"anak mommy, sayang...." gumam Violet sambil menatap wajah tenang kevyan yang sedang terlelap.
"kalau dilihat-lihat, kamu sangat mirip dengan Carlo, tapi kamu juga memiliki iris ibumu."
Violet mengayun-ayunkan perlahan lengannya yang mendekap kevyan, ia berusaha memberikan kenyamanan agar bayi itu tidak terganggu dalam tidurnya.
"mommy, bahkan sudah tidak ingat lagi dengan wajah ibu mu, hal yang mommy ingat tentang Elva, hanya iris coklat miliknya," ujar Violet, ia kembali menerawang hal yang terjadi sepuluh tahun yang lalu, saat pertemuan pertama dirinya dengan gadis yang mengaku adalah tunangan dari Carlo, adiknya.
"mommy, sangat ingat. kalau ibumu adalah gadis paling pemberani yang pernah mommy kenal," lirih Violet sambil tertawa kecil ketika tiba-tiba saja teringat kejadian tidak mengenakkan antara dirinya dan Elva waktu itu.
Violet mengelus Surai tipis kevyan, pikirannya kini berkelana ke beberapa kejadian yang pernah terjadi dalam hidupnya, entah itu tentang kebersamaannya dengan Arina, Markz, Adam, ataupun Carlo.
saat pikirannya mengingat tentang Carlo, Violet jadi memikirkan adiknya itu. ia sebenarnya sangat penasaran, apa saja yang dilakukan oleh Carlo sekarang. sibuk dengan persiapan penobatan nya kah, atau sedang bersantai ria di dalam istana megah yang sebentar lagi menjadi milik adiknya itu.
terkadang Violet bertanya-tanya, apakah Carlo ada merasakan perasaan rindu terhadap anaknya, atau bahkan berusaha untuk mencari tau tentang keberadaan Elvarette. Violet sendiri merasa bingung, bukankah semenjak dirinya melakukan perjalanan menuju kerajaan Barat, terakhir kali ia lihat kevyan masih ada di istana Etherria, lalu mengapa tiba-tiba berada di istana Barat.
apa Carlo memang Setega itu menelantarkan anak kandung nya sendiri, membiarkan para prajurit memisahkan kevyan dan membiarkan bayi yang masih seumur jagung itu melakukan perjalanan jauh, hanya karena tidak menginginkan sosok bayi didalam dekapannya. rasanya ia tidak percaya kalau Carlo memang se tega itu.
"sstt.." Violet guncang pelan gendongannya saat mendengar suara isakan kecil dari kevyan, mungkin karena tidur lelapnya sedikit terusik.
"harapan mommy, hanya satu untuk kamu, kevyan. semoga kamu akan tetap kuat setelah mengetahui sebuah fakta yang akan terungkap di hadapanmu kelak, Mommy yakin, kamu adalah anak yang hebat... kamu pasti bisa melewati semua ini."
***
Violet sedang termenung menatap keluar jendela dari kamarnya. entah mengapa menatap pemandangan terbuka di luar jendela itu sangat menarik perhatiannya saat ini. seharusnya ia sudah terlelap sekarang, tapi mata nya sama sekali tidak dapat diajak kerja sama, rasa kantuk yang sempat di rasa pun mendadak hilang. terganti dengan perasaan jenuh karena tak tau harus melakukan apa karena tak bisa tertidur.
Violet menatap Kevyan yang berada persis di samping dirinya, entah mengapa ia tidak bisa berjauhan dengan bayi itu. ia bahkan menolak dengan sangat, saat Adam memerintahkan seorang pelayan untuk membawa Kevyan ke kamar tidur khusus bayi itu.
entahlah, ia hanya akan merasa tentram saat memastikan kevyan aman berada di dekatnya.
Drtt..
Violet menoleh waspada kearah pintu kamar yang mengeluarkan bunyi decitan, terlihat dengan jelas seseorang baru saja akan memasuki kamarnya.
orang itu melangkah perlahan seolah sedang memastikan apakah keadaan saat ini aman untuk terus melangkah. namun seperkian detik berikutnya, orang itu memasang wajah terkejut saat mendapati Violet yang menangkap basah dirinya.
"siapa kalian!" gertak Violet yang kini bangkit dari tempatnya.
Violet menatap seseorang yang bukan hanya seorang, melainkan ada dua orang asing yang kini berada dalam kamarnya.
"siapa kalian?" ulang Violet saat tak kunjung mendapati jawaban dari yang di tanyai.
Violet berjalan mendekati dua orang tak dikenal itu dengan tatapan penuh mengintimidasi, ia tak merasa takut. kalaupun orang asing itu tengah berniat melukai dirinya, Violet pastikan bahwa malam ini adalah malam terakhir bagi mereka berdua.
