Satu minggu telah berlalu, berbagai kejadian supranatural telah dia alami. Akal sehatnya seolah-olah mulai menghilang. Dimana pun kaki berpijak, sosok makhluk astral selalu muncul di hadapannya. Namun Syamsudin berusaha untuk tidak memperdulikannya. Tetapi aktivitas supranatural yang ekstream, membuat dirinya sangat terganggu.
Seolah-olah mereka ingin memberitahu bahwa dirinya tak bisa mengabaikannya begitu saja. Sementara itu semenjak kepergian Syamsudin dari rumahnya. Suasana rumah kembali normal, tidak ada aktivitas supranatural, atau penamkanan makhluk halus. Akhirnya Ferdi pun bisa menarik nafas lega. Namun semenjak kejadian itu, dirinya selalu waswas ketika seorang diri.
Kejadian kabut malam mengundang berbagai persepsi. Ada yang berpendapat bahwa itu hanyalah sebuah fenomena alam. Namun ada juga yang berpendapat, bahwa itu adalah fenomena supranatural. Kejadian horor waktu itu tidak hanya dialami oleh mereka bertiga. Melainkan tetangganya ikut mengalaminya. Ketika seorang tetangga bersama empat temannya, menongkrong di kursi depan.
Mereka berlima mencium aroma melati, lalu disambung oleh aroma busuk. Setelah itu bercampur dengan aroma kemenyan. Kemudian melihat penampakan pocong tepat di depan rumah Ferdi. Keesokan paginya kejadian itu menjadi buah bibir di sekitar perumahan.
Sisi positifnya dari besok hingga beberapa hari ke depan. Pihak komplek mulai mengadakan kegiatan keagamaan. Semua itu tak lain hanya untuk meminta perlindungan Sang Pencipta dari malapetaka. Acara itu di pimpin oleh tokoh agama terkemuka di sekitar komplek.
Sama halnya dengan Zuki, kini dia bisa betapa di dalam kamar mandi dengan tenang. Tidak ada penampakan atau kegiatan sepiritual di rumahnya. Bahkan dia dapat melakukan aktivitas siang dan malam secara normal. Berbeda jauh dengan Syamsudin, hingga sekarang masih saja di ganggu. Namun sebentar lagi semua itu akan berakhir.
Sebab hari ini dia bersama tiga temannya, berencana mengunjungi salah satu paranormal di perbatasan kota Garut, tak jauh dari kawasan Gunung Guntur. Tempat itu di penuhi oleh pesona keindahan alam. Jalan berlikuk serta tanjakan menghiasi indahnya pegunungan. Banyak dari kalangan pemuda yang datang, untuk meluangkan hobi pecinta alam.
Ada juga beberapa manusia tersesat, untuk mempelajari ilmu hitam. Namun eksistensi mereka tidak di ketahui. Semua itu terasa indah saat pagi hari, namun berbeda ketika malam. Suasana dingin mencengkram, dipenuhi oleh aktivitas spiritual. Makhluk astral berkeliaran memulai aktivitasnya layaknya manusia.
Kisah kembali fokus kepada tiga pemuda tersesat. Setelah sekian lama di perjalanan akhirnya mereka sampai. Sebuah tempat di jalan berikuk, dengan keindahan alam yang eksotis. Kemudian mereka pun turun dari mobil. Mereka menatap sekitar dengan rasa waswas.
Sorot mata mereka tak bisa fokus dengan apa yang ada di depan. Hari sudah mulai gelap, suara binatang malam mulai terdengar. Udara dingin mulai merasuki pori-pori. Suara burung hantu mulai terdengar, teriakan makhluk malam membuat bulu kuduk mereka berdiri.
"Kau yakin orangnya ada disini?"
"Iyah aku yakin," kata Zuki.
"Sebaiknya kita cepat, sebelum tengah malam."
"Memangnya kenapa?" Tanya Syamsudin.
"Jika sudah tengah malam, tempat ini sudah tidak bersahabat."
Perjalanan pun dimulai. Mereka berjalan menelusuri hutan, lalu memasuki semak belukar. Lalu mereka berjalan di atas rawa, terjebak di lumpur, bertarung dengan hewan buas sudah mereka alami. Namun itu semua hanya sebuah majas hiperbola.
Sebenarnya jarak mereka ke rumah Si Paranormal hanya berjarak 300 m. Penulis sengaja melakukannya agar terlihat dramatis. Sekian lama mereka berjalan, akhirnya mereka sampai dirumah yang di kelilingi oleh pohon tua. Pohon itu menjulang tinggi, serta di penuhi daun yang lebat.
Rumah itu memiliki cat putih, serta di kelilingi oleh tanaman hias. Disetiap sudut Sang Pemilik rumah menanam bambu kuning. Bambu kuning konon katanya bisa menangkal roh jahat. Ada beberapa kabel tergantung di sekitar pohon. Disini bahkan mereka dapat menemukan sinyal Wifi. Kemudian mereka bertiga berjalan menuju rumah itu. Lalu Syamsudin mengetuk pintu sebanyak tiga kali.
