ganjil.
Sasa dengan gembira berkata "Kakak sepupumu akan segera menikah. Tunangannya juga berasal dari Surabaya. Orang tua calon istrinya bekerja di Biro Industri dan Komersial, dan mereka terlihat sangat serasi."
Fira masih diam saja dan tidak menanggapi.
Yuni memuji Sasa habis-habisan "Raka lulus dari universitas bergengsi. Dia tampan dan memiliki kemampuan kerja yang sangat baik. Menikah dengan istri yang baik adalah hal yang normal."
Ekspresi Raka berubah sombong setelah mendengar itu semua.
Fira tahu bahwa para sepupunya memandang rendah keluarga mereka.
"Jadi, kami berencana membelikan rumah untuk pernikahan Raka, dan bermaksud membelinya di kota."
Fira langsung memahami tujuan sebenarnya dibalik undangan makan siang ini, dan dia sudah siap untuk menghadapinya.
Jadi begitu, kalian harus membeli rumah untuk pernikahannya, batin Fira. Yuni masih mendengarkan dengan seksama.
"Begitulah, kami masih sedikit kekurangan uang, dan kami berharap kami bisa meminjam sedikit dari kalian,"
Fira menunduk dan tersenyum mendengarnya. Ini seperti yang telah diduga olehnya.
"Bibi pasti sedang bercanda. Kalau keluarga kami punya uang untuk membeli rumah, apa kami akan tetap tinggal di rumah orang lain?"
Sasa tersenyum dan menatapnya "Oh, tapi kudengar ayahmu baru saja memberimu dua milyar rupiah."
Senyum Fira perlahan menghilang dari wajahnya.
Jadi, bagaimana mungkin keluarga bibinya tahu kalau dia punya uang?
Yuni tampak bingung. Apa Rudi sudah mengirim uangnya?
Fira menyeringai lagi "Siapa yang mengatakan itu pada bibi? Kamu tidak tahu apa yang sudah dilakukan ayah pada kami, bagaimana mungkin dia mau memberi kami dua milyar rupiah?"
Sasa segera mengeluarkan ponselnya "Nak, aku menerima pesan teks yang mengatakan bahwa kamu menerima uang dua milyar rupiah kemarin lusa. Kamu sebaiknya mengatakan yang sejujurnya. Kalau kamu meminjamnya maka kamu harus mengembalikannya. Bagaimanapun juga, kita masih kerabat, jadi ceritakan saja yang sebenarnya..."
Fira menduga bahwa orang yang memberitahukan kabar itu pasti Lulu.
Ini benar-benar diluar dugaan.
Dia melihat nomor ponsel itu.
"Fira, paman juga pasti akan membelikan rumah untuk hadiah pernikahan adik-adik lelakimu, dan karena itulah sekarang aku berbicara denganmu. Ketika akan membeli rumah, bukankah kerabat seharusnya saling membantu?"
Sasa berkata lagi "Ya, kami hanya ingin meminjam 1,5 milyar rupiah. Itu bukan jumlah yang besar kan untuk membeli rumah, hanya 1,5 milyar rupiah,"
Fira tersenyum dan memandangnya "Apa bibi tidak tahu bahwa bank juga bisa memberikan pinjaman? Kalau bibi merasa bunga pinjaman di bank itu termasuk tinggi, maka bibi bisa menggunakan pinjaman dana hemat. Melanie dan Raka sudah bisa bekerja dan tabungan mereka pasti sudah terkumpul cukup banyak. Tentunya kalian tidak akan kesulitan untuk membayar kembali pinjaman itu."
"Nak, bukankah kita masih harus membayar bunga pinjaman? Kenapa kita harus membiarkan bank mendapatkan uang dari kita?"
Fira tertawa mendengarnya "Apakah bibi ingin memberikan bunga itu padaku? Baiklah, bunga pinjaman terendah mungkin sekitar 3,5 persen. Karena kita semua masih kerabat, aku bisa meminjamkan uangnya dan menghitung bunganya sebesar 3 persen?"
Wajah anggota keluarga itu menjadi dingin.