Télécharger l’application
5.73% KETIDAKSENGAJAAN BERAKHIR SALING CINTA / Chapter 20: Part 20 Tanda-tanda

Chapitre 20: Part 20 Tanda-tanda

"Nyonya makanannya sudah siap."Arini menghampiri Nyonya Diana yang sedang bersantai-santai dan duduk di kursi dekat kolam renang.

"Iya. Eh bentar. Tanganmu kenapa?"Saat Arini hendak pergi ke dapur lagi tiba-tiba Nyonya Diana tidak sengaja melihat tangan Arini terluka. Arini lupa memakai kaos lengan panjang hari ini untuk menutupi tangannya yang terluka.

"Ini. Ke..kemarin terkena pisau saat mengupas bawang nyonya."Arini mencari alasan agar majikannya tidak tahu kalau lukanya itu diakibatkan oleh Alena pacar baru Panji.

"Tapi kayaknya itu udah kamu obati kan?"Nyonya Diana melihatnya kasihan.

"Sudah kok nyonya."berkat pertolongan Panji, luka ditangannya segera sembuh.

Arini melangkah ke dapur sedangkan Nyonya Diana menuju ke meja makan malam. Saat Arini hendak masuk ke dapur tidak sengaja matanya melirik ke arah meja makan dan ternyata disana usdah nampak Pnaji. Akhirnya Panji dan mamahnya makan bersama disana.

Arini kini sibuk dengan pekerjaannya yang terakhir yaitu mengeringkan pakaian majikannya yang telah dia cuci tadi pagi. Sengaja dia mengeringkan malam hari supaya besok paginya bisa kering dan lumayan bisa menyicil pekerjaan besok. Dengan sabarnya dia mengerjakan pekerjaannya satu persatu. Rasa lelah jelas dirasakannya saat ini tapi sekuat tenaga ditepisnya ketika dia ingat dengan kebaikan bibinya yang telah merawatnya sejak kecil sampai besar. Hanya dengan bekerja giat di rumah majikannya itu dia bisa membalas jasa bibinya yang telah merawatnya sejak kecil. Lagian uang yang digunakan bibinya untuk memenuhi kebutuhannya itu juga berasal dari pekerjaan dengan menjadi pembantu di rumah Nyonya Diana. Jadisekarang dia tidak ingin mengecewakan bibinya sekaligus majikannya itu walaupun pahit getir, susah, capek telah ditelannya tiap hari. Apapun yang terjadi dia harus kuat dan bertahan bekerja disana hingga bibinya kembali dari Bogor.

Tidak terasa malam semakin larut. Tiba-tiba perutnya lapar sekali. Dia pergi ke dapur hendak mencari makan yang bisa dia makan. Betapa terkejutnya dia ketika sedang lewat di pinggir kolam renang ternyata disana ada Panji yang sedang duduk di kursi dan meminum segelas jus jeruk .

Kakinya berusaha dia tahan agar tidak terlalu keras saat menginjak tanah. Biar Panji tidak melihatnya ketika lewat. Kenyataanya tidak sesuai dengan rencananya dimana Panji mengetahuinya dan menoleh kearahnya. Arini terkejut saat melihat Panji menoleh kearahnya.

"Kamu."Arini melihat Panji melambaikan tangan kearahnya. Dia ragu kalau Panji kini memanggilnya.

"Hmmm."Panji mengangguk untuk meyakinkan Arini kalau benar-benar dipanggilnya. .

Selama Arini berjalan Panji terus memandanginya. Perasaannya kini tidak karuan harus berdekatan dengan Panji lagi. Padahal tadi dia sudah berusaha untuk menghindar tapi tetap saja Panji mengetahuinya dan malah memanggilnya.

"Ada apa tuan?"Arini sudah berdiri tepat di samping Panji.

"Kamu mau kemana?"Panji terlihat ingin tahu.

"Saya mau ke dapur tuan."Arini menjawab dengan jujur karena memang dia ingin pergi ke dapur untuk makan.

"Mau makan?"tanya Panji. Arini bingung kenapaPanji bisa tahu. Panji sebenarnya hanya menebaknya saja tapi tidak sengaja memang itu benar.

"Ya tuan."Arini sektika menjawab dengan polos.

"Ini makanlah."Panji mengambil roti bakar yang sudah ada di piring. Sengaja Panji tadi sudah menyiapkan roti bakar disampingnya karena hendak dimakan saat bersantai-santai di pinggir kolam renang. Arini terkejut ketika Panji mengeluarkan roti bakar yang terlihat enak sekali itu.

"Nggak papa tuan kalau saya makan."Kebetulan Arini memang sudah lapar sekali. Kalau pergi ke dapur pasti belum tentu ada makanan yang bisa dia makan. Nah ini giliran sudah ada roti bakar, dia tidak mau menyia-nyiakannya.