Pintu pun terbuka, tampak seorang pria berumur 40 tahun, berdiri di hadapan mereka. Pria itu memakai belangkon, serta memakai pakaian serba hitam. Orang-orang biasa memanggilnya dengan sebutan,"Mbah Songo". Mbah Songo mengetahui maksud kedatangan mereka, lalu dia mempersilahkan mereka untuk masuk.
Tanpa sadar ada lima makhluk halus mengikuti mereka. Makhuk halus itu tak lain adalah Kirana, Sarah kuntilanak cantik yang memakai jepit bunga, Bode, Susi dan Suep. Duduk di atas pohon tua yang tinggi. Kirana duduk sambil menatap rumah dengan santai.
Sesekali dia tertawa manis, sambil memegang dagu serta menggerakkan kakinya naik turun. Sarah sedang menata rambut Susi, Bode berdiri sambil bersender di pohon, sementara Suep tidur di atas pohon dengan posisi terbalik.
"Ara-ara, rupanya mereka bertiga sedang meminta bantuan rupanya."
"Jadi Kirana, apa rencanamu selanjutnya?" Tanya Sarah.
"Tentu saja masuk ke dalam."
"Tapi rumah itu memiliki pelindung gaib, bagaimana caranya untuk masuk Nyai?" Tanya Susi.
"Ya ampun, pelindung seperti itu tidak ada pengaruhnya bagiku. Lagipula itu berlaku untuk roh jahat, tapi aku bukan roh jahat."
Kemudian Suep terbangun dari tidurnya, lalu berjalan di atas udara. Dan dia duduk bersila samping kiri Kirana. Sementara itu Bode melompat lalu melayang di atas udara, dan dia duduk berselonjor di samping Sarah. Bode mendengar pembicaraan mereka bertiga. Dia penasaran dengan apa yang dikatakan oleh Kirana. Lalu dia bertanya.
"Jika bukan roh jahat, maka Nyai itu apa?"
"Entahlah mungkin aku adalah roh jail." Canda Kirana sambil menatap Bode.
"Nyai bisa saja." Tertawa bersama Kirana.
"Dari dulu aku penasaran," kata Sarah.
"Soal apa?"
"Hubungan seperti apa, antara kamu dengan Juliet?" Menatap Kirana dengan rasa penasaran.
"Benar itu, mengapa Nyai sampai berbuat sejauh itu demi manusia itu?" Tanya Suep.
Seketika Kirana pun terdiam. Dia menatap langit dengan wajah berbinar-binar, dia pun tersenyum manis. Pipinya memerah, terkadang dia menggigit jarinya sendiri. Melihat tingkahnya itu, mereka berempat semakin penasaran. Sebenarnya siapa Juliet? Manusia seperti apa dirinya itu? Tanya mereka berempat di lubuk hati yang paling dalam. Kemudian Kirana menatap mereka berempat, lalu dia pun berkata.
"Rahasia." Menempelkan telunjuk di bibir, mengedipkan mata dengan wajahnya yang manis.
"Yah." Jawab mereka berempat dengan wajah kecewa.
Sementara itu mereka bertiga berada di ruang tengah. Mereka bertiga duduk sambil menghadap Mbah Songo. Diantara mereka ada sebuah meja, di tutupi kain merah. Diatasnya ada berbagai barang keramat seperti keris, jalangkung, kembang tujuh rupa, kain kafan, boneka santet, dan terakhir tempat bakar kemenyan. Setelah persiapan selesai, Mbah Songo mulai membakar kemenyan, lalu membaca mantra sebagai awal menyambut hajat.
Seketika suasana di ruangan semakin dingin. Aroma kemenyan, serta bunga kenanga menghiasi sudut ruangan. Seketika bulu kuduk mereka bertiga mulai berdiri. Setelah beberapa menit kembali seperti biasa. Sekarang barulah mereka bisa menyampaikan keluhan mereka.
"Cepat katakan ada perlu apa datang kemari?"
"Begini mbah, saya akhir-akhir ini kok sering di ganggu makhluk halus."
"Makhluk halus?"
"Iyah makhluk halus mbah," kata Ferdi.
"Coba sebutkan ciri-ciri hantu itu."
Mereka bertiga langsung memberitahunya secara bersamaan. Perkataan mereka bertiga yang terlalu tergesah-gesah membuat Mbah Songo jengkel. Dengan sekali gebrakan meja, dia meminta salah satu dari mereka bertiga untuk bercerita. Setelah berbagai macam diskusi, akhirnya mereka memutuskan Syamsudin untuk bercerita. Sebab dialah yang paling banyak mengalami kejadian spiritual.
Syamsudin pun bercerita saat pertama kali dia bertemu dengan Gadis itu menggunakan kebaya merah dengan motif bunga, selendang kuning, kedua kakinya diselimuti oleh kain batik berwarna coklat, berambut panjang, dan menggunakan mahkota terbuat dari emas. Sampai bertemu dengan kehadiran sosok pocong di rumahnya Ferdi. Mbah Songo memperhatikan setiap ceritanya dengan serius.
