Télécharger l’application
89.65% PONZ crew / Chapter 26: [24] Sebuah Nama, Sebuah Hati

Chapitre 26: [24] Sebuah Nama, Sebuah Hati

Siang itu menjelang, kata dokter yang barusan memeriksaku tadi, hari ini aku udah boleh pulang. Lega dan pastinya senang yang kurasakan mendengar ucapan dokter itu. Ayah sedang keluar mengurus administrasi biaya rumah sakit kata Ibu. Dan Ibu sekarang sedang menungguku diserambi kamar, sepertinya sambil baca koran yang di bawa Ayah tadi. Adikku gak ikut kali ini, dia sekolah.

Aku, lagi rebahan di kasur sambil nonton siaran sinetron di RCTI, Si Doel Anak Betawi. Aku suka sinetron ini, menggambarkan sebuah kehidupan yang mayoritas ada di lingkungan sekitar kita. Sebuah gambaran yang alami. Kadang suka senyum sendiri liat tingkah si Mandra sama mas Karyo.

Dan ruangan kamar yang ber AC perlahan membuat mataku setengah mengantuk,

"al.. Ada teman mu.. " Suara ibu setelah membuka pintu, menengok ku."masuk aja!" Ibu mempersilahkan seseorang. Aku melebarkan bola mata dan melihat Nita sudah berada didepan pintu. Tersenyum kearahku.

"Assalamualaikum,...tidur al? " sapanya sambil melepas sendal dan berjalan masuk.

"walaikum salam,..nggak kok..Ngantuk." balasku. Nita mendekati ranjangku, " sama sapa kamu? " tanya ku lagi.

" sendiri..tadi mau ajak Elisa tapi belum pulang, masi sekolah kata ibunya.. " balas Nita, dan sudah berdiri di sebelah kananku sambil meletakkan tas plastik putih dimeja kecil samping ranjang." kesukaanmu al, lumpia! . " Nita menatapku dengan senyum tipis.

Mataku memperhatikan tas itu." iya?,.makasi! " aku tersenyum. Sambil membetulkan posisi tidur agak duduk.

" kamu udah baikan kan? "

" udah kok, alhamdulillah.. Nanti juga udah boleh pulang kata dokter,...mungkin sore" jawab ku. " ehh, kamu gak sekolah Nita, knapa?" lanjutku bertanya.

" gak al, udah ijin ada keperluan keluarga. "

" ohh,.. " aku mengangguk, lalu hening sejenak.

Aku kembali menatapnya, Nita juga. Pandangan mata kami sempat beradu. Lalu tangannya memegang tanganku. Dan sungguh aku tak pernah bisa menolak itu. Menepis kenyamanan saat telapak kulit halus itu mendarat pelan di atas kulit tanganku. Meski masih kurasakan ada pergulatan dalam benakku. Aku cuma bisa melihat ke tangan Nita sebentar lalu kembali menatapnya.

" al.. Nanti sore aku balek ke Tuban," Nita diam sejenak, "aku sebenarnya pengen nunggu kamu di sini al!"

Aku diam sesaat mendengar ucapannya. "oh ya nita,.., gak usah gapapa, nanti juga udah pulang, kan udah sembuh,.. Kamu ati ati dijalan, salam buat Ayah sama Ibu. " ucapku sambil sekilas melihat bibirnya.

" kamu masih menerimaku kan al..? "

Perkataan Nita yang ini kembali menggugah hatiku. Membangunkan semua memori yang berusaha ku simpan rapi. Dan beberapa detik aku sejenak terdiam. Nita menanti sebuah jawaban. Pandangan ku alihkan lurus ke dinding kamar. Dan otakku berusaha keras menyusun kalimat di tengah semua pergulatan hati. Dan,...

Kembali kutatap mata indah itu. " ya Nita.. Aku sudah menerima mu,..menerima mu menjadi bagian dari kisah hidupku di masa lalu " lanjutku.

Dan mata yang hampir bundar dan masih tetap indah itu kini mulai berkaca kaca setelah mendengar ucapanku. Ini berat bagiku. Bagi sebuah hati yang tersakiti dan pernah sangat mencintainya.

"waktu itu aku terbawa suasana aldo..aku juga gak pernah membalas surat dari Antok...aku gak jadian sama dia!!"

Nita masih berusaha meyakinkanku, tubuhnya sepertinya melemah, dia terduduk dikursi yang ada di belakangnya setengah langkah. Menunduk sambil menutup wajah dengan kedua tangan.

Aku tak lepas memperhatikannya. Aku merasa rapuh melihat air mata itu jatuh lagi. Aku berusaha mengatur detak jantung yang mulai berpacu. Meredamkan gejolak yang hampir terbawa suasana hati Nita.