"Makanlah."jawab Panji langsung memberikan roti bakarnya kepada Arini. Wajah Arini nampak bahagia sekali ketika mendapatkan roti bakar secara Cuma-Cuma.

"Makasih tuan."Arini langsung mengambil dan membawa roti bakar tersebut ke kamarnya.

"Kamu mau kemana?"Panji mengehntikan langkah kaki Arini yang hendak pergi ke kamarnya. Arini membalikkan badannya dan kini menatap Panji.

"Makanlah disini."Panji menunjuk kursi kosong disampingnya yang terlihat kosong. Arini langsung paham dengan maksud Panji itu. Masak iya dia harus duduk berdekatan langsung dengan Panji.

Arini masih berdiri sambil menatap kearah kursi disamping Panji. Dia ragu kalau akan duduk disana. Secara kursi itu letaknya sangat dekat dengan Panji. Semisal kalau dia menggeser kursi itu takutnya Panji tersinggung tapi kalau tidak digeser maka dia akan duduk bersebelahan dengan Panji. Laki-laki yang dulunya pernah merenggut mahkota yang sangat berharga baginya dan menghancurkan masa depannya. Beruntung sekarang dia tidak terjadi apa-apa setelah kejadian itu dan kini sudah mengikhlaskannya. Itulah yang selalu muncul dipikirannya saat berdekatan dan berhadapan dengan Panji.

Panji kini bingung kenapa Arini hanya diam saja saat dia suruh duduk disampingnya. Tidak biasanya saat mendapat perintah darinya Arini tidak menurutinya. Panji tidak tahu kalau Arini tengah dibayang-bayangi akan kejadian malam itu.

Jujur Panji sudah melupakan akan kejadian malam itu bersama Arini. Karena baginya dia juga tidak sengaja melakukannya. Ditambah lagi sekarang Arini terlihat tidak apa-apa setelah kejadian tak mengenakkan itu. Maka dari itu ketika berdekatan dan berbicara dengan Arini dia bersikap biasa-biasa saja.

Mungkin bagi Panji dengan semudah itu melupakannya tapi buat Arini tidak. Dia harus sekuat tenaga untuk bisa bangkit dan melupakan perasaan hancur dan terpuruknya setelah kejadian itu.

"Cepatlah dimakan."Panji melihat Arini sudah duduk di kursi sampingnya tapi roti bakarnya tidak segera dimakan.

"Eh ya tuan."Arini langsung memakannya. Dia makan dengan lahapnya karena perutnya juga sudah terasa lapar sekali.

"Ekhmmm."Uwekkk"baru memasukkan 2 roti bakar ke mulutnya tiba-tiba Arini langsung memuntahkan makanannnya. Panji terkejut melihat Arini yang tiba-tiba muntah itu.

"Ini ambillah."Panji memberikan tissue. Arini langsung mengambilnya dan menumpahkan roti bakarnya diatas tissue. Perutnya serasa ingin mengeluarkan kembali semua roti yang telah dimakannya tadi. Mulutnya terus ditadahi dengan beberapa tissue dan terlihatlah tumpukan roti yang telah hancur karena sudah dimakan Arini diatas tissue.

"Apa yang harus aku lakukan."Panji kasihan melihat Arini yang terus memuntahkan semua isi yang ada di perutnya. Dalam hatinya ingin membantu Arini tapi dia juga bingung harus melakukan apa.

Saat melihat Arini menunduk ketika muntah terlihatlah tengkuk leher Arini yang tidak tertupi oleh rambut. Tiba-tiba Panji reflek berdiri dan meletakkan tangannya di tengkuk leher Arini. Entah kenapa tiba-tiba tanganya kini malah memijat tengkuk leher Arini dengan pelan-pelan. Tangannya seolah-olah memberikan tekanan untuk memudahkan Arini muntah. Walaupun dia sendiri juga tidak tahu apakah yang dilakukannya itu sudah benar apa belum.

Arini merasa ada sesuatu yang menekan di lehernya bagian belakang. Tanpa disadari tekanan itu malah membuat Arini lancar muntahnya. Dan selang beberapa detik kemudian perutnya kini sudahkembali normal lagi dan muntahnya langsung berhenti. Kini tinggallah nafasnya saja yang sedikit tidak beraturan karena habis muntah. Semua tenaganya serasa terkuras ketika muntah tadi.

Melihat Arini sudah berhenti muntahnya, Panji langsung mendekati dan jongkok di depan Arini. Anehnya yang dimuntahkan Arini itu bukannya makanan tapi malah kayak cairan alias tidak ada muntahan apapun. Wajah Arini yang terlihat lesu dan badannya kini juga terlihat lemah tak berdaya sehingga terpaksa punggung Arini harus disandarkan ke kursinya. Panji terus mengamati kondisi Arini yng masih duduk dan bersandar di kursi. Selama bekerja di rumahnya Panji tidak pernah melihat Arini selemas itu. Menurutnya Arini itu adalah anak periang dan semangat. Tetapi hari ini dia melihatnya malah sebaliknya.

