Télécharger l’application
1.38% Terima Aku Apa Adanya (21+) / Chapter 5: 5. Foto Misterius

Chapitre 5: 5. Foto Misterius

Pagi yang baru, hari yang baru. Langit pagi agak mendung, tapi tidak sedikit pun menyurutkan semangat Rissa untuk berangkat bekerja. Hal yang membuatnya semakin semangat adalah mengetahui bahwa setelah hari ini, ia akan latihan paduan suara lagi. Itu berarti ia akan bertemu lagi dengan pria pujaan hatinya.

Rissa tiba di kantor pada pukul setengah delapan. Kantornya masih sepi. Ia membersihkan mejanya dengan lap meja yang diambilnya di lemari, mengelap monitor komputernya. Lalu menatap komputer Esther yang tidak jauh dari mejanya. Bahkan dari jarak jauh saja, Rissa bisa melihat debu di monitor Esther.

Dia menghampiri meja Esther, lalu sekalian membersihkan monitor dan mejanya. Dia mengangkat buku-buku yang ada di meja, lalu mengelapnya. Sambil sedikit bersenandung lagu White Christmas. Ada sesuatu yang jatuh dari buku yang ia pegang. Sesuatu itu seperti kertas, lalu terselip di bawah meja.

Rissa terkejut, lalu berjongkok dan meraba-raba lantai di sekitarnya. Karena dia memakai rok, sepertinya agak sulit dan malu kalau dia harus merangkak di bawah meja. Tapi kemudian dia mendapatkannya. Ternyata sebuah foto. Dia melihat tulisan di belakang fotonya : "Ther & Charl 01-04-2005". Ketika dia membalikkan fotonya, Rissa melihat foto Esther yang sangat cantik dengan rambutnya yang panjang dan gelombang, sedang merangkul seorang pria yang sepertinya Rissa kenal.

Tiba-tiba dari belakang ada yang mencabut foto itu dari tangannya.

"Ooops! Tolong kamu jangan pernah menyentuh barang-barangku tanpa ijin," kata Esther dengan buru-buru memasukkan foto itu ke dalam tasnya. Lalu menyimpan tasnya di meja sambil menyeruput kopi di tangan satunya lagi.

Wajah Rissa mendadak pucat. "Maafkan aku, Kak. Aku tidak sengaja. Tadi aku sedang membereskan meja Kakak."

"Tidak apa-apa. Tapi lain kali biar aku saja yang membersihkannya sendiri," Esther berpaling tanpa ekspresi, tapi kemudian berbalik lagi. "Ngomong-ngomong terima kasih ya Rissa sudah membersihkan mejaku. Tapi lain kali..." dia menggeleng sambil tersenyum lalu benar-benar pergi menuju ke luar ruangan.

Rissa menunduk, memandang lantai, merasa malu sekali karena kepergok sedang menyentuh barang pribadi milik orang lain. Walaupun sepertinya Esther bukan lagi orang lain untuknya. Tapi tetap saja Rissa merasa tidak enak.

"Eh Kak, bagaimana? Sudah sembuh?" Tanya Rissa berusaha seramah mungkin.

"Lumayan," jawab Esther singkat.

Dengan perasaan yang agak sedih, Rissa kembali ke mejanya. Dia mulai mengeluarkan pekerjaannya seperti biasa. Tak lama kemudian Esther kembali ke mejanya dan mulai sibuk dengan pekerjaannya.

Rissa masih berpikir sepertinya ia mengenal pria di foto itu. Ia yakin kalau pria di foto itu bukanlah suami Esther. Sayang sekali ia hanya melihat foto itu sekilas. Rissa merasa seperti ada sesuatu yang disembunyikan oleh Esther. Selama ini Esther memang tidak pernah banyak bicara.

Rissa ingat, dulu saat ia baru pertama kali bekerja di tempat itu, ia sering kali bermusuhan dengan Esther. Banyak karyawan yang tidak menyukai Rissa. Karena sikap Esther yang sangat tegas, tidak mengijinkan Rissa untuk berbuat kesalahan sedikit pun.