"Yang Mulia Ratu..."
Violet bergeming, masih mengawasi setiap pergerakan yang dilakukan kedua orang itu.
"tidak perlu merasa waspada begitu," kata orang itu sembari melepaskan jubah yang dikenakannya, sehingga Violet kini dapat melihat lebih jelas lagi wajah dari orang itu.
"Ratu, maksud keda--"
"apa yang ingin kau ambil? uang? emas? berlian?" sergah Violet yang sekarang tengah berasumsi bahwa kedua orang itu adalah seorang pencuri.
"tidak."
"lalu? kau ingin melukai ku, apa kau suruhan dari musuh kerajaan Barat untuk memata-matai atau membunuhku?"
"tidak, Yang Mulia," jawab orang itu, lebih tepatnya, wanita itu.
wanita yang tengah menyampirkan jubah yang tadi dikenakannya di sekitar lengan itu berjalan mendekati Violet.
"apa maksud kedatangan mu sebenarnya?" tanya Violet dingin
"apa Ratu, mengingatku?" tanya wanita itu sambil menatap wajah Violet sendu.
"tidak, aku rasa kita tidak pernah bertemu sebelumnya."
"pernah, dulu sekali..."
"memangnya siapa kau?"
wanita itu tidak mengindahkan tatapan menusuk Violet dan juga nada bicara sinis Ratu kerajaan Barat itu, wanita itu justru mengalihkan pandangan mengarah Kevyan yang sedang tertidur lelap.
"sepuluh tahun yang lalu, aku bertekad untuk menikahi seseorang yang ku cintai, aku menaruh harapan besar akan hal itu."
Violet menautkan alis heran, untuk apa wanita itu tiba-tiba menceritakan kisah hidupnya.
"dan sepuluh tahun yang lalu pula, kakak dari seseorang yang ku cintai itu, meminta ku untuk kembali ke hadapannya di masa yang akan datang," lanjut wanita itu, pandangannya kini menatap Violet lekat, berharap perkataannya dapat mengingatkan Violet tentang sesuatu sepuluh tahun yang lalu.
"aku tidak mengerti," balas Violet, dalam tatapannya yang tengah menatap wanita asing itu, ia juga tetap waspada terhadap seseorang lainnya yang kini masih berdiri di ambang pintu.
"Yang Mulia tidak perlu memikirkan apapun, aku kesini hanya ingin melihat keadaan Putra ku sebentar untuk terakhir kalinya."
Violet makin menatap tajam wanita asing itu, setiap kalimat yang terucap dari mulut wanita itu, seolah adalah kepingan masa lalu yang kini mulai terhubung di ingatan Violet.
"kau..."
"aku Elvarette, Ratu. gadis bodoh yang sudah berbuat lancang padamu sepuluh tahun lalu," jawab cepat wanita itu setelah membaca raut wajah Violet.
mata Violet membola dengan sempurna, ia tidak menyangka bahwa sekarang Elva ada bersamanya, gadis yang pernah mengaku sebagai tunangan Carlo itu terlihat sangat berbeda sekarang. berbeda sekali.
"sejujurnya, aku merasa sangat malu untuk berhadapan langsung dengan Ratu," terang Elva dengan wajah menunduk.
"beberapa waktu lalu, ibuku mendatangi Ratu dengan membawa anakku bersamanya, beliau bilang ia ingin bertemu dengan anda dan memberitahu perihal keberadaan bayi ku."
"namun sesaat kemudian, beliau kembali sendiri, tanpa bayi ku. tentu aku sangat marah, kemudian beliau berkata bahwa anakku sudah ia tinggalkan di dalam istana Etherria dengan harapan, Carlo dapat memberikan hidup lebih layak untuk malaikat kecilku."
"tapi setelah aku berusaha mencari tau tentang keberadaan bayi ku, aku sama sekali tidak mendengar adanya keberadaan bayi ku di dalam istana Etherria. sampai pada akhirnya, salah seorang prajurit memberitahuku, bahwa mereka baru saja mengantar seorang bayi menuju istana Barat, entah mengapa hati kecilku mengatakan, bahwa bayi itu adalah anakku."
Violet ko masih bungkam dengan segala penjelasan singkat Elva, ia bertanya dalam hati, sebenarnya apa yang menjadi tujuan utama Elva.
"Aku mengucapkan rasa terima kasih terhadap Ratu, yang sudah bersedia merawat putraku. aku tau, bahwa aku sudah bersikap sangat keterlaluan dengan membiarkan seorang Ratu merawat anak dari wanita desa seperti ku. tapi Ratu, di sisi lain aku tidak memiliki pilihan, karena..."
