Troy dan Ian melongo tidak percaya. Ternyata selama ini mereka benar-benar terlalu sibuk kepada dunia kejuaraan Judo sehingga tidak menyadari segala kegilaan yang terjadi di luar lingkaran itu.
Marcel Douglas? Anak gemuk, jelek, kumal, dan aneh itu? Ia berada di SMA yang sama dengan Troy Roner dan kawan-kawannya. Namun mereka hanya sekedar mengatahui nama dan wajahnya saja. Tidak pernah berteman atau pun terlibat masalah dengan orang itu. Namun di masa SMA, ketika ada yang menyebut nama Marcel Douglas, semua orang pasti mengenalnya.
Dia adalah anak pendiam yang agak aneh tingkah lakunya. Entah Marcel berasal dari keluarga model apa, tidak ada yang tau. Karena rupa fisiknya, ia pernah menjadi sasaran perundungan. Namun yang mengagetkan, ternyata ia sangat mahir berkelahi. Dengan berat badannya yang di atas rata-rata ia menjadi sangat kuat.
Kadang Marcel juga membuat masalah di kelas dengan tiba-tiba menyerang orang-orang yang pernah merundungnya. Hanya mereka sasaran anak itu. Sepertinya jika dia sudah menaruh dendam, ia tidak akan berhenti jika belum membunuh orang itu. Kelakukan Marcel yang suka mengamuk sendiri dan tidak pernah bicara, membuatnya dilabeli sebagai orang aneh dan tidak ada yang mau berteman dengannya.
Tapi tidak ada yang menyangka, saat kuliah, tiba-tiba sosok Marcel muncul ke permukaan dengan kondisi fisik yang berubah seratus delapan puluh derajat. Ia sudah menjadi kurus. Tubuhnya yang dari awal memang sudah tinggi, membuat bentuk tubuhnya terlihat sangat bagus dan gagah. Kulitnya yang sebelumnya kusam, terlihat bersih bercahaya. Wajahnya tidak berubah, namun karena sudah menjadi tirus.. ternyata ia menjadi sangat tampan.
Marcel masuk ke dalam jurusan Fashion Design. Caranya berpakaian layaknya model-model Prancis. Dan sikapnya juga mendadak berubah. Ia menjadi sangat ramah, murah senyum, dan mudah diajak bicara. Bahkan para gadis-gadis memberikannya sebuah julukan, yang akhirnya ia jadikan sebagai nama panggilan untuk dirinya sendiri di kampus. PB atau Prince Bold. Selain karena sudah berbeda lokasi dengan sekolah SMAnya, sesuatu yang terlihat seperti penggantian identitas itu, membuat semua orang tidak ada yang menyadari bahwa ia adalah Marcel Douglas.
Lalu bagaimana dengan Nico? Ia mengetahuinya karena memang ia memiliki sebuah kelebihan bisa menghafal wajah orang dalam sekali lihat. Meski wajah tembam Marcel dengan wajahnya tirusnya terlihat sangat berbeda, namun Nico langsung menyadari bahwa PB adalah Marcel Douglas saat pertama kali masuk kuliah. Ia semakin yakin juga karena pernah mendengar seseorang dari ruang administrasi memanggil namanya dengan nama asli.
"Sebenarnya, di luar dari perubahannya.. Aku menaruh rasa penasaran yang besar pada Marcel dan kelompok yang ia pimpin. Sampai sekarang aku tidak tau bagaimana kelompoknya bisa terbentuk hanya dalam waktu yang singkat. Namun dalam kurun waktu satu tahun ini.. Kelompoknya sudah cukup besar untuk bisa merekrut murid-murid sanggar olahraga." Ucap Calvin.
"Di kampus, dia juga tidak pernah berbuat hal macam-macam. Karena itu aku kaget jika dia adalah gangster. Dia terlihat seperti anak baik-baik yang suka tebar pesona." Gumam Ian.
"Apakah ini artinya kelompok RJC adalah kelompok pertama yang akan kita incar?" Tanya Nico.
"Sebenarnya aku tidak pernah mempermasalahkan kelompoknya karena aku tidak pernah melihat mereka melakukan kejahatan. Bisnis yang mereka jalankan terlihat tidak merugikan siapa-siapa." Ucap Calvin dengan mengangkat bahu.
Troy mengangguk "Baiklah. Kita bukan akan menyerang RJC, kita hanya akan membuat mereka menghentikan perekrutan anak-anak sanggar."
"Bagaimana caranya?" Tanya Nico.
Mereka berempat saling menatap. Semua memasang tampang bagai keledai di kartun. Tidak ada satu pun dari mereka yang setidaknya pernah berbicara dengan pria itu.