Pada suatu hari Rissa berhasil menyelesaikan laporan dengan sempurna. Persis seperti yang Esther inginkan. Sejak itu Rissa dan Esther menjadi sangat dekat. Mereka makan siang bersama, pulang kerja bersama, membahas pekerjaan bersama, dan ke gereja bersama.

Tidak ada lagi seorangpun yang berani menggosipkan Rissa. Malah teman-teman kerjanya mulai menyukai Rissa dan tidak sedikit yang memujinya di depan Esther tanpa malu-malu.

Walaupun mereka sangat dekat, tapi Esther tidak pernah menceritakan tentang kehidupannya. Sampai suatu hari Rissa baru mengetahui kalau Esther adalah anak dari pemilik perusahaan di mana ia bekerja. Sikapnya memang agak dingin, tapi Rissa selalu merasa bahwa Esther itu sangat perhatian padanya.

Foto tadi mungkin adalah foto mantan pacarnya. Rissa hanya tersenyum dalam hati. Seandainya ia bisa mengenal pria itu. Rissa memperhatikan Esther yang sejak tadi berkutat dengan komputer dan telepon. Ia sangat serius dengan pekerjaannya.

Lalu tiba-tiba Esther berdiri dan menghampiri Rissa, "Tolong ketik ini ya. Nanti siang aku ada pertemuan dengan Golden Group."

"Iya, Kak. Aku ketik sekarang juga," jawab Rissa.

Dengan segera Rissa mengetik dokumen tentang penjualan di perusahaannya, PT. Kharisma. Perusahaan tersebut adalah distributor utama ranjang springbed. Keadaan penjualan tidak begitu baik belakangan ini. Mereka harus mengadakan perjanjian kontrak dengan Golden Group untuk membantu peningkatan penjualan di perusahaan itu.

Dalam sejam Rissa menyelesaikan laporannya dan kemudian ia menyerahkannya pada Esther. Wajah Esther terlihat lebih pucat dari yang kemarin.

"Kak, ini. Sudah selesai."

"Terima kasih ya, Rissa," kata Esther lemah.

"Kak Esther baik-baik saja?" tanya Rissa cemas.

Esther memejamkan matanya sambil memegang keningnya. "Aku pusing dan mual, Riss. Seharusnya tadi aku jangan minum kopi. Sepertinya aku mau muntah."

Esther bersuara seperti orang yang hendak muntah. Ia menutup mulutnya, tidak ada yang keluar.

"Aduh. Kak Esther duduk dulu." Rissa memapah Esther lalu mendudukannya di sofa. Ia mengambilkan segelas air hangat yang langsung diminum Esther.

"Riss, kamu mengerti dokumen yang kamu ketik ini kan."

"Iya, Kak aku mengerti. Tadi sedikitnya sudah aku pelajari. Kenapa, Kak?"

"Nanti sejam lagi kamu ikut rapat dengan Golden Group ya," kata Esther lemah.

Rissa terdiam. Esther menyerahkan kembali dokumen tersebut dan perlahan Rissa mengambilnya. "Kak Esther yakin? Aku..." Rissa menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Kamu pasti bisa. Kamu hanya perlu menerangkan semua isi dokumen itu. Semua tentang jenis-jenis kasur busa dan spesifikasi kasur springbed. Keunggulan masing-masing jenis. Diskon-diskonnya sudah tertera semua. Dan perjanjian kontraknya nanti kamu jelaskan kembali, sama seperti briefing kita minggu lalu. Paham?"

"Paham," jawab Rissa agak ragu-ragu.

"Jangan khawatir. Pihak Golden Group pasti akan setuju dengan penawaran Kharisma. Kamu hanya perlu menjelaskan dokumen itu dengan meyakinkan. Semua pasti akan baik-baik saja."

Rissa hanya bisa mengangguk dengan patuh. Ketegangan menjalari sekujur tubuhnya. Ia belum pernah presentasi sebelumnya. Pertemuan ini benar-benar penting. Ia harus berusaha sebaik mungkin. Jangan sampai Golden Group tidak jadi kontrak dengan Kharisma.

