Télécharger l’application
27.27% SUBTITUDE BRIDE ( PENGANTIN PENGGANTI) / Chapter 9: 08. Tentang Grace, Lutfian dan Sean

Chapitre 9: 08. Tentang Grace, Lutfian dan Sean

Dua jam berlalu dalam sekejap. Mio puas dengan foto yang dia ambil. Kebanyakan foto yang dia abadikan adalah beberapa kafe bandara dan deretan tanaman kecil lucu. Mio menyukai bunga, makanan dan hal-hal lain yang terlihat manis. Meski tidak melebihi kecintaannya pada uang jadi tanaman kecil di pot atau bonsai di bandara Abu Dhabi adalah targetnya. Jadi setelah puas berkeliling, waktu menunjukkan pukul sepuluh malam ketika dia sampai di pesawat. Sean mengikuti di belakang. Berjalan dibelakang Sean diikuti empat pengawal dan Philip mendekatinya.

"Sudah?" Sean bertanya.

"Yes! Hari ini aku mendapatkan gambar banyak."

"Gambar uang?" Ketika Sean bertanya dengan wajah datar, Philip dibelakang tidak bisa tidak mengutuk EQ tuannya. Ceo, bahkan jika ini hanya tunangam pura-pura anda tidak harus gamblang dengan wanita tentang matrealistisnya!

Mio merengut, " memang ada disini stan uang? Sudah kubilang aku tidak matrealistis!" Tapi kemudian Mio berkata pelan,

"Aku hanya sedikit menyukai uang."

"Sedikit?" Sean menaikkan salah satu alisnya. Meski Mio berkata pelan, Sean masih bisa mendengarnya.

"Ya baiklah kamu benar. Aku sangat menyukai uang. Tapi aku tadi tidak menemukan uang untuk aku foto."

"En. Ayo masuk." Tidak lagi menggoda Mio, Sean berjalan menaiki tangga pesawat dengan Mio yang mengikutinya di belakang.

Philip dibelakang sempat terdiam. Apakah Tuannya baru saja menggoda? Tuan yang berwajah datar ini? Apakah matahari terbit dari barat?

"Ck! Kurasa dia adalah pasien terapi psikis yang parah." Gumam gadis itu sambil lalu.

Karena sudah malam waktu setempat, Sean memecat pengawal dan Philip untuk beristirahat. Malam ini Sean masih duduk di sebelah Mio. Sean bukan penakut. Dia adalah lelaki idealis yang logis. Namun beberapa kejadian belakangan yang menimpanya entah kenapa menyangkut supranatural,membuatnya merasa cemas. Hal itu membuat insomianya lebih parah. Ditambah dengan reaksi takut gadis itu siang tadi, Sean jadi merasa sedikit merinding jika sendirian. Baru kali ini dia tidak menyukai ketenangan.

Sean menghembuskan nafas menyesal. Ketika dia insomia, mengikuti saran Mio dia akan mandi air hangat dan garam. Itu cukup membuatnya tidur tanpa gangguan selama empat jam. Tapi di pesawat ini hal itu tidak mungkin dilakukan.

"Ada apa?" Mio yang melihat Sean menghembuskan nafas kesal, jiwa penasarannya terpanggil.

"Apa pertemuan bisnisnya gagal?"

"Tidak."

"Lalu kenapa wajahmu kesal?" Mio memandang wajah Sean. Tapi dari ekor mata Sean, dia menyadari bahwa beberapa kali Mio akan melirik ke samping tubuhnya. Ketika melihat kesamping, seperti yang diduga Sean itu tidak ada apa-apa.

"Aku hanya lelah."

"Kamu mabuk?"

"Tidak."

"Kalau begitu tidurlah. Oh iya..." seakan teringat sesuatu, Mio mengangguk.

"Baik. Karena kamu adalah mesin uangku kamu tidak boleh sakit. Jika kamu sakit, maka atm milikku akan macet."

"Kamu..." Sean benar-benar tidak pernah mengira bahwa gadis disampingnya begitu tak tahu malu.

"Yah, jangan banyak bicara. Sekarang mana tanganmu." Mio menengadahkan tangannya. Sean melihat tangan Mio, seolah paham dia merogoh saku jas dan memberikan selembar uang ke tangan Mio. Melihat uang seratus ribu di tangannya, Mio langsung mengutuk.

"Bukan ini! Maksudku tanganmu! Benar-benar makna harfiah!" Meski meluruskan kesalahpahaman, Mio juga tidak malu memasukkan uang seratus ribu itu ke dalam saku celananya.

"Oh." Lalu dengan kaku Sean mengulurkan tangan kanannya.

"Ini?"