"Elva, kenapa kau tiba-tiba bersikap begini? mengapa tidak kau selesaikan langsung dengan Carlo? aku yakin dia akan mau mendengarkan mu," sela Violet
"aku tidak memiliki hak apapun"
"kau berhak, Elva. anak itu bukan hanya anakmu, melainkan anak Carlo juga, anak kalian berdua!"
"tapi apa yang harus aku lakukan jika dia tidak menerima kehadiran bayi itu? apa aku harus memaksanya?" tanya Elva dengan nada sendu, Violet dapat melihat gurat kesedihan dari raut wajah Elva.
"lagi pula, ini adalah saat terakhir ku."
"maksud mu?"
"aku mempercayai mu Ratu, anakku akan damai berada di sisimu."
"kau jangan berbelit dengan ku, Elva..."
"aku harus pergi," ucap Elva menatap Meghan dalam.
"kau mau kembali ke rumah mu? tapi perjalanan akan menempuh banyak waktu."
Elva menggeleng lemah, "aku akan kembali, bukan ke rumah. melainkan..."
Elva tidak melanjutkan ucapannya, Violet dapat menangkap gerik Elva yang tengah mengeluarkan sebilah pisau dari sakunya.
"untuk apa kau keluarkan pis--- ELVA!!"
Violet menangkap cepat tubuh Elva yang mulai terkulai lemah, Violet tak habis pikir dengan tindakan Elva yang tiba-tiba saja menikam dirinya sendiri, ini sungguh tindakan diluar dari nalarnya.
"maafkan aku Ratu... jika boleh memilih, aku akan memutar waktu menuju sepuluh tahun lalu agar dapat bersikap baik padamu waktu itu, maafkan aku juga yang tak dapat memenuhi perintahmu padaku, untuk mendatangi mu dengan sifat yang lebih baik."
"kau bicara apa! kau sedang butuh pertolongan," marah Violet sambil menutup perut Elva, berharap pendarahan disana tidak menguras lebih banyak lagi darah Elva.
"tidak, tolong jangan lakukan apapun Ratu, ini adalah pilihanku, setelah ini Orang itu yang akan membuang jasad ku agar tidak diketahui oleh siapapun," tunjuk Elva pada sosok yang tengah berdiri di depan pintu.
"kenapa kau memutuskan hal semacam ini Elva! apa karena aku memergoki mu? jika iya, maka aku akan terus merasa bersalah seumur hidupku."
"tidak, Ratu. dengan Ratu mengetahui keberadaan ku ataupun tidak, aku akan tetap melakukannya. sekarang hanya satu hal yang aku inginkan." Violet menatap cemas Elva yang semakin kesulitan bicara, tangannya pun dengan lebih keras lagi menahan luka tikaman di perut Elva dengan harapan darah disana bisa berhenti mengalir.
"tolong jaga anakku, tolong lindungi dia, aku mohon Ratu," ujar Elva dengan setetes air mata yang mengalir, tangan Elva meraih telapak tangan Violet untuk digenggam, seolah menunjukkan permohonan nya dengan amat sangat.
"aku melakukan ini, karena aku sudah tidak bisa menjalani apapun sekarang. aku hanya akan semakin hancur jika terus bertahan."
"kau bodoh, kau tidak seharusnya melakukan ini," lirih Violet sedih.
"tolong jaga a--anakku..."
hanya kalimat itu yang terakhir Violet dengar dari mulut Elva. setelahnya, wanita itu melepaskan genggamannya dari tangan Meghan, tulang lehernya pun melemah tak mampu menumpu kepalanya lagi, matanya masih terbuka dengan napas yang tidak lagi berhembus.
Violet memeriksa denyut nadi Elva. wajahnya semakin panik ketika tidak merasakan pergerakan apapun, di tambah lagi sosok yang dari hanya berdiri di ambang pintu, kini mendekat dan mengangkat tubuh Elva dari rengkuhannya. orang itu berpamitan lewat isyarat mata yang tak dibalas oleh Violey.
Violet masih bersimpuh sambil menatap telapak tangannya yang berlumur darah, ia masih tak percaya bahwa baru saja seseorang meregang nyawa di kamarnya, tepat di rengkuhannya.
Violet mengedarkan lagi pandangan nya, namun tak melihat sosok yang tadi membawa Elva, entah kemana jasad Elva akan dibawa. yang pasti, mulai dari sekarang
Violet tidak akan bisa menjalani hidup dengan tenang seperti biasanya.
***
mohon beri dukungan sebagai bentuk motivasi dari kalian, terima kasih.