Rissa terus mempelajari dokumen tersebut lebih sungguh-sungguh. Tak terasa satu jam pun berlalu. Rissa menatap kaca di toilet, membereskan rambutnya yang agak berantakan. Memoles sedikit lipstik.

Ia menguatkan hatinya bahwa ia pasti bisa. Lalu ia melangkah ke ruang rapat sambil sedikit membetulkan roknya yang ketat.

Dokumen yang telah difotokopi telah dimasukkan ke dalam map. Diletakannya map tersebut satu per satu di meja. Dari kejauhan Rissa bisa mendengar suara Bapak Agung sedang berbincang-bincang dan tertawa keras-keras. Pasti beliau sedang berbicara dengan orang dari Golden Group.

Kemudian para pejabat datang. Jantung Rissa berdebar kencang. Ia nyaris membeku saat melihat orang yang dari Golden Group itu tak lain dan tak bukan adalah si malaikat tampan.

Pria itu melangkahkan kakinya yang panjang dengan keanggunan seekor macan kumbang. Sorot matanya begitu tajam sekaligus mempesona. Jas abu-abu tuanya tampak begitu pas melekat di tubuhnya. Rambutnya undercut-nya ditata begitu rapih mengkilat.

Kemudian mereka memasuki ruang rapat. Pria itu menyunggingkan senyumnya sekilas. Sontak membuat Rissa kehabisan oksigen. Buru-buru Rissa membalikkan badannya, mengalihkan matanya dari pemandangan yang terlalu indah untuk dilihat.

Ia pasti akan pingsan. Ia mungkin akan kejang-kejang. Tangan dan lututnya gemetaran. Rissa nyaris goyah. Kakinya tak sanggup untuk menopang tubuhnya sendiri. Reaksinya terlalu dahsyat. Beruntung ia teringat untuk bernapas.

"Carissa!" Pak Agung memanggilnya.

Rissa berbalik. "Iya, Pak?" Suaranya tercekat.

"Mana Esther?"

Susah payah Rissa menelan ludah. "Ibu Esther sedang tidak enak badan, Pak. Jadi sekarang saya yang gantikan," jawab Rissa sambil menunduk. Pak Agung tampak heran sejenak tapi kemudian ia memperkenalkan Rissa pada sang malaikat tampan.

"Baiklah. Ini adalah Bapak Charlos. Beliau adalah CEO dari Golden Group."

Sang malaikat adalah seorang CEO? Rissa tidak salah dengar bukan.

"Se..se..selamat siang, Pak Charlos," sapa Rissa gugup, mengulurkan tangannya yang gemetaran. Ia hanya bisa menatap tangannya disambut hangat oleh genggaman tangan Charlos. Kekuatan listrik yang dihasilkan berhasil membuat jantung Rissa melompat sampai ke tenggorokan.

Charlos tersenyum, seperti biasa lesung pipinya yang indah menghiasi pipinya. Rissa tidak ingin melihat senyuman itu. Ia pasti akan langsung kejang-kejang. Tapi hasrat di dalam dadanya begitu besar untuk memuaskan visualnya yang nyata, bukan hanya sekedar rekaan dalam pikirannya saja. Dan akhirnya kejang-kejang itu hanya terjadi di daerah spesial bagian bawah tubuhnya.

"Bukannya kamu penyanyi paduan suara itu kan? Yang kemarin di gereja." Suaranya begitu dalam dan menggetarkan jiwa.

Pak Agung memandang Rissa heran. "Oh ya? Saya tidak tahu. Apa memang begitu, Carissa?"

Rissa mengangguk terlalu cepat. Pak Agung tertawa kencang. "Baguslah kalau Anda sudah saling kenal. Jadi bisnis kita semakin lancar kan, Pak Charlos? Hahaha..." kata Pak Agung sambil tertawa.

"Tidak masalah, Pak Agung," kata Charlos masih sambil tersenyum. Lalu mereka duduk di kursi masing-masing.

Rissa menarik napas, kemudian perlahan mengeluarkannya melalui mulut. Lampu ruangan dimatikan. Lampu proyektor telah disiapkan sebelumnya.