"Yep." Dengan gerakan halus Mio menelusupkan jari-jarinya ke sela jari milik Sean. Menggenggamnya hangat. Wajah Sean mendadak kaku ketika sentuhan itu terjadi. Namun Mio tidak terlalu memperhatikannya. Mio seorang psikolog. Dia adalah tipe wanita yang akan mudah bersosialisasi. Tidak ada perasaan canggung sama sekali padanya saat dia memegang tangan Sean. Namun mungkin itu berbeda dengan apa yang Sean rasakan.

"Sekarang kamu cukup menutup mata dan berbaring rileks." Sambil memberi intruksi, Mio menekan tombol kursi untuk bergerak mode tidur di kursi Sean dan miliknya. Dengan begitu baik Sean dan dirinya sudah dalam posisi nyaman untuk tidur.

"Aku menyuruhmu menutup mata. Kenapa kamu justru melotot padaku?" Menghadapkan kepalanya kesamping Mio mendapati Sean menatapnya dengan mata penuh.

"Tidak." Seperti anak kecil yang ketahuan berbuat nakal, Sean langsung memalingkan wajahnya menghadap langit pesawat dan menurut menutup matanya.

"Bagus. Nah sekarang Sean yang baik, kamu akan tidur dengan baik. Jadilah sehat dan tetap memberiku uang dua puluh juta tadi tidak termasuk layanan ini. Jadi kamu harus memberimu lebih terhadap fasilitas tidur ini oke?"sambil berbicara, tangan kiri Mio terus menggenggam tangan Sean. Sedangkan tangan lainnya bermain di atas kepala Sean. Mio mengusap rambut Sean dengan cara menenangkan.

Sean sadar bahwa kalimat yang diucapkan Mio sungguh membuat orang kesal dalam keadaan normal. Namun saat ini entah kenapa kalimat itu justru seperti lagu pengantar tidur baginya. Usapan lembut itu...Sean merasa hal baru mulai bergerak di dalam hatinya. Itu adalah sebuah titik di dalam hati. Masih sebesar biji apel. Namun Sean tidak akan tahu seberapa besar biji itu akan tumbuh atau akan mati nantinya. Mata Sean terasa berat secara magis. Perasaan cemas, takut, dan frustasi tiba-tiba saja lenyap. Lambat laun Sean mulai larut dalam mimpi.

Mio terus mengamati Sean disamping. Melihat nafas Sean mulai teratur, gadis itu berhenti mengusap kepala Sean. Lalu tanpa melepas genggaman tangannya, mata gadis itu melihat langsung sosok yang berdiri di samping Sean. Mio duduk di dekat jendela. Jadi dengan Sean disampingnya, sosok itu berdiri tepat di samping Sean.

Sosok itu tidak berbentuk. Hanya sebuah fasat. Seperti asap hitam tebal yang memiliki mata tanpa mulut. Matanya merah terang namun dia bahkan tidak memiliki wajah.Bahkan Mio tidak bisa melihat titik di dahinya. Itu jelas bukan roh. Dengan penelitiannya beberapa hari, titik pada dahi roh atau hantu jika Mio mengamatinya lebih, maka wujud mereka akan tersamarkan. Seolah menekan tingkat indigo miliknya. Itu tentu membuat Mio senang karena tidak harus melihat wujud nyata hantu dengan wujud menyeramkan. Namun jika kasusnya seperti Sean, hal itu jelas tidak membantu.

"Siapa yang menyuruhmu? Kenapa kamu mengganggunya?" Mio menatap sosok itu dingin. Tidak ada ketakutan dalam wajahnya. Kakeknya pernah berkata, jika itu bukan hantu baik itu youkai, shikigami, maka Mio tidak boleh menunjukkan wajah ketakutan. Dengan spiritual Mio yang besar, wajah menantang justru akan membuat mereka yang jahat menghindar.

"Kkeeh....kkeuh...." suara mahluk itu sangat menyeramkan. Dia bahkan tidak memiliki mulut. Namun masih bisa membuat suara. Itu diluar ekspetasi Mio. Biasanya mahluk tanpa mulut hanya bisa diajak bicara dengan telepati. Namun mahluk ini masih bisa mengeluarkan suara tanpa mulut. Telepati jelas tidak bisa.

"Ck," dengan wajah kesal, Mio tidak punya pilihan lain selain melakukan perlawanan. Ketika sosok itu membungkuk seperti hendak menelan Mio, Mio sigap mencengkeram leher sosok itu dengan tangan kanannya. Seperti kapas, ada rasa kasat dan perih di tangan Mio saat dia bersentuhan.

"Kamu sangat menyebalkan."

"Kkeeh....kkeuh...." sosok itu meronta-ronta. Semakin lama sosok itu makin menipis dan menipis lalu berubah menjadi asap. Namun Mio tidak puas. Bukan menghilang semuanya, bagian terkecil kabut hitam itu justru masuk kedalam tubuh Sean. Mio berusaha mengeluarkannya namun tidak bisa.

