Mereka sudah sampai di rumah sakit, kini Elang tahu jika Aldebaran koma. Ruang perawatan Aldebaran sudah di pindahkan. Ia sudah tidak di rawat di ICU karena keadaan vitalnya sudah cukup stabil, hanya saja ia mengalami koma.
Elita sedang membersihkan tubuh putranya sambil menangis. Elang hanya duduk di kursi sambil menatap Elita yang begitu telaten mengurus anaknya.
Selesai membersihkan tubuh anaknya Elita menghampiri Elang. "Bapak enggak pulang?" tanya Elita yang kini duduk di sebelah bosnya.
"Kamu ngusir saya?" tanya Elang kesal.
"Saya tanya Pak, bukan maksud ngusir," jawab Elita malas.
"Apa karena ini kamu mau bekerja part time?" tanya Elang sambil menatap Aldebaran.
"Untuk siapa lagi saya melakukannya kalau bukan untuknya," jawab Elita yang juga menatap putranya.
"Jadilah istriku," ucap Elang yang kini menatapnya.
Elita tersenyum mengejek, "Saya memang wanita murahan karena memiliki anak tanpa suami, tapi saya menghargai sebuah ikatan pernikahan yang sakral. Saya gak mau merusak ikatan suci itu!" tegas Elita.
"Anggaplah kamu bekerja denganku, kamu butuh uang lebih untuk perawatan Aldebaran."
"Saya masih bisa bekerja yang lain, Pak!" tegas Elita seraya berdiri.
"Pintu, keluar ada di sebelah sana, pak," ucap Elita sambil menunjuk pintu keluar.
"Apa kamu tidak menyanyangi anakmu?" tanya Elang sambil mendongak menatap Elita.
"Pintu keluar sebelah sana, Pak," ucapnya lagi menahan amarahnya.
"Simbiosis mutualisme kita akan saling menguntungkan. Kamu tidak perlu bekerja keras, cukup menjadi istriku maka semua selesai,"
"Menguntungkan dari mananya, Pak?" tanyanya kesal.
"Aku tidak di tuntut oleh keluarga untuk menikah denganmu dan kamu tidak perlu lelelah bekerja," jawab Elang dengan santainya.
"Menuntut menikah dengan saya?" tanya Elita mengernyitkan dahinya.
"Ah, itu-- maksud saya," ucap Elang gelagapan dengan pertanyaan Elita.
"Apa ini melibatkan kejadian di ulang tahun Nenek anda?" tanya Elita memicingkan matanya.
"Enggak!" jawab Elang cepat dan sedikit meninggikan suaranya.
Elita tersenyum mengejek, ia mengenal Elang bukan setahun atau dua tahun tapi sudah tujuh tahun. Jika Elang sedang berbohong ia bisa mengetahuinya.
"Bapak mau bohong sama saya?" tanya Elita menatap tajam Elang.
Elang mendengkus kesal, kenapa ia tidak bisa berbohong pada Elita. Sekretarisnya ini selalu saja tahu jika ia berbohong.
"Para keluarga memintaku untuk segera menikah denganmu," jawabnya cepat.
"Harus sampai seperti itu?" tanya Elita tidak percaya.
"Hah," Elang menghela napasnya kemudian ia menundukkan kepalanya sambil menjambak rambutnya.
"Kamu tahu, didepan keluargaku aku pria tanpa skandal berhubungan dengan wanita. Para karyawanpun sama, mereka tidak ada yang tahu, hanya kamu yang tahu tentanggku," ucap Elang yang kini menatap Elita.
Elita menatap malas bosnya, "saya juga tidak mau tahu tentang bapak, sayangnya saya terkena sial jadi harus tahu tentang bapak," jawab Elita malas.
Elang mendengkus kesal mendengar perkataan sekretarisny. "Jadi, bagaimana?" tanyanya menatap Elita.
"Terimakasih, pak. Tapi saya lebih baik bekerja tidak kenal waktu di bandingkan harus mempermainkan sebuah pernikahan!" jawab Elita tegas.