Rissa memulai presentasinya. Ia menjelaskan kwalitas masing-masing kasur busa dan springbed. Kemudian memaparkan diskon dan harga spesial untuk Golden Group. Kemudian tentang perjanjian kontrak yang terpampang di layar. Seorang pria yang sejak tadi bersama dengan Charlos, yang Rissa duga bahwa itu adalah sang sekertaris, mencatat hal-hal yang penting melalui tab nya.

Setengah mati Rissa berusaha konsentrasi pada presentasinya. Wajah Charlos yang sangat tampan tidak pernah sekalipun berpaling untuk terus memperhatikan Rissa. Sulit rasanya menerima kenyataan bahwa yang dilakukan Charlos adalah memperhatikan presentasinya, bukan malah memperhatikan dirinya.

Tatapan matanya yang tajam membentuk cekungan dalam di kelopak matanya, dihiasi alis matanya yang tebal, membuat Rissa kembali kesulitan bernapas. Paru-parunya menjerit protes. Kakinya seperti agar-agar. Rissa khawatir dirinya akan rubuh dalam hitungan detik. Jadi ia mengalihkan pandangannya ke laptop.

Rissa sempat membeku selama beberapa detik saat menatap tulisan-tulisan di laptopnya. Keringat membasahi dahinya. Dehaman Pak Agung nyaris membuatnya melonjak. Akhirnya ia mulai mengendalikan dirinya. Sama sekali bukan ide yang bagus menatap malaikat itu. Jadi Rissa melanjutkan presentasinya dengan percaya diri yang dibangunnya susah payah tanpa melirik Charlos.

Sekali lagi ini memang sulit. Terlalu sulit untuk mengabaikan kehadiran sang malaikat. Cahaya yang bersinar darinya begitu kuat. Rissa mulai menyadari bahwa dirinya mungkin keturunan laron yang begitu gemar mendekati cahaya.

Rissa kembali membuat kesalahan dengan melirik bibir Charlos. Suasana remang-remang di ruangan ini memang menghipnotis. Pikiran Rissa melayang-layang tak keruan membayangkan bibir Charlos yang tipis dan lembut. Sang malaikat tampaknya sengaja memperkeruh suasana dengan menggigit bibirnya dengan gaya yang seksi.

"Bagus!" seru Pak Agung membuyarkan lamunannya yang tidak senonoh. Rissa nyaris memuntahkan jantungnya sendiri dari mulutnya. Presentasi yang sangat berat. Lain kali ia harus mempersiapkan dirinya lebih baik lagi. Oh jangan sampai ada lain kali.

Para pejabat di hadapannya bertepuk tangan. Tanpa disangka-sangka Charlos juga menyukai presentasinya. Senyuman lega mengembang di wajah Rissa. Pak Agung merasa puas dengan dokumen dan cara Rissa melakukan presentasi. Padahal Rissa yakin sekali kalau tadi ia telah menghancurkan segalanya.

"Baiklah, Pak Agung. Senang sekali saya bisa bekerja sama dengan Anda. Kita akan menentukan tanggal untuk tanda tangan kontraknya. Oh iya Rissa nanti tolong siapkan berkas-berkasnya."

Rissa menjatuhkan dokumen di tangannya hingga berserakan di lantai saat mendengar namanya disebut-sebut oleh sang malaikat.

"Baik, Pak. Segera saya siapkan." Rissa menjaga suaranya agar tidak bergetar.

Presentasi selesai. Lampu telah kembali dinyalakan. Rissa membereskan dokumen yang berserakan. Kertasnya seolah membentuk pola mengejek atas perbuatan konyolnya tadi.

Rendra, sang sekertaris menghampiri Rissa untuk membantu membereskan dokumen kemudian mereka saling bertukar kartu nama. Charlos merebut kartu nama Rissa dari tangan sekertarisnya. Senyumnya yang indah sekali lagi membuat kakinya lemas, nyaris kejang-kejang. Rissa menduga otaknya memaksa berpikir bahwa ia mengidap epilepsi.

"Kartu namanya biar aku simpan. Siapa tahu aku perlu berbicara denganmu," kata Charlos.