"Ck! Sial! Apa itu sebenarnya? Sepertinya aku harus bertanya pada kakek." Meski sosok itu masuk ke dalam tubuh Sean, namun dengan energi spiritual yang dibagikan Mio dengan menggenggam tangan Sean, dia yakin Sean akan dapat tidur tanpa mimpi buruk. Meski hanya dugaan, tapi Mio sedikit yakin bahwa itu adalah sesuatu yang dikirim seseorang. Biasanya hal yang dikirim tidaklah berwujud. Mereka seperti parasit yang berkembang dari teror ketakutan inangnya. Namun mahluk tadi bahkan memiliki mata dan leher meski tidak memiliki tubuh sempurna. Namun lambat laun sosok itu pasti akan berkembang sesuai kondisi inang.

Mengamati kembali tangannya, Mio meringis ketika tangannya memerah dan panas. Tidak sampai melepuh tapi itu terasa perih. Karena hal itu disebabkan oleh yokai, itu akan sembuh dengan sendirinya dengan kekuatan spiritual Mio. Mungkin besok ketika dia bangun luka dan rasa sakit itu akan hilang sepenuhnya.

"Ah terserahlah." Mio tidak mau berpikir lebih jauh. Karena dia juga lelah, mengikuti Sean dia akhirnya jatuh dalam tidur.

***

Mio membuka matanya. Mengamati sekelilingnya. Itu adalah halaman hijau yang sangat luas. Di belakang terdapat rumah besar. Mio mengamati lebih pada rumah itu. Rumah itu entah kenapa terasa familiar . Rumah bercat putih dengan ornamen barat dan terdapat patung dewi Freya dengan air mancur di tengah halaman. Dimana dia melihat?

"Dimana ini? Apa ini mimpi?" Mio mengamati kembali sekelilingnya. Semua sangat jelas. Dan Mio seolah tau jika dia bermimpi. Mio tersentak.

"Mungkinkah aku dibawa hantu?" Memikirkan dia baru saja menghadapi yokai yang belum pernah dia lihat, Mio takut bahwa ini adalah ulah hantu.

Ketika Mio sibuk berpikir, dari arah belakang sosok gadis kecil berambut pirang dengan gaun merah berlari kearahnya. Mio tersentak, seolah tububnya adalah roh, gadis kecil itu berlari melewati tubuhnya tanpa melihat Mio.

"Oi oi...aku tidak mati kan?" Mio mendadak bergidik. Sumpah! Mio belum mau mati! Rasa takut itu melanda, namun yang membuat Mio aneh adalah kalimat yang di ucapkan gadis kecil itu.

"Momy!"

"Ara, Grace. Sudah Mom bilang jangan berlari."

Mata Mio membulat, "Grace? Gadis kecil itu?" Mio bergumam. Mungkinkah ini bukan mimpinya? Lalu Mio mengamati rumah dibelakangnya sekali lagi. Benar! Itu adalah rumah keluarga William! Meski cat rumah telah berubah tapi ornamen dan patung dewi Freya masih sama.

Mio berasumsi untuk mengamati hal ini lebih. Dia mengamati Grace kecil memeringkan kepalanya. Seolah heran dengan anak lelaki lebih besar darinya berambut biru dengan mata biru safir yang sangat indah. Mio mengerutkan kening. Wajah anak itu Mio tidak tahu. Tapi mata safir itu...Mio sekali lagi merasa familiar.

"Mom! Siapa?" Jari kecil Grace menunjuk pada anak lelaki itu.

"Nah Grace, dia adalah Lutfian. Mulai sekarang panggil dia kakak oke?"

"Hm? Kakak? Kakak? Ah! Kakak!" Lalu Grace kecil memamerkan senyum manisnya sambil memeluk lelaki itu.

Setelah melihat adegan itu, tubuh tak kasat Mio seolah ditarik oleh kekuatan besar dan dia kembali berdiri di tempat asing. Kali ini dia berdiri di sebuah ruangan dengan piano di tengah-tengah. Kali ini, bukan Grace kecil yang ditemunya. Namun Mio melihat Grace yang telah dewasa. Mio tau dia Grace. Sosok tinggi, rambut lanjang, iris mata phoenik dengan kulit seputih salju. Sungguh gadia yang cantik ah! Mio benar-benar merasa iri untuk pertama kalinya.

Grace dewasa terlihat berbicara dengan...Mio membulatkan matanya tidak percaya.

"Itu...itu Lutfian? Lutfian yang itu! Ah! Jadi anak itu Lutfian?! Sungguh Lutfian yang itu? Kenapa tampan sekali?" Mio tidak percaya apa yang dilihatnya. Sosom Lutfian yang ditemuinya beberapa hari yang lalu adalah sosok berambut hitam, meski cantik namun menampakkan kharisma seorang busnisman. Lalu kenapa Lutfian yang dia lihat saat ini adalah sosok Lutfian yang luar biasa tampan dengan gaya rambut dan warna rambut yang sangat serasi dengan iris matanya?