"Apa kamu ingin muntah lagi?"kedua mata Panji menatap Arini yang sedang bersandaran di kursi. Arini hanya bisa menggeleng saja karena tidak bisa berbicara lidahnya serasa terkunci.

"Apa yang kamu rasakan sekarang? Apanya yang sakit?"Panji terlihat khawatir dan cemas sekali terhadap kondisi Arini pasca muntah tadi. Tidak hanya kali ini saja Panji melihat Arini muntah tapi sudah berkali-kali.

"Ini."Panji memegang perut Arini. Tangan kanan Panji memegang perut Arini karena sebelumnya Arini memberikan kode kepadanya kalau yang sakit itu di bagian perut. Jadi Panji refleks langsung memegang perut Arini.

Mata Arini tidak bisa melihat Panji dengan jelas. Tapi dia bisa merasakan kalau ada tangan yang sedang memegang perutnya dengan halus. Dia menduga kalau tangan itu adalah tangan Panji. Siapa lagi kalau bukan Panji.

Saat tangan Panji memegang perutnya, tubuhnya serasa kayak merasakan kenyamanan yang luar biasa. Setelah tenaganya terkuras banyak pasca muntah tadi tiba-tiba kini dia merasa kayak ada transferan energy yang masuk ke dalam tubuhnya yang tidak bisa dilihatnya tapi bisa dirasakannya. Arini menikmati setiap usapan demi usapan tangan Panji di perutnya.

"Apa ini sedikit membantu?"Panji bertanya sambil menatap wajah Arini sedangkan tangannya masih mengelus perut Arini dengan pelan.

"Sudah cukup tuan. Saya sudah baikan kok. Makasih bantuannya."Arini merasa tenaganya sudah pulih kembali. Matanya sudah bisa terbuka dan bisa melihat Panji yang masih jongkok didepannya. Dengan pelan Arini menyingkirkan tangan Panji dari perutnya.

"Apa kamu alergi roti bakar?"Panji curiga kalau Arini alergi makan roti bakar.

"Nggak kok tuan. Saya suka makan roti bakar dulu."kata Arini sambil mengelap mulutnya yang masih sedikit basah.

Panji lega akhirnya kondisi Arini sudah baikan setelah sebelumnya muntah dan lemas. Arini merasa badannya kini masih setengah lemas walaupun tidak seperah tadi. Dia bingung kenapa muntahnya semakin menjadi-jadi. Padahal dia tidak merasa bandannya ada yang sakit kenapa muntahnya sering menghampirinya.

Skalau ini sudah malam jadi dia hendak beristirahat di kamarnya. Saat Arini berjalan beberapa langkah tiba-tiba kepalanya pusing. Dan dia tidak sadar matanya mulai tidak fokus dan kurang jelas melihat sekitar. Panji yang masih berdiri di dekat Arini langsung berlari dan menangkap badan Arini hendak jatuh. Tangan Panji dengan sigap langsung menangkap tubuh Arini dan langsung dipegangnya walaupun kini dia harus memeluk tubuh Arini.

Saat itu Arini tidak bisa berbuat apa-apa selain menerima pelukan dari Panji yang berusaha menangkap tubuhnya saat hendak jatuh. Beruntung Panji menangkapnya kalau tidak pasti kepala dan badannya akan mengenai lantai. Dan itu pasti akan terasa sakit. Badannya kini terkulai lemas. Dia tidak bisa berjalan lagi menuju kamarnya.

"Kamu sebaiknya istirahat di kamarmu saja."Panji menuntun Arini menuju ke kamar Arini. Tidak ada penolakan dari Arini karena memang dia juga tidak bisa berjalan sendiri menuju kamarnya.


Load failed, please RETRY

Cadeaux

Cadeau -- Cadeau reçu

    État de l’alimentation hebdomadaire

    Rank -- Classement Power Stone
    Stone -- Power stone

    Chapitres de déverrouillage par lots

    Table des matières

    Options d'affichage

    Arrière-plan

    Police

    Taille

    Commentaires sur les chapitres

    Écrire un avis État de lecture: C20
    Échec de la publication. Veuillez réessayer
    • Qualité de l’écriture
    • Stabilité des mises à jour
    • Développement de l’histoire
    • Conception des personnages
    • Contexte du monde

    Le score total 0.0

    Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
    Votez avec Power Stone
    Rank NO.-- Classement de puissance
    Stone -- Pierre de Pouvoir
    signaler du contenu inapproprié
    Astuce d’erreur

    Signaler un abus

    Commentaires de paragraphe

    Connectez-vous