Télécharger l’application
1.29% UNCOVER / Chapter 4: Kematian Papa

Chapitre 4: Kematian Papa

.

.

.

Aku masuk ke kamarku dan berbaring di queensize milikku. Mataku terpejam mencoba masuk ke alam mimpi, sebelum suara gaduh membuatku terkejut dan tidak jadi tertidur. Aku berpikir mungkin itu hanya kucing, namun suara gaduh berikutnya sukses membuatku bangun dan mencari asal suara itu.

'Braakkk praaangg!!'

Aku keluar dari kamar menelusuri lantai atas, yang ku tahu di lantai ini hanya ada kamarku, ruang kerja papa, kak Kiano dan kamar papa. Dan aku sangat yakin suara gaduh itu berada di antara kamar papa dan ruang kerja papa. Aku mendekatkan telingaku ke pintu ruang kerja papa, tapi tidak ada suara apapun. Sudah di pastikan suara ini berasal dari kamar papa, aku pun mencoba mendekatkan telingaku ke pintu kamar papa, namun hening yang ku dapat. Aku sedikit curiga dengan apa yang terjadi di dalam kamar papa, karna itu aku melangkah ke kamar Kak Kiano untuk memberitahunya tentang suara gaduh tersebut.

'Tokk tokk tokk'

"Kak Kia, cepat buka pintunya kak?" Ucapku setengah teriak sambil terus mengetuk pintu kamar kak Kiano yang masih tertutup.

"Ya, sebentar." Balas suara kak Kiano dari dalam, lalu pintu pun terbuka.

"Kak, tadi aku mendengar suara gaduh dari dalam kamar papa. Ayo kak, coba kita lihat apa yang terjadi." Jelasku dengan cemas, sambil menarik-narik tangan kak Kiano.

"Ya ampun kisha, ini jam berapa? Mungkin papa sudah tidur. Aku saja baru tertidur dan sekarang kau mengganggu tidurku." Balas kak Kiano dengan kesal.

"Ish kak, tadi aku dengar suara-suara dari kamar papa. Ayo kita lihat dulu, aku takut papa kenapa-kenapa kak." Ucapku dengan sedikit kesal karna kak Kiano tidak mau mengerti.

"Baiklah-baiklah, ayo kita lihat. Agar kau puas, ok?" Balas kak Kiano sambil berjalan menuju kamar papa. Aku tersenyum dan mengikuti langkah kak Kiano.

'Tokk... tok...' kak Kiano mengetuk pintu kamar papa, namun tidak ada jawaban dari dalam sana. Hanya keheningan yang ada, aku melirik kak Kiano yang juga melirikku.

"Pa, ini aku Kiano papa belun tidur?" Ucap Kak Kiano sambil terus mengetuk pintu kamar papa.

"Sepi sekali, seperti tidak ada orang." Gumamku mulai khawatir.

Kak Kiano mencoba membuka pintu, namun terkunci. Kak Kiano menatapku aku mengerti arti tatapan kak Kiano, aku mundur beberapa langkah. Lalu kak Kiano mengambil kuda-kuda, setelah itu terdengar suara 'brakkk' yang cukup kencang hingga pintu itu terbuka lebar. Aku dan kak Kiano masuk ke kamar papa, dan seketika waktu terasa berhenti.

'Degg... degg..' waktu berhenti saat itu juga bagiku dan kak Kiano. Kami menatap tak percaya pada apa yang kami lihat, oh tuhan apakah ini mimpi? Tolong bangunkan aku saat ini juga...

"Papaaaaaaa" teriak kak Kiano menghancurkan lamunanku. Aku tersadar dan berlari juga seperti kak Kiano. Kami menghampiri tubuh papa.

"Tidak, tidak mungkin. Papaaaaa, bangun pa! Papa bangun! Kak, ini bohong kan? Papa? Tidak mungkin." Ucapku Histeris sambil menghampiri tubuh papa yang sudah berlumur darah dengan wajah pucat dan belati yang tertancap tepat di dada sebelah kiri (jantung).

Aku terpaku histeris saat masuk ke kamar papa, sesaat aku terdiam melamun dan berharap semua itu hanya mimpi. Sampai suara teriakkan kak Kiano menyadarkanku bahwa ini kenyataan. Bukan sebuah mimpi yang aku harapkan. Aku lemas, bahkan aku terlalu lelah untuk berteriak lagi. Papa meninggal, aku menyesal datang terlambat ke kamar papa. Ini semua salahku yang tidak langsung menuju kamar papa, seandainya aku lebib cepat mungkin papa.... oh tuhan, apa yang terjadi sebenarnya?

Aku memperhatikan sekeliling jasad papa, pandanganku terpaku pada belati yang masih tertancap di jantung papa. Aku tidak berani untuk menyentuhnya, jadi aku hanya memperhatikan saja. Aku lihat kak Kiano dengan langkah lemah pergi keluar kamar papa, aku tidak tau apa yang akan dilakukan oleh kak Kiano. Lalu tatapanku jatuh pada tangan papa, mataku menyipit memperhatikan lebih jelas apa yang di genggam tangan papa. Perlahan, aku mencoba membuka telapak tangan papa hingga sebuah gumpalan kertas jatuh dari tangan papa.

"Ya tuhaaaann,, tuan besar kenapa non? Kenapa seperti ini, ya ampun tuan besar." Histeris Bi Ina saat masuk ke kamar papa.

Tiba-tiba Bi Ina masuk ke kamar papa, lalu histeris saat melihat jasad papa. Dia terlihat panik dan sedih. Aku tidak tau, saat ini pikiranku kosong. Hanya satu hal yang ku tau, Aku lelah... dengan semua ini.

