"Bisa diem nggak sih lo, gue tu cuma mau lihat kaki lo kenapa-kenapa nggak!" kata Vano dengan kembali menarik kaki Alana. Setelah mendengar kata Vano, Alana pun hanya diam melihat apa yang Vano lakukan pada kakinya.
"Pergelangan kaki lo keseleo, tapi punggung kaki lo juga lebam. Itu nggak mungkin karena keseleo." kata Vano menjelaskan kondisi kaki kanan Alana saat itu.
"Itu nggak kenapa-napa." jawab Alana singakat. Vano pada saat itu tak menghiraukan jawaban Alana tentang penyebab kakinya lebam. Vano hanya sedang fokus untuk memijat kaki Alana.
"Aww!" Alana meringis akibat efek dari pijatan Vano pada kakinya.
"Lo tahan sebentar, gue sedang benerin kaki lo yang keseleo." kata Vano dengan masih memijat kaki kanan Alana.
"Emang lo bisa?" tanya Alana yang meragukan kata Vano barusan.
"Lo raguin gue? Gini-gini gue dulu_"
"Lo tukang pijit?!" potong Alana.
"Enak aja lo, bukan lah." jelas Vano membenarkan argumen Alana.
"Nah udah selesai." kata Vano kemudian yang telah selesai memijat kaki Alana yang keseleo. Alana pun menggerakkan kakinya. Yang Alana rasakan ialah sudah tak terlalu sakit seperti sebelumnya. Alana pun memutuskan untuk berdiri.
"Lo jangan banyak gerak dulu." Vano memperingati Alana yang hendak berdiri.
"Gue mau pulang."
"Sini." kata Vano dengan berjongkok di depan Alana. Alana yang melihatnya pun malah menyipitkan matanya sebagai tanda tak tahu apa maksud Vano.
"Sini gue anter pulang." kata Vano kemudian dengan menepuk punggungnya.
"Maksud lo_"
"Iya, cepet sini keburu capek nih gue jongkoknya." ucap Vano yang sudah jongkok dari tadi di depan Alana.
"Ogah." ucap Alana menolak.
"Kalo lo mau naik taxsi nggak ada di sini." kata Vano menebak apa yang akan Alana lakukan. Ya, memang di taman tersebut tak akan ada taxsi yang lewat karena kawasan tersebut tak boleh dilalui oleh kendaraan. Bila ingin menaiki taxsi atau kendaraan umum sekalipun harus berjalan terlebih dahulu kurang lebih sejauh 1 Km.
Alana pun terdiam memikirkan bagaimana caranya agar ia dapat pulang. Vano yang sudah tidak tahan dengan tingkah Alana pun tak tinggal diam.
"Lo mau naik ke punggung gue, apa mau gue gendong?" kata Vano memberi ancaman pada Alana.
"Gila ni orang, ya kali gue digendong ala bridal style." batin Alana yang merasa ngeri sendiri membayangkannya. Alana pun masih diam, Vano pun mulai mendekati Alana dengan tangan yang siap hendak mengendong Alana. Alana yang melihatnya pun akhirnya mengeluarkan suaranya.
"Ok ok, cepet lo balik badan!" kata Alana dengan memukul tangan Vano.
"Gitu aja lama mikirnya." gumam Vano yang kembali berjongkok di depan Alana. Alana yang tak punya pilihan lain pun naik ke punggung Vano. Vano mulai berjalan menyusuri jalan menuju rumah Alana. Mereka hanya saling diam tanpa ada tanda dari salah satu pun untuk memulai bicara. Mereka sudah setengah perjalanan menuju rumah Alana. Namun keadaan masih saja sama. Henig.
Vano yang sebenarnya tak suka dengan kehenigan yang terjadi antara ia dan Alana pun memutuskan untuk memulai pembicaraan.
"Lo berat juga ya ternyata." kata Vano yang berusaha meghusir kehenigan.
"Apa lo bilang?"
"Oh enggak, lo tu udah punya gebetan pa belom sih?" kata Vano mengalihkan topik.
"Gue denger ya lo tadi ngomong apa."
"Syukur lah, ternyata kuping lo masih normal."
"Lo kira gue budeg apa."
"Pertanyaan gue apa jawabannya?" kata Vano menanyakan jawab pertanyaannya mengenai apakah Alana sudah mempunyai gebetan alias pacar.
"Kepo lo." jawab Alana singkat.
"Elah gue kan tanya, siapa tahu belum." ungkap Vano.
"Emang kalo udah lo mau apa? kalo belum lo mau apa?" kata Alana berbalik tanya pada Vano.
"Kalo udah gue mau ketemu sama pacar lo, kalo belum berarti gue masih bisa daftar." ungkap Vano blak-blakan.