"Kakak? Kamu sungguh akan terjun ke perusahaan?"

"Ya."

"Kenapa? Padahal kakak sangat ingin menjadi pianis. Kenapa kakak justru terjun ke perusahaan? Kakak, ada aku. Aku bisa membantu Mom untuk merintis ini."

Lutfian mengetuk lembut kening Grace, "apa yang kamu bicarakan? Berhenti bertanya lagi. Sekarang lebih baik kamu pergi bersenang-senang dan jangan lupa untuk hati-hati."

"Kakak! Aku tidak mau. Aku merasa bersalah jika aku bisa bebas melakukan hal yang kuinginkan tapi kakak terjebak di bidang yang tidak kakak inginkan."

"Apa sih? Kamu bodoh. Dengan kakak disini, kakak bisa memakaimu sebagai model pakaian perusahaan kita. Jadi luluslah audisi dengan baik. Dan buat kakak bangga. Cepat pergi. Audisinya dimulai sekarang kan?"

Sebagai pengamat, Mio merasa dia benar-benar salut pada Lutfian. Tak lama setelah kepergian Grace, Mio meluhat bagaimana Lutfian menatap Grace dengan wajah...penuh cinta?

"Kakak akan melakukan apapu agar kamu bahagia Grace."

Mio tercengang. Jadi seperti itu? Baik! Ini layak disebut sebagai cinta sejati. Ah! Kenapa Grace begitu buta? Ngomong- ngomong mereka tidak benar-benar berhubungan darah kan? Oke, berarti Lutfian tidak melakukan cinta terlarang.

Sekali lagi tubuh Mio kembali diseret. Kali ini dia berada di sebuah jalan yang tidak tau dimana itu. Melihat sekeliling Mio melihat sebuah mobil terpakir di pinggir jalan. Mengamati lebih jauh, Mio yakin itu adalah Grace. Dan disampingnya itu adalah...Sean?

Mio melihat mereka sedang berbicara. Namun kata-kata yang diucapkan keduanya sama sekali tidak dapat Mio dengar. Tapi satu hal yang Mio lihat, disana...Sean terlihat sangat tenang dan bahagia. Sean yang ada disana adalah Sean yang belum Mio kenal. Disana Sean terlihat seperti mudah didekati. Mio tersentuh sekaligus iri. Grace, kamu memiliki dua lelaki hebat yang sangat mencintaimu!

Sekali lagi tubuh Mio diseret. Kali ini seretannya agak lama. Disana seolah di ruang hampa. Namun Mio mendapati Lutfian dan Grace tengah berbicara. Itu semua mengenai Sean.

"Sean sangat tampan! Berambut hitam dan sangat lembut. Aku suka sekali mengelus rambut hitamnya. Dia seperti kucing. Aku suka! Kakak, kamu harus melihatnya. Dia rapi dan tampan! Kamu pasti setuju jika aku dengannya."

Diam-diam Mio mengutuk Grace. Mengutuk betapa bodohnya Grace yang tidak melihat perubahan wajah Lutfian karena ceritanya. Yang paling membuat Mio terkejut adalah bahwa ternyata kata-kata Grace tentang Sean, menjadi alasan Lutfian mengecat rambutnya menjadi hitam dan berpenampilan melankonis.

"Ya ampun....kenapa Lutfian begitu bodoh? Dia bahkan seperti peri saat dengan penampilan aslinya. Ah!" Mio ikut menyesal atas perubahan Lutfian. Saat Mio tengah sibuk mengamati bagaimana Lutfian merubah dirinha, sebuah tangan mengetuk pundaknya. Mio menoleh , hanya untuk me dapati dirinya berdiri dihadapan sosok yang tidak asing baginya.

***


Load failed, please RETRY

Cadeaux

Cadeau -- Cadeau reçu

    État de l’alimentation hebdomadaire

    Rank -- Classement Power Stone
    Stone -- Power stone

    Chapitres de déverrouillage par lots

    Table des matières

    Options d'affichage

    Arrière-plan

    Police

    Taille

    Commentaires sur les chapitres

    Écrire un avis État de lecture: C9
    Échec de la publication. Veuillez réessayer
    • Qualité de l’écriture
    • Stabilité des mises à jour
    • Développement de l’histoire
    • Conception des personnages
    • Contexte du monde

    Le score total 0.0

    Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
    Votez avec Power Stone
    Rank NO.-- Classement de puissance
    Stone -- Pierre de Pouvoir
    signaler du contenu inapproprié
    Astuce d’erreur

    Signaler un abus

    Commentaires de paragraphe

    Connectez-vous