"sudahlah Nita,... Lanjutkan hidup mu, biarkan aku juga melanjutkan hidupku." sejenak kutahan. " kamu tau aku selalu mencintaimu,berusaha setia meski kamu tau itu sulit Nita,.. tapi, inilah yang terbaik saat ini,..aku tak mau memaksa hatiku menerima mu lagi,.. kasihan Nita,.. Kasihan hatiku! " sedikit kutekan nada di akhir kalimat. Aku berusaha memahamkan Nita yang masih tertunduk dengan sebagian airmata yang melewati pipi.

Suasana saat itu hening, tanpa kata. Namun hatiku bergemuruh, beradu dan aku yakin Nita juga mengikuti suasana hatinya.

Tangan kananku angkat, berat,...pelan ku letakkan di atas kepalanya, mengelus rambutnya. Berusaha meredakan gundah hatinya. Sama denganku. Dan beberapa saat ruangan itu hanya terisi isak tangis Nita.

"maafkan aku Nita

Lalu ...

"assalamualaikum..! "

Suara dari depan kamar mengejutkanku. Sontak aku mengalihkan pandanganku." walaikum salam ". Ternyata Gatot, Sigit dan Nanang masuk memecah kesunyian kamar yang hanya dihuni senggukan Nita itu." ehh kalian! " aku tersenyum lebar.

Saat pandangan mataku masih tertuju pada mereka, tiba tiba Nita berdiri dan langsung berlalu tanpa pamit padaku. Hanya sekali melihatku.

Aku sempat terkejut sebelum akhirnya Nanang bertanya "  sama sapa dia?.. Antok?"

"sendiri kok nang! " jawab ku.

" ya gak mungkinlah sama si Antok! " sahut Gatot sambil tangannya membuka bungkusan tas putih berisi lumpia dari Nita tadi. " boleh ya al? "

Aku cuma tersenyum mengangguk.

Begitulah siang hari itu di rumah sakit berlalu bersama kedatangan Nita dan kepergiannya yang membawa kecewa. Dan teman-teman yang setia sebagai sahabat datang menjengukku. Kehadiran mereka segera membalikkan suasana tegang penuh makna dengan canda dan tawa. Menghiburku.

-[]-

Sampai di rumah setelah pulang dari rumah sakit siang itu sekitar jam dua, aku langsung menyusuri tangga menuju kamar. Membuka pintu yang sebelumnya tak pernah ku tutup. "Pasti Ibu yang menutupnya." dalam pikiranku.

Kulihat bantal dan guling juga sprei yang tertata rapi. "Pasti Ibu juga yang melakukannya." dalam otakku lagi. Aku senyum.

Kurebahkan tubuh di atas bantal yang terasa membuatku nyaman, lalu tangan kulipat di bawah kepala. Pandangan kuarahkan ke jendela nako yang terbuka. Terlihat awan biru dan putih yang begitu cerah.

Aku beranjak ke meja belajar lalu membuka laci. Kulihat sebuah amplop surat warna pink yang tergeletak di atas buku. Kuraih dan kubuka,

----------------------------------

Assalamualaikum, Aldo.

Lewat surat ini aku mau minta maaf soal yang kemaren. Aku mengaku khilaf al, aku gak ada niat sama sekali mengkhianati janji kita.

Tapi kalo ini memang kau anggap salah, aku minta maaf, tapi tolong Aldo, bicaralah..

Aku pengen ngomong sama kamu.

Minggu depan aku mau kesana Al, rencana ngajak Elisa kerumahmu.

Nita - Rindu

______________________

Itulah isi surat Nita yang di kirim padaku setelah kejadian malam itu beberapa hari sebelum aku terjatuh dari motor. Kuletakkan selembar kertas bergaris warna pink itu di atas meja, kubiarkan terbuka. Ku lihat sebentar.

Kualihkan pandangan pada tape compo di atas meja. Kuhidupkan tombol ON dan lagu dewa 19 "satu hati" mengalun mengisi telinga dan kepalaku. Setiap lirik lagu yang di bawakan Ari Laso itu sepertinya me-reply semua memori yang ada pada wajah ayu yang tadi menemuiku.

Dan anehnya aku tak pernah merasakan sesedih seperti hari ini. Beberapa kali aku pernah melihatnya menangis, tapi entah. Air mata Nita beberapa saat lalu terlihat lain. Aku cuma bisa merasakan, tapi tak dapat ku ucapkan pasti. Ada guratan penyesalan yang begitu dalam dari setiap butiran bening yang mengalir di atas pipinya.

Hati ini kembali bergejolak. Raga ini seperti ingin menghentikan waktu dan mengingat kembali saat bersamanya di pantai malam itu.

Ya, hanya malam itu. Saat tubuh kami saling memeluk dalam rangkulan asmara yang begitu hangat di antara dinginnya angin laut pantai. Semilir tiupan sang bayu yang mencoba msnyelinap di antara kulit kami yang bersentuhan di sela jari yang menggenggam erat. Dan mata yang beradu saling menguatkan hati untuk tetap Satu Hati.

