Télécharger l’application
52.77% Patah Paling Parah / Chapter 19: Pertengkaran di Kafe

Chapitre 19: Pertengkaran di Kafe

"Sayang jangan salah paham," lirih Miko menatap wajah marah kekasihnya.

"Sudah sana kamu pulang saja. Enggak usah lagi kemari," usir Ndari yang beranjak bangkit ingin meninggalkan. Namun, tangannya di tahan oleh Miko.

Kedua mata itu saling berpandang-pandangan dalam waktu cukup lama. Sedangkan Ndari sudah berkaca-kaca antara gejolak hati yang ingin dilampiaskan. Namun, hati kecilnya ingin meninggalkan.

"Aku tidak selingkuh, percayalah dan jangan berpikir macem-macem."

"Bohong."

Miko masih diam membungkam mulutnya dengan tatapan bingung. Entah mengapa sikap kekasihnya perlahan mulai berubah. Semakin ke sini membuatnya tak betah. Namun, tak mungkin hubungan yang sudah lama terjalin harus diakhiri begitu saja.

"Pulang sana!"

"Aku jauh-jauh ke sini cuman untuk bertemu denganmu. Jangan diusir dong, Sayang. Enggak kasihan?"

"Kasihan sih, tapi kamunya selingkuh. Ngapain harus dikasihanni."

"Harus berapa kali aku katakan aku tidak selingkuh." Miko menatap penuh heran. Mengapa kekasihnya terus-terusan mengatakan dirinya selingkuh.

"Enggak usah ngelak!"

"Ya Allah, Ndari … harus bagaimana menjelaskan padamu. Aku enggak selingkuh bahkan mencoba selingkuh pun tak berani."

Ndari langsung menempis lengan yang cukup lama ditahan. Emosinya tak tanggung-tanggung untuk dikeluarkan. "Terus kenapa kamu enggak jawab teleponku malah yang terakhir ditolak. Hah!"

"Waktu itu aku di jalan. Karena harus fokus jadi aku tolak. Maaf Ndari, sekali lagi. Please, maafkan …."

"Dan anehnya, kamu memberiku buku binder untuk menuliskan apa yang seharusnya kuceritakan denganmu. Iya?"

Miko menganggukan kepala menatap mata Ndari yang sudah meneteskan air mata.

"Kamu tahu di mana salahnya?" Mata Ndari mendelik. Cowok itu perlahan mengelengkan kepala.

Ndari mengembuskan napas kesal. Kekasihnya tidak memiliki alasan yang kuat.

"Aku mengaku salah tetapi tidak tahu di mana letak salahnya."

"Sudahlah pulang sana!"

bentaknya yang semakin kesal.

"Ndari …" panggil Miko menatap sayu.

"Aku tahu kok dengan memberikan buku itu sama saja membatasi komunikasi kita."

"Bukan begitu maksudku, Ndari …."

"Dan kamu sendiri juga tahu kalo komunikasi adalah kunci dari sebuah hubungan!"

"Iya."

"Kenapa sih kamu itu iya, iya terus!" bentak Ndari kesel menghentikan kaki geram.Air matanya kembali menetes Miko sigap bangkit. Mencoba menyeka dengan tangan miliknya.

Sayang tangannya malah ditepis. Hati Ndari sangat sakit. Bergegas masuk kamar tetapi karena gagang pintu masih rusak, pintu tak dapat terbuka. Alhasil Miko mencoba untuk memperbaiki.

"Maaf ya udah membuat gagang pintu kamarmu lepas."

"Hem," sahut Ndari tak memerdulikan.

Setelah selesai memperbaiki langsung dikembalikan. Semua peralatan tukang yang digunakan ke dalam gudang. Keduanya masih sama-sama diam. Saling melempar pandang.

"Sana pulang, aku mau istirahat."

"Ya udah. Aku pulang dulu," pamit Miko, menatap kekasihnya namun Ndari sudah lebih dulu masuk ke dalam kamar.

Baiklah, sepertinya tak ada hasil untuk berdiri terus di sini? Miko kembali ke ruang tamu, megambil tas dan beranjak pulang. Matanya masih menatap pintu yang di dalam sana ada wanita yang dicinta.

Ndari yang mendengar suara montor dihidupkan langsung melihat ke arah jendela. Dari balik tirai matanya tak henti mengamati. Miko masih sempat menengok tetapi semua tak ada arti.

Sebelum sampai ke kos, menyempatkan diri terlebih dahulu menuju kafe. Betapa kagetnya saat melihat Om Atmaji bersama dengan seorang wanita. Mata Miko menyipit mencoba untuk memastikan.

"Siapa wanita itu?" lirihnya.

Setelah selesai memesan dan memilih tempat duduk. Mencoba untuk menjepret mengabadikan moment itu. Dikirimkan ke kekasihnya. Ndari kaget, ternyata Tante Mitha diam-diam kencan sama Ayah.

Langsung saja Ndari bergegas menuju lokasi yang dikirimkan oleh Miko. Menancap gas sepeda motor dan mencari-cari sosok Ayah dan Tante Mitha. Di sana langsung disambut oleh kekasihnya.

