"Tiara sakit. Dia mengidap penyakit kanker serviks. Apa kamu mau menjenguknya?"
Maya terlihat tegar saat mengatakan kabar ini pada Farah.
"Oh ya. Bagus dong."
Namun, tanggapan dari Farah, begitu saja. Sudah bisa diduga, ia akan biasa-biasa saja, bahkan terkesan acuh tak acuh dengan kehidupan Kinan.
Maya tak terpancing sama sekali. Sungguh, ia sudah bisa menduga sebelumnya. Si Bunda mengangkat pandangan, dan menatap Farah, yang enggan melihat padanya.
"Aku tahu, jauh di dalam lubuk hati kamu yang paling dalam, masih ada secuil rasa sayang pada dia. Anak yang kamu besarkan, yang aku lahirkan. Apa nggak pernah kamu ingat, betapa lucunya dia saat masih bayi dulu, atau betapa lincah dan menggemaskannya dia, saat sudah mulai pandai merangkak, berjalan atau berlari. Terlepas dari rasa bencimu ke aku, aku yakin dan percaya, kamu, pernah merasa sayang sekali sama anak kita. Iya 'kan?"
"Bicara apa kamu? Mana mungkin aku bisa menyayangi anak dari wanita yang udah ambil Adit dari aku!"