Pandangan kuarahkan ke buku tulis di sebelah tumpukan buku paket yang agak berserakan. Kuambil dan ku buka di bagian tengah. Ku sobek. Dan sobekan kertas itu kuletakkan di atas meja. Pulpen pilot hitam ku ambil, tapi ku letakkan lagi. Mataku melihat ke dalam laci yang masih terbuka, tangan kananku mencoba meraba sesuatu. Namun aku baru ingat, ku alihkan pandangan ke bak sampah kecil di samping meja. Melihat tumpukan surat dari Nita yang telah ku buang malam itu. Lenyap!. "Pasti Ibu yang telah merubahnya menjadi abu di pembakaran sampah samping rumah" dalam otakku berkata.

"ALDO, TELPON! " suara Ibu memanggil dari bawah.

" IYA BU"dan bergegas turun seraya mengingat tentang surat Nita yang telah kubuang hari itu.

"halo, assalamualaikum? "

" Aldo, walaikum salam. "

"Kristin?"

" iya al, tadinya aku ke sana,...ternyata kamunya udah pulang,.. makanya aku telpon. "

" iya kris, barusan, sejam mungkin!"

" ohh,.. Berarti besok masuk? "

" gak tau,..kalo gak kesiangan,hahahaha "

Kristin juga tertawa." knapa kalo aku gak masuk Kris? "

" emm,.. Ya gapapa sih "

" kangen? Hahahaha? " Godaku.

" emm, iya al,..... Boleh? "

Aku sejenak diam." boleh,...hak mu Kris,.. kalo itu buat kamu senang "

" ya al, aku senang,makasi! "

" sama sama Kris, aku juga senang kamu udah telpon, makasi! "

" iya al,.. Emm udah dulu ya, aku mau pulang... sampe ketemu besok.,.. Assalamualaikum. "

" ya Kris, walaikum salam! " Kuletakkan gagang telepon dan berdiri,

KRINGGG... KRINGGG [SUARA TELEPON]

" Ya Kris, ada yang ketinggalan? " Tanya ku setengah bercanda sambil senyum. Pasti Kristin, dalam hatiku.

" aku al, Nita! "

Mataku melebar, terkejut. Suara di balik telepon itu terdengar agak berat, pasti karena kejadian tadi waktu di rumah sakit. " ohh,... Iya Nita,.. Aku kira... " Mulutku setengah terbata. Aku kembali duduk.

" Dia baru telpon al? " tanya Nita lagi.

" emm,.. Iya, tanya kapan aku pulang aja!,.. Kamu udah sampek rumah? " aku berusaha mengalihkan percakapan. Aku gak mau membuatnya kembali bersedih setelah kejadian itu dengan menyebut lagi nama Kristin.

" belum al, nanti habis magrib kata Ayah."

Entahlah, tapi suara itu kembali bisa membuatku luluh, dan nyaman mendengarnya. "ohh,..!"

"aldo, udah kamu baca kan suratku?"

Aku sejenak terdiam mendengar pertanyaan itu. "udah,... Tapi maaf Aku belum bisa membalasnya,..mungkin besok. " Nita kembali memberiku pertanyaan yang berat untukku jawab. Banyak keheningan yang terselip di sela setiap pertanyaan dan jawaban dalam percakapan kami. Aku masih berusaha menguasai hatiku yang kembali bergejolak. Dia masih memberikan efek yang dahsyat pada isi otakku.

"aku tunggu ya al,.... Sekalian aku pamit, maaf mengganggu mu,... "

" iya Nita, hati hati! "

" assalamualaikum! "

" walaikum salam! " jawab ku. Dan ku letakkan gagang telepon. Hufff..!!! Ku hela nafas panjang. Kembali melangkah ke kamar dengan kaki yang terasa berat.

Duduk di kursi meja belajar, menatap sobekan kertas yang tadi ku tinggalkan lalu melihat ke pena yang ada di sampingnya. Ku pungut pena itu dengan jariku. Ku letakkan di atas kertas bergaris. Mataku menatap setiap garis hitam yang ada pada kertas putih itu.

_________________

NITA, ANDAI AKU MENGGANGGU SIBUK MU.

MAAF, KALO SURAT INI MENYITA WAKTU MU.

...

[isi lengkap surat Aldo ada di novel PONZ crew - Surat Aldo, yang saya publish berikutnya]

_____________ig @djatisanyoto

25112o


Load failed, please RETRY

État de l’alimentation hebdomadaire

Rank -- Classement Power Stone
Stone -- Power stone

Chapitres de déverrouillage par lots

Table des matières

Options d'affichage

Arrière-plan

Police

Taille

Commentaires sur les chapitres

Écrire un avis État de lecture: C26
Échec de la publication. Veuillez réessayer
  • Qualité de l’écriture
  • Stabilité des mises à jour
  • Développement de l’histoire
  • Conception des personnages
  • Contexte du monde

Le score total 0.0

Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
Votez avec Power Stone
Rank NO.-- Classement de puissance
Stone -- Pierre de Pouvoir
signaler du contenu inapproprié
Astuce d’erreur

Signaler un abus

Commentaires de paragraphe

Connectez-vous