"Lo kira rumah sakit daftar daftar." kata Alana menaggapi ucapan Vano.
"Lo nggak tanya kenapa gue mau ketemu sama pacar lo." kata Vano yang merasa heran dengan Alana yang seperti tak mau tahu pada apa yang akan ia lakukan.
"Nggak tu." jawab Alana yang sebenarnya perasaan dengan apa yang akan Vano lakukan.
"Bener ni nggak mau tahu?" tanya Vano memastikan.
"Nggak."
"Bener?" tanya Vano lagi.
"Iya." jawab Alana yang sebenarnya hatinya menjerit ingin mengatakan tidak.
"Kalo gitu gue mau cerita." ijin Vano.
"Gue nggak mau dengerin." jawab Alana asal.
"Tapi gue tetep mau bilang kalo gue ketemu pacar lo gue bakal bilang 'lo beruntung dapet cewek kek Alana, tapi Alana lebih pantes sama gue dan gue tunggu kapan lo putus sama Alana?' gimana?" ucap Vano mengutarakan apa yang akan ia lakukan.
"Gimana apanya?" kata Alana menggapi ucapan Vano.
"Ternyata lo denger ya." ledek Vano.
"Gue punya kuping." jawab Alana yang sudah kesal.
"Ow, gue kira."
"Kira apa?" tanya Alana yang kini mulai menjadi kepo.
"Kepo lo." jawab Vano menirukan kata-kata Alana tadi.
"Lo tu ya." balas Alana dengan memukuli punggung Vano. Alhasil Vano pun terhuyung ke belakang dan hampir terjatuh bersama Alana.
"Lo tu bisa nggak sih." kata Alana mendumel karena ia mampir terjatuh.
"Ya lo jangan mukulin punggung gue, geli tau nggak." balas Vano.
Sementara Alana dan Vano yang sedang berjalan dengan berbincang-bincang, di seberang jalan ada yang sedang memperhatiakan mereka.
# # #
Viona pagi ini dengan terpaksa berjogging karena Alana. Ia ingin membalas apa yang Alana lakukan padaya.
"Tunggu gue Na." kata Viona yang mempercepat larinya dengan maksud agar cepat sampai di taman. Setelah berlari beberapa puluh menit sampailah Viona di kawasan taman, yang tinggal ia lakukan sekarang ialah menuju bangku di sudut taman tempat ia biasa bertemu Alana. Dari kejauhan bangku tersebut sudah terlihat, namun yang Viona lihat tak hanya ada Alana namun juga terdapat sesosok pria yang ia rasa tak asing dengan posturnya. Karena tak ingin mengganggu Alana dan pria tersebut Viona pun memutuskan untuk bersembunyi di balik pohon.
"Tapi Alana sama tu cowok kok duduk di tanah ya." kata Viona yang heran dengan apa yang ia lihat.
"Woy ngapain lo disitu." ucap seseorang dengan tiba-tiba di belakang Viona.
"Ssuuttthhh, bisa diem nggak sih lo?" kata Viona asal tanpa melihat siapa yang ada di belakangnya.
"Wah baru tau gue ternyata lo hobi nguntit. Ati-ati ntar mata lo bintitan." kata orang tersebut kemudian.
"Enak aja lo nuduh gue sembarangan." kata Viona dengan menolehkan kepalanya untuk melihat siapa yang ada di belakangnya.
"Lah ternyata ada manusia di belakang gue, gue kira tadi setan." ucap Viona yang mendapati Dino di belakangnya.
"Lo kira gue makhluk halus." kata Dino yang kesal akibat perkataan Viona.
"Lo ngapain di sini?" tanya Viona pada Dino. Dino yang ditanya malah hanya diam tak menjawab pertanyaan Viona.
"Oh lo ngikutin gue ya." kata Viona memberi tahukan argumen yang ada di dalam kepalanya.
"Ya nggak lah, kurang kerjaan banget gue." jawab Dino membenarkan argumen Viona.
"Terus lo ngapain di sini?" tanya Viona kembali dengan pertanyaan yang sama.
"Lo sendiri ngapain di sini?" ucap Dino balik bertanya
"Gue? Jogging lah." jawab Viona.
"Jogging apa ngintipin orang?" sindir Dino.
"Oh ini, gue di sini itu cuma mastiin Alana nggak di apa-apain sama tu cowok." ucap Viona.
"Ya elah, temen gue nggak bakal ngapa-ngapain Alana kalik." kata Dino mejelaskan siapa pria tersebut.
"Maksud lo tu cowok Vano?" kata Viona meminta penjelasan.
"Menurut lo." ucap Dino dengan berjalan menjauh dari tempat Alana dan Vano yang entah sedang berbicara apa.
# # #