Namun selesai mendengar ceritanya, dirinya merasa kebingungan. Baru pertamakali dia menghadapi kasus yang seperti ini. Biasanya seseorang akan di ganggu oleh satu atau dua makhluk halus. Kini dia harus menangani kasus, tiga orang yang di ganggu oleh berbagai makhluk halus. Kemudian dia mulai berkonsentrasi, lalu dia berkomat-kamit membaca mantra.
Tiba-tiba muncul tiga benta pusaka, yaitu kertas mantra, keris mini, dan terakhir pisau merah berukuran sangat kecil. Ketiga pusaka itu muncul diatas meja. Setelah itu Mbah Songo memberikan tiga pusaka, kepada mereka bertiga. Syamsudin menerima kertas, Ferdi Keris, dan terakhir Zuki menerima pisau merah.
"Bawalah benda itu kemana pun kalian pergi. Ingat jangan sampai hilang," kata Mbah Songo.
"Baiklah." Jawab mereka bertiga.
"Sisanya serahkan pada Mbah, biar Mbah selidiki terlebih dahulu. Mengenai identitas dari hantu itu."
"Terimakasih mbah," jawab mereka bertiga.
"Baiklah mana bayaranku?"
Ferdi memberikan setumpuk uang berisi lima juta. Setelah itu mereka bertiga pamit untuk pulang. Mereka bertiga melangkahkan kakinya dengan rasa bangga. Akhirnya mereka bisa beraktivitas tanpa ada gangguan. Tapi semua itu tak berlangsung lama. Sementara itu Kirana bersama empat temannya, mengamati mereka dari atas pohon.
"Mereka sudah pergi," kata Sarah.
"Sudah biarkan saja. Kalian tetap disini, aku ada sedikit urusan dengannya." Menatap rumah dengan santai.
Setelah mereka pergi, Mbah Songo kembali ke tempat duduknya. Aroma kemenyan telah ia tambahkan, rapalan mantra mulai di bacakan. Mulutnya komat kamit, sambil berkonsentrasi mencari suatu kebenaran. Di luar tiba-tiba dia mendengar suara dentuman, serta ledakan yang sangat keras. Spontan Mbah Songo berdiri dari tempanya lalu berjalan ke arah pintu.
Tiba-tiba Mbah Songo berserta dua daun pintu, terpental ke belakang. Mbah Songo pun tergeletak di atas lantai. Dirinya sangat kerkejut dengan kehadiran sosok wanita yang di ceritakan oleh klien-nya. Kemudian dia mengangkat ke dua kakinya, lalu melompat dan bangkit sambil mengambil sebilah keris di atas meja.
Keris itu di bacakan mantra, lalu melemparnya tepat ke arah jantungnya. Dengan kedua jari Kirana dapat menangkap keris miliknya. Cahaya kilat mulai bersinar, aliran halilintar mengalir ke seluruh tubuh. Namun dia tidak merasakan sakit, hanya merasakan geli pada sekujur ubuhnya.
Seolah-olah ribuan tangan menggelitiki tubuhnya. Kedua jarinya telah gosong, lalu dia melemparkan keris itu layaknya melempar batu. Mbah Songo dengan mudah dapat menangkap keris miliknya, dengan satu tangan. Kemudian Mbah Songo melompat, lalu terbang ke arahnya. Spontan dia terbang mundur sambil tertawa.
Mbah Songo menyerangnya dengan sinar api yang panas. Sekali tebas sihir itu mental hingga membakar tanaman hiasnya. Kirana pun mendekat, dan terjadilah duel diantara mereka berdua. Berkali-kali Mbah Songo menyerangnya dengan kesaktiannya. Dengan mudah lawannya dapat mengatasinya.
Dua jam lamanya mereka bertarung, Mbah Songo sudah mulai kelelahan sedangkan lawannya tidak. Dia tetap berdiri lalu memandangnya dengan tatapan hina. Seolah-olah dirinya hanya seekor lalat. Ribuan biji hitam telah di lemparkan dari kantong celana. Spontan Kirana mengubah tangannya, menjadi prisai berselaput mirip seperti sayap naga. Sekali tebas biji itu berhamburan kemana-mana. Tiba-tiba prisalnya mulai terbakar, Kirana berusaha memadamkan dengan sihir es miliknya.
Usaha yang dia lakukan sia-sia. Api mulai menjalar ke seluruh tubuhnya, rasa sakit luar biasa sedang dia alami. Mbah Songo langsung melompat, lalu menebas kepalanya dengan sembilah keris. Lalu dia menancapkan sebuah paku emas di atas kepala. Paku itu terbuat dari campuran emas dan batu merah delima.
Konon katanya jika ada makhluk halus, tertancap oleh paku itu. Maka dia akan menjadi budak setia dari Sang Pemilik paku. Kemudian dia membawa kepala itu, lalu menancapkannya dengan sembilah keris, pada sebuah pohon tua.
"Ha.ha.ha sebentar lagi kamu akan menjadi pelayanku." Menatap Kirana dengan sombong.