"Bi, kak Kia dimana?" Tanyaku dengan lemah, hingga suaraku terdengar seperti gumaman rintih.

"Di ruang depan non, sedang menunggu ambulance. Den Kiano juga terlihat sangat kacau, bibi tidak tau apa-apa. Saat den Kiano bibi tanya, hanya menggeleng saja makanya bibi langsung kesini. Ternyata.... ya tuhan kenapa bisa seperti ini non?" Jelas bi Ina sambil menatap sedih jasad papa.

"Aku tidak tau bi, semuanya tiba-tiba dan aku.... hiks.. aku... hiks" ucapku terbata-bata karna tangisanku pecah dan tidak mampu ku tahan lagi.

"Yang sabar non, semoga tuan mendapat tempat yang layak di sisi tuhan. Sabar ya non, ikhlaskan kepergian tuan." Ucap bi Ina menenangkan sambil mengelus pundakku.

"Hiks.. iya bi, terima kasih." Balasku sambil tersenyum lemah. 'Setidaknya aku harus tau penyebab kematian papa. Maka dari itu, aku harus kuat dan tegar. Dan akan aku selidiki kematian papa yang sangat ganjil ini, Aku berjanji' pikirku.

~~~~~

Setelah ambulance datang, jasad papa langsung dibawa dan di otopsi untuk mengetahui penyabab dan waktu kematian papa. Walau sebenarnya menurutku, papa dibunuh seseorang dan bukan bunuh diri. Jujur, hatiku mengatakan hal lain tentang kematian papa yang terlalu tiba-tiba dan janggal. Tetapi aku tidak bisa bilang kepada siapapun tentang ini. Karna aku merasa, pembunuh itu masih berada di sekitarku.

Aku memilih pulang untuk membereskan kamar papa, sedangkan Kak Kiano masih berada di rumah sakit. Saat aku masuk ke kamar papa, aku tidak melihat darah papa dimanapun. Mungkin bi Ina sudah mengganti bedcover nya sehingga tampak bersih. Hanya itu saja, sedangkan yang lainnya masih berantakan. Aku menjelajahi setiap sudut kamar papa, aku melihat ada serpihan vas bunga di bawah dekat pintu. Juga tanah yang menempel di dinding samping pintu kamar papa. Aku mulai berpikir, ada yang tidak beres dalam kamar papa.

Beralih ke jendela kamar papa, juga ada hal aneh yang kutemukan disana. Jika papa selalu menutup jendelanya, lalu kenapa hari ini terbuka? Dan lagi ada bekas garis putih seperti bekas sesuatu yang di gunakan untuk membuka paksa jendela itu. Sungguh semua semakin jelas, dan mungkin inilah alasan yang aku cari. Dan saat mau keluar kamar papa, tepat di bawah kasur dekat jendela aku melihat jejak kaki seseorang. Dapat kupastikan itu bukan jejakku atau kak Kiano, bukan pula bi Ina. Karna tempat jejak itu berada, tidak pernah di lewati sebelumnya. Dan semua semakin jelas.

Aku kembali ke kamarku lalu membuka laci nakas dan mengambil sebuah gumpalan kertas. Ini adalah kertas yang papa genggam saat kematiannya. Mungkin ada sesuatu yang akan ku dapatkan jika membukanya. Perlahan tapi pasti aku membuka gumpalan kertas yang sudah tidak berbentuk itu. Hingga aku bisa melihat sebuah tulisan yang hampir hilang.

'Dunia penuh drama, permainan sudah dimulai. Kehidupan damai telah hilang, persiapkan dirimu untuk hadapi kejamnya rasa. Dia atau mereka tidak akan ada, semua satu dalam penjara. Hukum kata hanya budaya, tidak berarti pula. Maaf, terluka adalah hal mudah. Dan kematian yang terindah. Saat semua di depan mata, kau bahkan tak mampu bicara.'

Itulah isi dari gumpalan kertas tersebut, aneh memang kata-kata dalam kertas itu namun menurut pemdapatku itu adalah petunjuk dari semua ini. Makna setiap kata itu memiliki pesan tersendiri, sungguh aku tidak mengerti maksud dari pesan itu. Tapi aku yakin, ini pasti jawaban dari permasalahan yang aku cari. Oh ya ampun, kenapa harus ada teka-teki sulit seperti ini? Amat sangat mengesalkan.

Berhubungan dengan teka-teki, aku jadi ingat tentang ajakkan Yuri waktu itu. Tunggu, kenapa aku malah jadi memikirkan hal tidak penting seperti ini? Kurasa otakku mulai korslet. Tapi, apakah Yuri benar-benar masih menungguku bergabung? Memangnya kenapa aku harus ikutan menjadi agen seperti dia? Aku tidak memiliki minat ataupun bakat dalam hal seperti itu. Menurutku hal seperti itu hanya membuat pusing kepala saja.

.

.


Load failed, please RETRY

Cadeaux

Cadeau -- Cadeau reçu

    État de l’alimentation hebdomadaire

    Rank -- Classement Power Stone
    Stone -- Power stone

    Chapitres de déverrouillage par lots

    Table des matières

    Options d'affichage

    Arrière-plan

    Police

    Taille

    Commentaires sur les chapitres

    Écrire un avis État de lecture: C4
    Échec de la publication. Veuillez réessayer
    • Qualité de l’écriture
    • Stabilité des mises à jour
    • Développement de l’histoire
    • Conception des personnages
    • Contexte du monde

    Le score total 0.0

    Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
    Votez avec Power Stone
    Rank NO.-- Classement de puissance
    Stone -- Pierre de Pouvoir
    signaler du contenu inapproprié
    Astuce d’erreur

    Signaler un abus

    Commentaires de paragraphe

    Connectez-vous