Ya Tuhan, malaikat ini benar-benar berkata ingin berbicara dengannya. Mungkinkah ada lagi pertemuan selanjutnya? Rissa menggelengkan kepalanya. Pertemuan selanjutnya sudah jelas mengenai urusan pekerjaan. Ia tidak perlu berharap banyak.

"Iya, Pak." Hanya dua kata itu yang bisa keluar dari mulutnya.

"Oke, sampai bertemu nanti latihan ya." Charlos kembali tersenyum, kali ini lebih lebar. Pak Agung telah menunggunya di luar ruangan. Pria tampan itu berjalan keluar ruangan diikuti sekertarisnya. Rissa memperhatikan Charlos dari belakang. Bahunya tampak lebar dan tegap saat berjalan.

Pertemuan selanjutnya adalah saat latihan. Pria tampan itu tidak habis-habisnya memesona Rissa. Baru sebentar saja Rissa semakin jatuh hati pada pria itu. Padahal kemarin ia hampir menangis melihat Charlos bersama dengan seorang wanita. Semakin lama Rissa memandangnya semakin ia tidak bisa melepaskan Charlos dari pikirannya.

Rissa melangkahkan kakinya kembali ke ruangannya. Tubuhnya lemas sekali. Rasanya tenaganya habis terkuras terkena pandangan maut pria tampan itu.

Rissa melihat meja Esther, ia tidak ada di sana. Mungkin Esther sedang istirahat, pikir Rissa.

Rissa tersenyum sendiri, bangga dengan hasil pekerjaannya dan merasa sangat senang bisa bertemu sang malaikat. Tangannya masih gemetaran dan dingin. Rissa menepuk-nepuk pipinya. Ternyata sang malaikat adalah seorang CEO. Masih muda, tampan, dan murah senyum.

Rissa mulai berpikir apakah ia pantas memiliki pujaan hati seorang pengusaha sehebat Charlos? Rissa menghela napas. Seandainya saja Tuhan berkehendak, jadikan sang malaikat jodohnya.

***

Sementara itu Charlos baru saja keluar dari toilet. Ia melihat seorang wanita yang sudah ia perkirakan pasti akan bertemu di kantor ini. Wanita itu adalah orang yang telah menghancurkan hidupnya dulu. Orang yang pernah sangat ia cintai, tapi memilih untuk menikah dengan pria lain yang setara dengannya. Kali ini Charlos telah belajar menjadi kuat.

Tanpa ragu ia menghampiri wanita itu. Sang wanita juga baru keluar dari toilet. Ia sedang mengelap bibirnya dengan tissue. Wajahnya pucat, tampak sedang sakit. Rambutnya yang bergelombang digulung ke atas.

"Sudah lama kita tidak bertemu," sapa Charlos.

Wanita itu mengerjapkan matanya berkali-kali. Memandang Charlos dari atas sampai bawah, lalu dari bawah sampai atas. Ia memicingkan matanya, "Charlos?"

Charlos tersenyum, "Kamu pasti tidak percaya kalau ini memang aku kan." Charlos menaruh tangannya di bawah dagunya, memamerkan jam tangannya yang mewah.

"Kamu tidak banyak berubah," ucap Charlos. "Masih sama seperti dulu. Cantik dan judes. Sangat ironis. Dulu aku meminta pekerjaan pada ayahmu, diusir-usir sambil dihina. Coba lihat sekarang. Ayahmu yang minta tolong padaku. Hahaha.." Charlos tertawa mencemooh.

Esther tampak sangat pucat, tapi dengan kekuatan yang masih tersisa ia berkata, "Kamu memang harus diusir karena kamu tidak punya apa-apa, karena kamu tidak pantas ada di sini."

Senyum Charlos lenyap seketika, "Kamu seharusnya berterima kasih karena aku telah menyelamatkan perusahaan ayahmu dari keterpurukan. Kalau kamu masih bersikap sombong, aku tidak akan segan-segan membatalkan kontrak."

Wanita itu mengepalkan tangannya seolah bersiap untuk melancarkan serangan. Matanya memandang penuh kebencian pada Charlos. Tapi kemudian ia mengerjap-ngerjap. Esther hampir saja pingsan. Segera Charlos menangkapnya.