"Pikirkanlah baik-baik, Aldebaran membutuhkan uang lebih dan aku yakin, pekerjaan paruh waktumu juga tidak akan begitu membantu," ucap Elang dan ia berdiri dari duduknya.
Elita hanya diam tidak menjawab, "aku tunggu jawabanmu sampai tiga hari kedepan. Jika, kamu tidak memberikan jawaban maka aku yang akan menentukannya!" tegas Elang dan ia pun melangkahkan kaki ke luar dari ruangan.
"Ah, iya," ucap Elang menghentikan langkahnya saat ia sampai di depan pintu. Ia membalikkan tubuhnya menatap sekretaris yang kini menatapnya.
"Jangan lupakan, jika keputusanku tidak akan bisa di ganggu gugat. Aku akan melakukan apapun untuk mengukuhkan keputusanku!" tegas Elang dan ia membalikkan tubuhnya kemudian melangkah keluar dari ruangan.
Setelah Elang menutup pintu ruangan, Elita memejamkan matanya. Perkataan bosnya tidak pernah main-main. Apa yang harus ia lakukan? dan kenapa, bosnya itu begitu memaksanya. Ia memang membutuhkan uang lebih, tapi apa harus menikah dengan Elang?
Elita menggelengkan kepalanya kuat, "enggak, aku enggak bisa sama dia. Aku enggak mau patah hati. Sekuat apapun aku membentengi diri, aku yakin hatiku nantinya akan terbuka dan menerima kehadirannya. Saat itu, mungkin aku akan kehilangannya karena pernikahan ini bukanlah pernikahan sebenarnya," lirihnya yang tanpa sadar menitikan air matanya.
***
Hari berlalu, elita masuk seperti biasanya, hari ini tidak banyak pembicaran Elita dengan Elang. Elita sibuk dengan pekerjaannya sedangkan Elang sibuk dengan pemikirannya. Ia tidak habis pikir dengan mulutnya yang kemarin mengancam Elita. Entah kenapa mulutnya bisa berkata seperti itu.
"Aarghh!" teriaknya kesal sambil menjambak rambutnya.
Dering ponsel mengalihkan pandangannya, disana tertulis nama Kartika membuat dirinya mengernyitkan dahinya. "Kartika? kenapa dia telpon?" tanyanya bingung.
"Hallo," jawabnya saat ia menerima panggilan telponnya.
"...."
"Oh, oke. Tunggu ya, gua kebawah sekarang," ucap Elang dan tidak lama sambungan telpon terputus.
Elang pun segera bangkit dari duduknya dan melangkah keluar ruangannya. Ia berjalan ke lift untuk menuju lobi karena Kartika sudah menunggunya di lobi. Sampai di lobi ia menghampiri Kartika yang sedang menunggu di ruang tunggu.
Elang sedikit menghentikan langkahnya saat melihat Elita sedang bersama Angel dan wanita paruh baya. "Nenek, bolehkan tante El makan siang bareng kita?"
"Iya, boleh, sayang," jawab Raya -- Nenek Angel seraya tersenyum menatap cucunya.
"Lang," panggil Kartika membuat Elang tersadar kemudia melangkah menghampiri Kartika.
Elita melihat ke arah Elang hanya sebentar karena Angel kembali bertanya apakah dia mau makan siang bersama. Elita akhirnya menuruti apa mau Angel, mereka pun pergi ke restourant yang tidak jauh dari kantor. Elang dan Kartika pun makan siang bersama dan direstourant yang sama. Mata Elang sesekali melirik ke arah Elita yang sedang tertawa bersama Angel.
"Mama kamu udah jelasin, maaf soal kemarin," ucap Kartika tiba-tiba membuat Elang kini menatapnya.
Elang tersenyum menanggapinya, "Aku ngerti, kok. Setiap cewek pasti akan marah kalau kekasihnya berciuman dengan wanita lain," ucap Elang seraya tersenyum.
"Emang siapa kekasih kamu?" tanya Kartika pura-pura tidak tahu.
"Humm... siapa ya?" tanya Elang pura-pura berpikir.