Ketika ia menoleh ke belakang, tiba-tiba perutnya tertusuk oleh tangan Kirana. Kirana mengubah ujung tangannya seperi sembilah pedang. Ujungnya yang tajam, terbentuk dari tulang serta sel tubuhnya sendiri. Darah pun mulai mengalir dari sela perutnya. Berkali-kali Mbah Songo memuntahkan darah.
"Ara-ara, rupanya cuman segini kemampuanmu? Mengecewakan. Padahal aku ingin sedikit bermain lama denganmu. Baru terkena tipuan segitu saja, sudah kalah. Berani-beraninya kamu menyerangku dengan cara seperti itu. Baiklah akan aku perkenalkan dirimu pada rasa sakit." Mengangkat tubuhnya dengan cukup tinggi. Kemudian mendekatkan wajah Mbah Songo ke hadapannya.
Tiba-tiba bagian sisi tangannya mengelupas, lalu memanjang hingga membentuk seperti capit. Ujungnya berbentuk seperti sebuah pisau kecil. Dan kemudian, Kirana langsung menusuknya dengan lima capit dari tangannya sendiri. Mbah Songo berkenalan dengan rasa sakit.
Darah pun mulai mengalir dengan derasnya. Berkali-kali dirinya berteriak kesakitan, serta meminta ampun. Akhirnya dirinya lansung melemparnya hingga tergeletak di atas tanah. Mbah Songo pun sekarat. Berkat bantuan sihir penyembuh mili Kirana, nyawanya dapat di selamatkan.
"Ampun Nyai! Ampun!" Sujud Mbah Songo meminta ampun.
"Sudah hentikan, aku kesini bukan untuk membunuhmu." Berjalan mendekatinya.
"Lantas ada apa Nyai datang kemari?"
"Aku hanya ingin membuat sebuah perjanjian."
"Perjanjian?" Berdiri sambil menatap Kirana, dengan rasa penasaran.
Kemudian, Mbah Songo mempersilahkan dirinya untuk masuk. Lalu mereka berdua duduk di ruang tengah, membicarakan sebuah perjanjian. Awalnya Mbah Songo tidak menyetujuinya. Karena suatu hal akhirnya dirinya menyetujuinya. Setelah itu Kirana berjalan ke luar.
Mbah Songo melangkahkan kakinya, sebanyak tiga kali dari depan pintu. Dengan sekali jentik seluruh kerusakan kembali seperti sediakala. Spontan dirinya langsung berterimakasih kepada Kirana. Lalu dia pun menghilang dibalik butiran cahaya.
Hallo penggemar Bonoki semua, apa kabar sehat? semoga sehat semuanya. Saya author Tampan_Berani, ingin menginformasikan bahwa setelah chapter 45, Bonoki akan di skip terlebih dahulu. Sabar heroinya masih di kandangin, masih di kasih parap. Author akan fokus pada judul ke dua yaitu, "Lorex 19" untuk even lomba. Jangan lupa komen, coleksi, dan power stone agar author semangat dalam menulis. Terimakasih!
Satu minggu telah berlalu, akhirnya dia bisa mengucapkan selamat tinggal, kepada setan yang sudah mengganggu hidupnya. Semuanya terlihat normal, bahkan dia bisa menjalankan aksinya tanpa gangguan spiritual. Sekarang tidak akan ada lagi, sosok misterius menggedor pintu saat tengah malam. Aroma busuk serta kemenyan sudah tidak tercium lagi.
Indahnya hidup ini, semua yang dia alami terasa seperti mimpi. Berkali-kali dia mengucap syukur kepada jimat yang selalu dia bawa, kemanapun dia pergi. Keberadaan jimat itu, telah menduakan perintah-Nya. Sungguh pria yang konyol, padahal seluruh hal didunia ini bergerak berdasarkan perintahnya.
Tapi sudahlah biarkan saja, kalian sebagai pembaca cukup tidak mengikutinya. Singkat cerita malam pun tiba. Ferdi dan Zuki berkunjung ke rumah temannya, tujuannya tak lain adalah membicarakan mengenai pengiriman paket. Pintu di ketuk sebanyak tiga kali, lalu Syamsudin mempersilahkan temannya untuk masuk.
Mereka berdua duduk di ruang keluarga, sambil menikmati acara komedi di TV. Suara tawa bergema setiap sudut ruangan, kebahagiaan terpancar di raut wajah mereka berdua. Sementara itu Syamsudin pergi ke dapur untuk membuatkan tiga cangkir kopi hitam.
Kemudian Syamsudin meletakkan gelas itu di hadapan mereka. Syamsudin pun bergabung, suara canda dan tawa semakin bervariasi. Tiba-tiba mereka mendengar suara ketukan pintu. Mendengar hal itu seketika suasana menjadi sunyi. Meskipun mereka sudah tidak di ganggu oleh makhluk halus, namun kejadian itu telah membekas di ingatan mereka.
Syamsudin berjalan ke depan, lalu membukakan pintu. Rupanya itu adalah salah satu ojek online, yang sedang mengantarkan pesanannya. Ojol (Ojek Online) membuka helm-nya, lalu memberikan pesanan satu paket pizza. Rambut hitam menjulur ke bawah, kulitnya yang putih, serta parasnya yang cantik terlihat di bawah sinar bulan.