"Kamu tidak apa-apa?" Charlos berubah jadi khawatir.

Wanita itu hanya menggelengkan kepalanya sambil merapatkan bibirnya. Dia berusaha berdiri tegak. "Lepaskan aku!"

Charlos melepaskan tangannya lalu ia memanggil karyawan yang kebetulan sedang lewat situ. Charlos menyerahkannya ke orang itu.

"Bu Esther! Kenapa Bu?" tanya orang itu.

Charlos merapihkan jasnya, lalu pergi meninggalkan tempat itu. Ia bisa merasakan wanita itu masih memandanginya. Ia menyesal. Seharusnya ia bisa berkata-kata dengan sikap yang lebih keren, tapi kenapa orang itu harus sakit dan Charlos malah merasa kasihan padanya.

Ia berjalan menuju pintu keluar. Pak Agung mengantarnya sampai ia masuk ke dalam mobil.

Ini memang jenius. Charlos merasa senang sekali karena saat ini ia berada di atas angin. Dulu ia memang tidak punya apa-apa dan tidak pantas berada di tempat itu, tapi sekarang keadaan sudah berubah.

Dulu Charlos tinggal bersama ibunya. Orang tuanya sudah bercerai sejak ia masih SD. Hidupnya sulit, hutang di mana-mana. Untung saja ia masih bisa sekolah dengan baik. Semenjak ayah kandungnya meninggal, ia mewarisi seluruh harta kekayaannya. Setelah itu ia tidak tinggal dengan ibunya lagi.

Charlos tiba-tiba teringat akan perempuan yang bernama Carissa. Wajahnya lumayan cantik. Perempuan itu terlihat sangat kaget saat bertemu dengannya. Lucu sekali. Presentasinya sangat baik walaupun sepertinya wanita itu sedikit gugup. Rambutnya lurus, jelas-jelas bukan tipe Charlos. Itu adalah perempuan yang disukai Satria. Charlos tidak akan mengganggu perempuan itu.

Sebaiknya ia tidak perlu mengingat wanita itu lagi. Ia melihat ponselnya dan menatap foto Reva. Pujaan hatinya yang selalu jauh darinya. Sulit rasanya untuk mendapatkan hatinya. Atau memang seperti kata Reva bahwa ia sendiri yang telah mempersulit dirinya. Charlos masih saja memikirkan kata-kata itu.

Meskipun Satria juga melarang hubungannya dengan Reva, tapi dalam hati Charlos telah tumbuh perasaan cinta. Charlos yakin kalau itu adalah cinta. Tidak pernah Charlos merasa seperti ini lagi semenjak ia ditinggalkan Esther.

Charlos bertanya-tanya dalam hati, kapan Reva akan menagih mobilnya kembali. Yang pasti mereka pasti akan bertemu lagi dalam waktu dekat. Charlos akan berusaha untuk tidak membuat suasana tegang seperti waktu itu.

Charlos menghela napas. Sejak dulu memang kehidupan cintanya tidak pernah berjalan mulus. Kali ini ia telah memilih kepada siapa yang sudah seharusnya sejak dulu ia cintai. Apapun yang Satria katakan atau apapun yang terjadi tidak akan ada yang bisa merubah rasa cintanya pada Reva.


Load failed, please RETRY

Cadeaux

Cadeau -- Cadeau reçu

    État de l’alimentation hebdomadaire

    Rank -- Classement Power Stone
    Stone -- Power stone

    Chapitres de déverrouillage par lots

    Table des matières

    Options d'affichage

    Arrière-plan

    Police

    Taille

    Commentaires sur les chapitres

    Écrire un avis État de lecture: C5
    Échec de la publication. Veuillez réessayer
    • Qualité de l’écriture
    • Stabilité des mises à jour
    • Développement de l’histoire
    • Conception des personnages
    • Contexte du monde

    Le score total 0.0

    Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
    Votez avec Power Stone
    Rank NO.-- Classement de puissance
    Stone -- Pierre de Pouvoir
    signaler du contenu inapproprié
    Astuce d’erreur

    Signaler un abus

    Commentaires de paragraphe

    Connectez-vous