"Dih," cibir Kartika sambil memutar bola matanya malas. Elang hanya terkekeh saja melihat sikap Kartika.
Mereka pun mulai memakan makanannya yang mereka pesan dengan tenang, sesekali mereka membahas saat masih sekolah.
Di meja Elita, mereka juga sedang menikmati makanan mereka. "Angel pernah bertemu denganmu di saat ibunya meninggal. Itu sebabnya ia menyukai kamu saat bertemu denganmu. Dia juga bilang ada kakak ganteng yang mengajaknya bermain saat itu, katanya dia memanggilmu Mama," ucap Raya membuat Elita tersedak makanannya.
Elita langsung meminum minumannya, kemudian ia menatap Raya dan Angel bergantian setelah ia tidak tersedak lagi. "Kamu tidak apa-apa?" tanya Raya sedikit khawatir.
"Iya, bu. Tidak apa-apa," jawab Elita seraya tersenyum.
Mereka melanjutkan makannya, selesai makan mereka berbincang sedikit dan Elita berpamitan untuk pulang. Angel meminta nomor telpon Elita supaya bisa menghubungi Elita. Ia pun memberikannya karena tidak bisa menolak permintaan anak kecil.
Kini Elita ada di depan lift menunggu lift terbuka. "Makan sama camer, ya?" tanya Elang tiba-tiba saat ia sudah berdiri di samping Elita.
"Camer apaan, Pak?" tanya Elita mengernyitkan dahinya.
"Calon mertua," jawab Elang sambil berjalan masuk ke dalam lift diikuti Elita di belakangnya.
"Tahu, Pak. Camer itu calon mertua. Tapi siapa? Bu Raya, Neneknya Angel. Mana, ada!" jawab Elita sedikit meninggikan suaranya.
"Ya udah, sih, gak apa-apa kalau sama Kavian. Sama-sama udah punya anak pasti saling mengerti."
"Mau bapak, apa, sih!" kesal Elita yang kini menghadapkan tubuhnya pada bosnya."
"Mau saya, humm... apa ya?" tanyanya sambil pura-pura berpikir.
Elita menatap malas Elang dan ia mendengkus kesal. Ia pun keluar terlebih dahulu dari dalam lift. "Tadinya saya fikir akan menerima bapak, tapi sepertinya tawaran bapak sudah di tutup, ya. Wanita tadi cocok tuh, dengan bapak!" ketus Elita kemudian ia melangkahkan kakinya.
Elita segara masuk ke dalam ruangannya, tapi saat ia akan menutup pintunya Elang menahannya dan masuk ke dalam ruangan Elita. "Mau apa?" tanya Elita ketus.
"Kamu cemburu?"
"Hah?" ucap Elita tidak percaya dengan pertanyaan bosnya itu. "Untuk apa saya cemburu?"
"Karena kamu calon istriku," jawab Elang seraya tersenyum.
Elita menatap tidak percaya pada bosnya, bisa-bisanya ia berkata seperti itu. Elita segera berjalan kemejanya, karena mendengar jawaban frontal Elang membuat jantungnya berdetak tidak karuan dan wajahnya sedikit memerah.
"Dari mana saya mau jadi calon istri bapak?' tanya Elita yang berusaha memasang wajah tanpa ekspresi sambil membuka dokument pekerjaannya.
"Kata kamu tadi kamu mau menerimaku," ucap Elang yang kini berdiri di samping Elita sambil bersandar pada meja Elita.
"Bapak sudah dengan wanita itu, jadi untuk apa lagi saya menikah dengan bapak?" tanya Elita tanpa menatap Elang.
"Kamu tahu saya seperti apa Elita. Saya belum ada niat untuk menikah. Jika dengan dia, saya tidak bisa bersenang-senang."
Elita menghembuskan napasnya dengan berat, " gak ada hati banget, sih, pak. Jadi, orang!" ucap Elita begitu ketus tanpa menatap bosnya.
TBC...
Yey.. akhirnya Up lagi guys...
Yuks, ramaikan koment, Vote dan Powerstonenya guys...
Elang mau nikah nih sama Elita. 🤭🤭