Sosoknya terlihat tak asing bagi dirinya, di pipi kanannya terdapat tahi lalat berukuran kecil. Seketika dia teringat oleh Dinda, salah satu karyawan korban begal yang pernah dia bunuh, bersama dua temannya. Mayatnya di potong-potong, lalu membuangnya di sungai Kalimalang. Seketika wajahnya berubah menjadi pucat, kedua kakinya mulai gemetar, keringat pun bercucuran. Lalu dia berkata.
"Dinda?!" Menunjuk ke arah gadis itu.
"Dinda? Maaf sepertinya mas salah orang. Saya Linda salah satu member Ojol di kota ini. Ngomong-ngomong, maaf mas bayarannya?" Menjulurkan tangan, meminta tagihan.
"Oh iya maaf Mbak, ini uangnya." Memerikan uang yang ada di dalam dompetnya.
Kemudian Syamsudin kembali masuk ke dalam. Melihat rupa gadis itu, membuatnya kembali teringat kejadian itu, seolah-olah jiwannya menghantui untuk menuntut balas. Suara canda dan tawa kembali bergema, seketika bayang itu telah menghilang. Satu persatu porongan pizza telah mereka nikmati, cangkir kopi pun telah berganti.
Sudah saatnya bagi mereka untuk membicarakan paket. Berbagai pendapat keluar dari mulut mereka, perdebatan telah di lalui, dan akhirnya mereka sepakat, untuk mengantar paket pada pukul sepuluh malam. Berbahaya jika mengantarkan paket pada siang hari, sebab mulai besok hingga beberapa hari ke depan, polisi akan menggelar rajia di seluruh akses lalu lintas.
Dua jam telah berlalu, akhirnya mereka memulai perjalanan mengantar paket. Jalan lurus dan berlikuk telah mereka lewati. Terkadang mereka harus mengalami kendala di jalan, namun itu semua tak mengurungkan niatnya mengantar paket. Sebab di benak mereka hanya ada uang. Sekian lama di perjalanan, akhirnya mereka sampai pada sebuah patung kuda.
Patung kuda itu berwarna putih, di tunggangi oleh seorang pasukan romawi, dengan memegang sebuah pedang. Sekitar patung terdapat tanaman bunga yang indah. Di belakang itu ada dua buah jalan lurus, tetapi jalan itu di tutupi oleh sebuah kursi panjang, terbuat dari kayu.
Tanpa pikir panjang, mereka bertiga mengangkat kursi, lalu meletakkannya di jalan. Lalu mereka melanjutkan perjalanan, di depan ada pos satpam diantara gapura yang menjulang tinggi. Diatas gapura terdapat sebuah selogan, yang bertulis "Selamat Datang". Disana ada seorang Satpam berjaga sambil duduk mengangkat kaki, sambil membaca koran. Satpam itu memiliki kumis tebal, berkulit pucat, serta memiliki tatapan kosong. Mereka menghentikan laju kendaraan, lalu turun dan bertanya.
"Maaf pak saya izin bertanya. Perumahan Jeruk Sari, Blok G2 No.20 RT005/RW012 . Dimana yah pak?" Tanya Syamsudin.
"Kalian jalan lurus terus sampai mentok, lalu belok kanan." Berdiri lalu berjalan dan menunjuk ke arah yang dimaksud.
"Oh, terimakasih."
Mereka melanjutkan perjalanan, tanpa sadar sosok satpam itu menghilang. Sepanjang perjalanan, mereka tak ada hentinya memandang sekitar. Perumahan yang megah, mewah, serta di penuhi oleh berbagai jenis mobil mahal, membuat mereka kagum. Berbagai aktivitas para penghuni perumahan, serta keramahan warga sekitar, membuat suasana di Perumahan Jeruk Sari menjadi hangat. Ada yang sedang menemani anjing jalan-jalan, berdagang, bahkan ada beberapa anak kecil, bermain sepanjang jalan. Sekian lama mereka mencari, akhirnya mereka telah sampai.
Sebuah rumah mewah, memiliki lantai dua, halaman yang luas, serta pagarnya yang tinggi. Rumah itu berwarna putih, di halaman depan terdapat berbagai tanaman hias. Ada tiga mobil mewah di depan garasi, yaitu mobil Ferrari merah, BMW X1 putih, dan terakhir Lamborghini kuning. Samping gerbang, ada seorang satpam yang sedang tertidur pulas. Kemudian Ferdi memanggilnya sebanyak tiga kali. Satpam itu terbangun, lalu Zuki berkata.
"Permisi saya ingin bertemu Pak Zulham, apa beliau ada dirumah?"
"Oh kalian yah? Ok, sebentar saya buka gerbang dulu." Berdiri lalu berjalan, dan membuka gerbang.
Pintu gerbang terbuka, mereka pun berjalan memasuki gerbang. Setiap langkah kaki, pandangan mereka tak ada hentinya memandang sekitar. Segala kemewahan di tempat ini, telah membutakan mata. Sepertinya rumah ini, akan di jadikan target operasi perampokan dalam hari ke depan. Kemudian Zuki mengetok pintu sebanyak tiga kali.
