Télécharger l’application
37.77% The Oldest Land / Chapter 34: Setelah 2 Tahun III

Chapitre 34: Setelah 2 Tahun III

Berjalan perlahan ke arah atas bukit dengan wajah tertekan dan kesal Denok mencoba melihat-lihat keberadaan Gembul

Sambil melihat ke kiri dan kanan dari bukit yang penuh dengan pepohonan buah yang matang, sejenak Denok melepas rasa frustasinya saat melihat hamparan bebuahan yang matang di depan matanya

Melihat lihat kesekitar dan mencoba memilih buah apa yang sebaiknya dia makan, mengarahkan pandangannya ke arah buah Apel Denok menahan ludahnya

Membayangkan apel merah yang lezat dan berair di tengah teriknya matahari dia tidak bisa lagi menahan nafas dan detak jantungnya

Berjalan menuju pohon apel terdekat yang hanya berjarak 20 M dari posisinya Denok melihat lihat buah apel mana yang sudah masak dan sudah siap untuk dicicipi

Melihat ke atas dan sedikit mendongak akhirnya dia melihat sebuah Apel yang agak besar dan berwarna merah tua yang menandakan masak

melompat untuk mencoba memetiknya tapi sayang dia tidak cukup tinggi untuk berhasil mendapatkannya

akhirnya setelah berpikir sejenak dan menemukan cabang yang menggantung ke bawah dia mencoba menariknya dengan satu tangan dan menggapai buah apel dengan tangan yang satunya dengan sedikit berjinjit akhirnya dia berhasil mendapatkannya

merasa puas dengan apel yang dia dapatkan, sedikit membersihkannya dengan bajunya dan menggigit apel terdengar suara" krunck" " emmmmmm manisnya, seger juga lagi, ahhhhh ngambil yang banyak terus bawa buat si mbok dan mbok pasti seneng" tersenyum sambil memakan kembali buah apel

Saat Denok asik memetik apel sambil makan terdengar suara kentut yang datang dari arah pohon kelengkeng di sebelah kirinya " tuuuuuuuuuuttt, brebettttttttttt"

" ahhhhh dia teriak karena kaget" sambil berteriak dia mencoba menenangkan pikirannya

Berjalan menuju pohon kelengkeng tersebut dia mencium bau busuk sampah yang tak tertahankan" emmmmm bau busuk nihhhh, bau bangettttt" menahan bau sambil menutup hidung

Melihat lihat lagi di sekitar pohon, sampai dia menemukan kulit kelengkeng yang menumpuk di balik pohon dia menjadi tertegun dalam pikirannya dia berkata " siapa yang makan kelengkeng sebanyak ini?" menggelengkan kepala dan merasa tidak percaya melihat gundukan kulit dan biji kelengkeng yang menggunung

Terbesit dalam pikirannya dan tahu satu orang yang mampu makan sebanyak ini di desanya, dan tidak lain adalah adiknya si gembul yang memiliki nafsu makan yang banyak dan terbilang tidak normal pada umumnya

Saat dia melihat ke atas pohon dan melihat lebih teliti samar-samar dia melihat celana panjang longgar yang berwarna biru yang dikenakan adiknya tadi pagi dan tahu bahwa dia telah menemukan adiknya dia berteriak " Gembullll cepet turuunnnnnn, turun sekarang kalo ga kamu liat mbak bakalan timpuk kamu pake sendal, cepettt turunn" teriaknya dari bawah sambil marah

Gembul yang sekarang sudah tertangkap basah memiliki wajah yang pucat dan merasa kesal dengan perutnya yang mules, dan kesal tidak mendengarkan nasihat calon kakak iparnya Adi untuk tidak terlalu makan banyak

Kalo dia tidak makan banyak dan tidak mulus mana mungkin dia akan kentut yang mengakibatkan dia menjadi tertangkap basah oleh mbaknya

Turun dan pasrah kini hanya itu yang bisa dia lakukan dan memohon kepada kakaknya agar tidak di jewer dengan kencang saat dia sampai di bawah " ia mba iaaaaa gembul turun"