"Di mana Ayahku Mik. Di mana mereka?"

"Kamu tenang dulu Ndari tenang. Aku mau tanya, wanita itu kamu kenal?"

Kepalanya mengangguk-angguk, "Tante Mitha, wanita jahat yang pernah kuceritakan waktu itu. Aku nggak sabar ketemu dia pengen kujambak-jambak rambutnya!"

Melihat g kembang kembis dada wanita itu. Begitu gelisah dan tidak tenang. Bola matanya ke sana kemari mengamati. Miko memilih untuk merangkul, "Tenangkan dulu dirimu."

"Aku enggak sabar ketemu wanita jahat itu!"

"Sini," bisik Miko mendekap tak lama kemudian mengajak duduk.

Ndari malah bangkit dan gelisah duduk di depan kekasihnya. Pokoknya harus menemukan Tante Mitha sekarang! Miko ikut bangkit dan langsung menujukan ke arah bangku ujung.

Namun, sebelumnya ia juga menghawatirkan tentang luka di kakinya.

Benar di sana ada Ayah bersama sosok wanita jahat itu. Melihatnya saja Ndari sudah panas dan geram.

***

"O ya, katanya Sinta datangnya jam berapa?"

"Ya, mungkin sebentar lagi, Mas."

Atmaji tersenyum menikmati indah paras Mitha. Wanita yang sudah lama diidam-idamkan sebentar lagi akan dipinang. Meskipun sedikit mengejutkan mendengar dia memiliki anak. Namun, baginya bukanlah masalah sebab bisa untuk dijadikan teman Ndari.

"O ya, anakmu, Sinta itu umurnya sama Ndari beda berapa tahun?"

"Sepantaran Mas. Habis ini kita ke mampir belanja enggak?" tanya Mitha manja.

Tangan Atmaji meraih tangan wanita itu dengan lembut, tersenyum dan tiba-tiba muncullah Ndari. Mata Mitha terbelalak luar biasa bercampur dengan keringat dingin. Gugup dan bingung hatinya bertanya-tanya. Mengapa anak Atmaji harus berada di sini?

"Ndari …"

Atmaji sontak menoleh ke belakang. Di sana anak putrinya, refleks dirinya bangkit dan menatap tajam. Sorot mata keduanya saling beradu. Sesekali berpindah ke memelotot ke wanita jahat itu.

"Siapa yang nyuruh kamu ke sini?" tanya Atmaji yang sudah mulai goyah.

"Kafe ini bukan milik Ayah dan terbuka bagi siapa saja pengunjungnya."

"Pulang."

"Ayah tidak memiliki hak untuk mengusir Ndari dari sini."

Bola mata keduanya masih saling beradu tajam. Menahan emosi masing-masing yang tak tahan untuk dikeluarkan. Bagi Atmaji, Ndari memang putrinya tetapi terlalu ikut campur dalam urusan dirinya, maka patut diberi peringatan.

Mitha memlih diam. Sedikit tersenyum dan merasa tenang kareana sudah pasti. Atmaji akan membelanya dibandingkan dengan gadis malang itu. Ndari yang geram akan ejekannya langsung menyambar gelas dan menyiramka coffee ke arah Mitha.

"Ohh tidak!" teriak Mitha tak percaya dengan apa yang baru saja menimpanya.

Atmaji geram dan sudah bersiap untuk menampar. Untungnya saja ada Miko yang langsung melindunginya. Jadi, tamparan itu mendarat di pipi kekasih Ndari. Seketika mereka menjadi pusat perhatian.

"Maaf Om … kenapa Anda lebih memilih membela orang lain. Dibandingkan anak sediri?" tanya Miko dengan dagu yang dinaikan.

Tentu saja tak terima jika pacarnya diperlakukan begitu di depan umum. Atmaji geram, gigi-giginya mengeluarkan bunyi akibat saling gesekan. Sedangkan Sinta baru saja tiba dan tak percaya dengan pemandangan ramai di dalam kafe.

"Ohhh tidak … ada apa itu, rame-rame!" seruya yang melangkah masuk dengan setengah berlari.

Pelayan dan manajer kafe langsung memisah. Mengotrol kembali keadaan untuk tertib seperti semula. Tentu dengan tidak hormat Atmajai disuruh untuk pergi karena telah menyebabkan keributan. Sinta mengangga tak percaya melihat baju mamanya penuh dengan coffee.


Load failed, please RETRY

État de l’alimentation hebdomadaire

Rank -- Classement Power Stone
Stone -- Power stone

Chapitres de déverrouillage par lots

Table des matières

Options d'affichage

Arrière-plan

Police

Taille

Commentaires sur les chapitres

Écrire un avis État de lecture: C19
Échec de la publication. Veuillez réessayer
  • Qualité de l’écriture
  • Stabilité des mises à jour
  • Développement de l’histoire
  • Conception des personnages
  • Contexte du monde

Le score total 0.0

Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
Votez avec Power Stone
Rank NO.-- Classement de puissance
Stone -- Pierre de Pouvoir
signaler du contenu inapproprié
Astuce d’erreur

Signaler un abus

Commentaires de paragraphe

Connectez-vous