Sang Pemilik rumah membukakan pintu. Rupanya, pemilik rumah adalah seorang pria berusia tiga puluh tahun. Perutnya yang buncit, berkulit sawo matang, serta memiliki uban pada rambutnya. Hari ini beliau menggunakan kaos berkerah biru, serta bercelana pendek coklat.
Kemudian beliau mempersilahkan, mereka untuk duduk di ruang tamu. Sofa yang mereka duduki terasa empuk, di lorong mereka dapat melihat berbagai koleksi keramik. Setiap dinding terdapat berbagai foto keluarga, serta lukisan hasil karya seniman terkenal. Sepertinya suasana di rumah sedang sepi, hanya ada beliau serta beberapa pembantu yang terlihat di lorong. Para pembantu sedang membersihkan koleksi keramik miliknya. Ada juga yang sedang mengepel lantai. Kemudian Pak Zulham, menanyakan pesanan miliknya kepada mereka bertiga.
"Ini paketnya, cepat dan selamat." Kata Zuki sambil memberikan sebuah paket, dari kantong jaket kulitnya.
"Wah sesuai pesanan, terimakasih." Membuka isi kotak itu lalu menaruh, sebuah bungkus di atas meja.
"Bapak tidak lupa bagian kami bukan?" Sindir Ferdi.
"Tentu saja tidak, maaf tunggu sebentar. Saya mau ke belakang dulu." Berdiri lalu membalikkan badan, dan berjalan ke arah lorong.
Beberapa menit kemudian, masuklah seorang pemuda berambut hitam belah dua, berjaket merah, celana jins biru dongker, serta sepatu hitam bertali putih. Di belakang dia membawa sebuah tas punggung berwarna abu. Pemuda itu berkulit putih, hidung mancung, memiliki alis sedikit tebal yang simetris. Seketika wajah mereka bertiga mulai pucat, jantungnya berdetak begitu cepat, dan tubuh mereka mulai gemetar. Pemuda itu merasa heran dengan mereka bertiga, lalu dia pun tersenyum dan berkata.
"Malam mas, tamu-nya papah yah?"
"Iya mas," jawab mereka bertiga dengan wajah ketakutan.
"Kalian kenapa? Wajah kalian seperti ketakutan?"
"Tidak mungkin itu perasaan mas saja," jawab mereka bertiga.
Kemudian pemuda itu, melihat sebuah bungkusan berisi bubuk putih. Lalu dia pun menatap mereka bertiga, setelah itu dia memanggil salah satu pembantu bernama Dinda. Kemudian dia menyuruhnya, untuk membawakan beberapa jamuan makanan. Lama kelamaan, mereka bertiga mulai merasakan ada yang tidak beres. Namun seketika mereka teringat oleh jimat yang mereka bawa. Sehingga rasa curiga pada diri mereka, telah berkurang. Kemudian pemuda itu berjalan menelusuri lorong, lalu menaiki anak tangga.
Beberapa menit kemudian seorang pembantu, menggunakan kaos biru, bercelana hitam, menggunakan celemek, datang membawa jamuan. Jamuan itu antara lain beberapa kue manis, dan gorengan hangat. Pembantu itu memiliki paras yang cantik, serta tubuh yang aduhai.
Pembantu itu membungkukkan badannya, lalu menaruh beberapa makanan di atas meja. Bungkusan putih dia pindahkan ke sisi meja, agar tidak membuang tempat. Kedua temannya fokus memandangi tubuh Sang Pembantu, sedangkan Syamsudin melihat beberapa jamuan makanan, membuat dirinya menelan air liur. Tiba-tiba kepalanya jatuh dan tergeletak di atas makanan. Dari bagian leher, darah mulai bercucuran hingga membasahi lantai.
Bau anyir serta amis, mulai menghiasi setiap sudut ruangan. Mereka bertiga semakin ketakutan, ketika melihat sosok kepala tersenyum manis ke arah mereka. Seketika mereka teringat dengan identitasnya. Rupanya sosok itu adalah Dinda, karyawan korban begal yang telah mereka bunuh. Seketika rumah itu mulai menampakkan wujud aslinya.
"Maaf mas, memang suka lepas sendiri." Kepala itu berbicara, sambil tersenyum manis ke pada mereka.
"Setan!" Teriak mereka bertiga sambil berlari, dan berusaha untuk membuka pintu.
Kemudian mereka menggedor pintu, sambil berteriak meminta bantuan. Tetapi tidak ada respon apapun di luar. Berkali-kali mereka mencoba untuk membuka pintu, namun pintu itu tetap tidak terbuka. Tiba-tiba salah satu sosok mencekik leher Syamsudin, lalu melemparnya ke lorong. Sementara itu mereka berdua di tampar berkali-kali oleh sosok wanita berkepala buntuk.