" cepet turunnya tapi hati-hati awas kamu jatuh" memanggil gembul sambil mengingatkan adiknya

Setelah turun kebawah dan melihat ke arah kakaknya sambil merasa bersalah dan menunduk Gembul menghampiri Denok

" Mba gembul minta maaf tadi genmbul kesenangan makan buah kelengkeng jadi lupa pulang, maaf bikin mba kawatir dan bikin mba yariin gembul sampe kesini" mencoba memelas dan merasa bersalah gembul mencoba membujuk kemarahan Denok

Denok yang hafal dengan tabiat adiknya sudah merasa kebal dan langsung menjewer kuping kiri gembul " nihhhhh rasaiiinnn jeweran mba, udah bikin mba capek nyari kamu kemana-mana" menjewer dengan agak keras kuping gembul

" aduh -aduhhhhh ampun mba, ampunnnn jangan jewer kuping gembul sakit nih sakittt ,uuuuuuu mba ampun gembul ngaku salah" sambil menangis memohon belas kasian kepada Denok

Adi yang menonton semuanya dari atas pohon apel diseberang pohon kelengkeng tidak bisa menahan senyum saat gembul di jewer dengan keras oleh Denok, dia bergumam dalam pikirannya " bandel sih dibilangin jangan kebanyakan sekarang ketawan trus dijewer sakit kan" menggelengka kepalanya melihat gembul yang tersiksa

" udah ga usah nangis cengeng amat kamu jadi cowo cuma di jewer aja nangis, ayo cepet pulang dicariin si mbo sama Bapak nanti"

" iya mba iyaaaaa tapi lepas dulu kuping gembulll, sakit tahuuuu gembul malu nanti dilihat yang lain"

" bodo amat itu urusan kamu, makanya jangan bandel nurut kalo dikasi tahu" menjawab Denok dengan kesal

" yaudah ayo pulang mba" sambil menangis gembul berjalan menuruni bukit baru sesaat jalan dia seperti terlupa dengan sesuatu dan menoleh kebelakang sambil berteriak

" Mas Adi gembul pulang dulu besok kita lanjutin mainnya" kata gembul sambil berteriak ke arah pohon apel

Denok yang menjewer gembul menjadi tertegun, dan lalu menatap gembul dengan ekspresi bertanya kemudian dia mengajukan pertanyaan, " tadi kamu bilang Pamit sama mas Adi, emang mas Adi main sama kamu?"

" iya gembul ga sendirian disana gembul sama mas adi, cuma mas Adi di pohon apel gembul di pohon kelengkeng emang kenapa ka?" bertanya kembali dengan polos gembul ke arah Denok

Adi yang di atas pohon dan menyaksikan semuanya tidak bisa tidak kesal dan mengutuk gembul dalam hatinya saat dia mencoba memikirkan solusi untuk beralasan kepada Denok terdengar raungan Denok dari arah gembul

" Masssssssssssss kamu turunnnnn sekarangggg"

dengan menahan perasaan sedih Adi menjawab sambil turun dari atas pohon

" iya De, mas turun sabarrr" menjawab dengan gerogi kepada Denok


Load failed, please RETRY

État de l’alimentation hebdomadaire

Rank -- Classement Power Stone
Stone -- Power stone

Chapitres de déverrouillage par lots

Table des matières

Options d'affichage

Arrière-plan

Police

Taille

Commentaires sur les chapitres

Écrire un avis État de lecture: C34
Échec de la publication. Veuillez réessayer
  • Qualité de l’écriture
  • Stabilité des mises à jour
  • Développement de l’histoire
  • Conception des personnages
  • Contexte du monde

Le score total 0.0

Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
Votez avec Power Stone
Rank NO.-- Classement de puissance
Stone -- Pierre de Pouvoir
signaler du contenu inapproprié
Astuce d’erreur

Signaler un abus

Commentaires de paragraphe

Connectez-vous