"Hah.. Kalian menyebalkan." Gumam Calvin dengan bersandar malas di kursinya.
"Yah.. Sepertinya mungkin kita akan terlibat satu pertarungan lagi." Ucap Ian, membuat yang lain langsung menatapnya. "Kita datangi langsung markasnya."
***
Ini adalah kali pertama Emma makan bersama salah satu teman wanitanya. Dari dulu, ia selalu memimpikan hal seperti ini. Emma ingin sekali bisa tertawa bersama teman-teman wanita. Akan sangat menyenangkan karena mereka akan memahami satu sama lain. Karena perasaan wanita tentunya lebih lembut dari pada pria.
Meski kali ini Emma hanya akan makan bersama Kathy, namun ia sudah sangat senang. Mereka makan di sebuah restoran kecil yang menyajikan menu berbagai olahan ayam. Di sana juga menyediakan beberapa minuman beralkohol. Tempat itu adalah rekomendari dari Kathy.
Emma duduk berhadapan dengan kawannya. Setelah memesan, lima belas menit kemudian, pelayan datang dengan seluruh pesanan mereka. Emma sampai terkejut melihat seberapa banyak Kathy memesan makanan. Ia terlihat seperti belum makan selama satu minggu.
"Emma.. Hari ini kita akan makan sampai perut kita meledak! Aku yang teraktir!" Seru Kathy setelah meneguk segelas penuh bir dingin hingga tersisa setengah.
Emma hanya bisa memberikan tawa kecil. Ia tau gadis itu kelihatannya sangat sakit hati setelah menerima omongan jahat dari Donny.
Seorang pria paruh baya menghampiri meja mereka dan menyusun dua buah gelas bir dingin dan dua bakul ayam goreng kering dan ayam mentega.
Kathy tersenyum lebar dan langsung menyambar makanan itu dengan tangannya yang seperti cakar elang. Setelah mengambil dua gigitan besar pada dada ayamnya, ia menyeruput bir dingin dan menyerukan "Ahhhh!! Ini enak sekali!!"
"Kau sering makan di tempat ini?" Tanya Emma sembari mengambil pentung ayam goreng. Ia mengangguk-angguk saat merasakan bahwa ayamnya sungguhan enak.
Kathy menggeleng "Sebenarnya aku jarang makan di luar. Tapi aku sering memesan ayam di tempat ini untuk aku makan di rumah."
"Mungkin aku juga akan sering memesan ayam di sini. Rasanya sangat enak." Senyum Emma.
"Benar, kan? Lidahku memang tidak pernah salah." Kathy tertawa berlebihan. Namun tawanya sekejap memudar seraya Emma menatapnya dengan senyum sedih. "Aku terlihat semenyedihkan itu, ya?"
"Jangan memaksakan tawamu jika hatimu tidak ingin, Kathy. Aku berada di sini bukan untuk melihatmu berpura-pura bahagia." Ucap Emma pelan.
"Katakan padaku, Emma. Katakan bahwa memang pria-pria itu adalah orang brengsek."
Emma mengangguk "Mereka lebih dari sekumpulan pecundang berengsek. Dan apa yang mereka katakan padamu tidak ada satu pun yang benar. Jangan ambil hati omong kosong mereka." Jawabnya.
Ucapan Emma membuat Kathy merasa lebih baik hingga ia bisa mengulas sebuah senyum tipis. Lalu ia menghela panjang sebelum meneguk birnya banyak-banyak.
Emma tidak menghalangi Kathy minum. Ia tau, saat hati sedang merasa gundah, memang cara singkat untuk mengakhirinya adalah dengan minum. Selagi ia bisa menjaga gadis itu dan tidak ikutan mabuk, maka seharusnya keadaan akan baik-baik saja nanti.
"Bagaimana rasanya memiliki penampilan rupawan, Emma? Bagaimana rasanya memiliki wajah yang cantik?" Tanya Kathy tiba-tiba.
Emma mengerjap beberapa kali "Hah? Rasanya.. tidak seperti apa pun."
Kathy tertawa kecil "Itu karena kau sudah terbiasa dengannya. Kau tau, Emma? Sesungguhnya aku merasa sangat iri pada orang-orang sepertimu. Memiliki wajah cantik, badan bagus, dan gaya keren. Semua orang akan memperlakukanmu dengan baik. Kau langsung terkenal dan menjadi anak populer tanpa harus berusaha keras. Kau tidak perlu memperkenalkan dirimu, namun semua orang sudah akan mengenalmu. Kau tidak perlu mencari teman, karena temanlah yang akan mendatangimu sendiri."
"Hidup menjadi lebih mudah jika kau cantik." Lanjutnya dengan gumaman.