Bahkan tetesan darahnya telah membasahi baju mereka berdua. Kemudian mereka berdua menusukkan jimat pada perutnya. Seketika jimat milik mereka berdua terbakar hingga meleleh. Sementara itu Syamsudin bertemu dengan pemuda berjaket merah. Pemuda itu menangis darah, sambil menjatuhkan kedua bola matanya. Dia semakin ketakutan, tanpa sadar dia pun mengompol. Bungkusan berisi narkoba, berubah menjadi ribuan belatung.
Sedikit demi sedikit, berbagai sosok makhluk halus mulai menampakkan diri. Mereka berjalan perlahan mendekati dirinya. Wajah mereka yang begitu menyerampan, membuat jiwanya semakin menderita. Setiap kali dia memejamkan mata, para sosok itu kian mendekat. Spontan dia mengeluarkan jimat dari dalam dompetnya. Lalu kertas itu terbakar sendiri, sehingga membuatnya semakin ketakutan. Dia berusaha berusaha untuk menghubungi bantuan, dengan sebuah phonsel. Sialnya tidak ada sinyal sama sekali. Para sosok itu berkata.
"Kembalikan dompet saya! Kembalikan dompet saya!" Mengatakan sambil menjulurkan tangan bersama-sama.
"Pergi jangan dekat-dekat! Menjauh dariku dasar setan!"
"Ok baiklah." Sosok pemuda itu mencekiknya, lalu melemparnya ke arah dua temannya.
Dan akhirnya mereka bertiga, terpental keluar dari rumah. Wajah serta tubuh mereka di penuhi oleh luka memar. Tanpa menyia-nyiakan kesempatan, mereka berlari ke luar gerbang lalu menaiki motor, dan pergi dari sini. Sepanjang perjalanan, rumah mewah yang sebelumnya mereka lihat, berubah menjadi rumah kosong yang di penuhi tanaman merambat.
Jalan mulus yang mereka lewati, berubah menjadi jalan berbatu. Sekian lama mereka berlari dari mimpi buruk, akhirnya mereka berhasil keluar dari perumahan itu. Setelah itu mereka melanjutkan perjalanan. Di tengah perjalanan, mereka berhenti pada salah satu kedai nasi goreng. Kemudian mereka menyantap hidangan bersama-sama.
Mereka tiada henti membicarakan kejadian mistis, yang telah mereka alami. Kejadian itu semakin membuat mereka trauma. Sebenarnya ada apa? Itulah pertanyaan yang sering mereka ucapkan. Kehadiran mereka, telah membawa malapetaka dalam kehidupan. Seketika kebebasan berubah menjadi sebuah angan-angan.
Teriakan serta tangisan, tidak bisa mengubah takdir. Yang ada hanya sebuah ketakutan. Tiba-tiba Ferdi menerima sebuah notifikasi pesan dari Mbah Songo. Mereka bertiga membacanya bersama-sama.
"Teror hantu yang terjadi pada kalian bertiga. Disebabkan oleh teman kalian yaitu Syamsudin. Dia telah mengambil dompet, milik Sang Pemuda berjaket merah yang sudah tewas terlindas truck. Untuk mengakhiri kutukan, maka Syamsudin harus mencari dompet itu, lalu menaruhnya di jalan, tempat dimana pemuda itu meninggal." Isi dari pesan Mbah Songo.
"Wah kalau ini, gue gak ikut-ikutan," kata Ferdi.
"Elu bener-bener lagi apes, sorry gue gak bisa bantu hari ini gue ada acara. Semoga beruntung." Berdiri lalu menarik tangan Ferdi.
"Kalian mau kemana?" Menatap mereka berdua dengan rasa panik.
"Bye!" Menaiki motor secepat mungkin, lalu meninggalkannya.
"Tidak, tunggu!"
Keesokan harinya dia mulai mencari keberadaan dompet itu. Seluruh tempat sudah dia cari, mulai dari dalam rumah, tong sampah, saluran air, namun dia sama sekali tidak menemukannya. Sedikit demi sedikit akal sehatnya mulai menghilang. Setiap orang yang dia temui, penampilannya seketika berubah menjadi sosok yang dia takuti. Kejadian masa lampau, mulai menghantui dirinya.
Tak terasa enam hari lagi bulan Febuari telah tiba. Sampai sekarang dia belum menemukan dompet itu, berbagai teror makhluk halus membuat syaraf otaknya semakin rusak. Kemudian dia memutuskan untuk keluar menghibur diri. Dia membuka tabungannya, yang berada di bawah kasur. Sebuah kotak berisi lima puluh juta, tersimpan di bawah keramik lantai, di bawah kasurnya.
Syamsudin pun terkejut. Tiga juta rupiah telah hilang secara misterius. Namun dia berusaha untuk tidak panik. Lalu dia membawa beberapa lembar uang, dan pergi untuk mencari angin. Setiap jalan telah dia lewati, berbagai macam orang telah dia temui. Suasana hatinya yang buruk, membuatnya tidak peduli pada apa yang ada di sekitarnya. Ketika dia berjalan menelusuri terotoar, dia melihat Si Jaket Merah. Wajahnya mulai ketakutan, lalu dia berjalan sambil menundukan kepala, serta menyembunyikan wajahnya. Pemuda itu menyadarinya, dan akhirnya terjadi kejar-kejaran di jalan.
Setiap gang serta jalan berlikuk, telah dia lewati namun pemuda itu tetap bersikeras mengejarnya. Di depan ada dua bajai terparkir di pinggiran terotoar. Di salah satu bajai, terdapat sebuah kunci tergantung. Tanpa pikir panjang, Syamsudin langsung menaikinya lalu kabur menggunakan bajai. Dari arah belakang, Si Jaket Merah menyusulnya dengan menaiki sebuah bajai yang telah dia pesan. Kemudian terjadilah aksi kejar-kejaran diantara mereka berdua. Keberuntungan sedang berada di pihaknya, akhirnya dia lolos dari kejarannya. Tiba-tiba ada sosok yang memegang pundaknya.
Ketika menoleh dirinya terkejut, rupanya sosok itu adalah Dinda. Seketika dia kehilangan keseimbangan, dan akhirnya dia menabrak sebuah pohon tua, hingga tak sadarkan diri. Dari atas pohon, munculah Kirana beserta empat orang temannya. Kirana duduk di dahan pohon sambil menatap rumah dengan santai. Sesekali dia tertawa manis, sambil memegang dagu serta menggerakkan kakinya naik turun. Sedangkan mereka berempat duduk tepat di sampingnya.
"Akhirnya selesai juga," kata Kirana.
"Nyai apa dia sudah mati?" Tanya Bode.
"Tidak, dia hanya pingsan. Sebentar lagi mungkin dia akan sadar."
"Sekarang apa rencanamu?" Tanya Sarah.
"Misi menakut-nakuti telas selesai. Sekarang tentu saja, mengembalikan dompet." Memegang dompet di tangan kanan, lalu menggerakkan naik turun sebanyak tiga kali.
"Nyai benar-benar sakti. Tidak ada satu makhluk halus pun yang bisa menggunakan kesaktiannya, kecuali Nyai. Ada sih yang bisa menggunakan telekinesis, namun selain itu para dedemit lain tidak bisa menggunakannya. Bahkan Nyai bisa menampakkan wujud kasar, dalam waktu yang lama." Suep tak ada hentinya memuji kesaktian Kirana.
"Tidak ini semua bisa dilakukan, berkat kerja keras. Tanpa kerja keras, mustahil aku dapat melakukannya."
Sebenarnya dia dapat melakukan itu semua, berkat kalung kujang milik Juliet. Semenjak dia memakainya, kesaktiannya bertambah lalu dia bisa menggunakan kesaktiannya di dunia ini. Tentu saja Kirana tidak akan mengungkapkan rahasiannya begitu saja. Sebab jika dia melakukannya, Juliet akan berada dalam bahaya. Setelah itu Suep, Susi dan Bode pamit kepada mereka berdua. Lalu mereka menghilang dibalik butiran cahaya.
"Ok sudah saatnya kita untuk pulang," kata Kirana.
"Siap, ngomong-ngomong apa kamu sudah membawanya?"
"Dompet selalu ada disini." Menunjuk ke arah oppai-nya (Payudara).
"Percaya diri sekali," kata Sarah.
"Kenapa? Setiap wanita berhak dong, membanggakan ukurannya sendiri." Menghilang bersama-sama dibalik sinar matahari.
Sesampainya di rumah Juliet, Kirana langsung mengeluarkan dompetnya. Dompet itu dia letakkan di atas lemari. Kemudian dia pun mencium dompet itu, sebagai tanda jimat serta rasa tulus yang dia berikan kepadanya. Lalu dia pun berkata.
"Aku sudah membalaskan perbuatan pencopet itu padamu. Semoga harimu menyenangkan." Menatap dompet itu.
Beberapa jam kemudian, Juliet sampai di kontrakan dalam keadaan lemas. Kemudian dia melihat dompet miliknya tergeletak di atas. Lalu ia mengecek isi dompet tersebut, dan ternyata semuannya lengkap. Hanya saja jumlah uang yang sebelumnya satu juta, kini menjadi tiga juta.
Juliet sangat senang lalu dia berteriak kegirangan, loncat kesana dan kemari sambil memegang dompetnya. Akhirnya dia bisa bernafas lega. Entah apa yang terjadi Juliet tidak memperdulikannya. Kirana senang melihatnya, lalu dia menghilang di balik butiran cahaya.
Hallo semua, selamat pagi, siang dan malam semuanya. Saya author Tampan_Berani, karena mood dan mental saya sedang down, mulai besok hingga beberapa minggu ke depan. Untuk sementara, saya berencana untuk vakum. Entah sampai kapan, saya sendiri belum tau. Jangan lupa komentar, collection and power stone. Dan jangan lupa pake masker, hindari kerumunan, cuci tangan, serta jaga imun tubuh. Terimakasih, arigato gozaimashita! :)
Vous aimerez peut-être aussi
Commentaire de paragraphe
La fonction de commentaire de paragraphe est maintenant disponible sur le Web ! Déplacez la souris sur n’importe quel paragraphe et cliquez sur l’icône pour ajouter votre commentaire.
De plus, vous pouvez toujours l’activer/désactiver dans les paramètres.
OK