Ting! tong!
Bel berbunyi nyaring dipagi yang cukup cerah, waktu baru menunjukkan jam 7, tergopoh-gopoh Zara melepaskan appron lalu membuka pintu, ia meminta bi Rahayu memperhatikan roti yang baru ia letakkan di pemanggang.
Daun pintu terbuka lebar, Zara agak kaget dengan tamu yang datang pagi-pagi begini.
"hai.. maaf aku datang sepagi ini..." ucap Aura duduk di kursi roda bersama seorang suster yang menemani.
"silakan masuk..." zara mempersilakan tamu pertama di rumah mereka.
Roda-roda kursi yang menopang tubuh Aura masuk kedalam.
"siapa yang datang...?" tanya Aldi menuruni satu persatu anak tangga. "Aura..." Aldi terperanjat ketika netranya menangkap sosok Aura yang sudah dua hari tidak ia kunjungi,, karena selain ingin menghilangkan bekas lebam diwajah,
perutnya juga masih terasa keram efek makan mie instan.
"aku dengar kau sedang sakit makanya aku datang kemari membawa kan sarapan untukmu..." ujarnya menyodorkan rantang berisi bubur yang disambut oleh Zara .
"ah.. tak perlu repot-repot begini..."
"tidak justru aku senang bisa melihat mu.."
Tamu tak tahu waktu duduk di ruang makan bersama suaminya, sementara zara melanjutkan kegiatan menyiapkan sarapan. Dari dapur bisa melihat semua yang dilakukan diatas meja makan karena letaknya yang berhadapan.
"darimana kau bisa tahu rumah ku..." tanya Aldi terheran
"apa kau pikir aku tidak akan menemukan mu?? coba ingat sudah berapa kali kau menghilang..." ucap Aura coba menggali kenangan mereka.
"ya kau benar.." Aldi menyahuti sambil tertawa
tak lama bubur yang dibawa Aura tersaji diatas meja makan bersama dengan roti bakar buatan sang istri,
"perutmu masih keram?? sebaiknya hindari makanan yang keras..." Aura agak menjauh kan roti buatan Zara "ayo.. ini bubur buatanku.. kau pasti tidak lupa rasanya bukan..."
"baiklah terimakasih,, tentu saja aku tidak akan lupa masakan mu.. lagipula kenapa menyulitkan dirimu kesini, rencananya hari ini dari cafe aku akan menemui mu..,"
"begitu ya.. aku fikir kau sudah melupakan ku..." rengeknya sambil menyendok kan bubur kedalam mangkuk.
seperti itulah cara si 'tamu' memanjakan suami tuan rumah.
Zara masih sok sibuk di dapur, ia kesal bukan main dengan kehadiran Aura pagi-pagi begini.. bikin badmood ! Tak lama Zara membawa teh hangat untuk tamu tak diundang, ia ikut nimbrung disana, bumi ini seakan sudah kehilangan penghuni nya, jadi tinggal mereka berdua saja sampai Zara harus terabaikan padahal mereka duduk ditempat yang sama
"bagaimana terapi mu..."
"baik.. aku terus berlatih untuk bisa berjalan... aku ingin seperti dulu bisa menemani mu lagi.."
"uhuukk...uhuukk.." kali ini Zara tersedak membuat yang sedang asik jadi terpelongo.
"kau tidak apa-apa Zara..."
"uhuuk.. ya aku baik-baik saja.. maaf aku ke kampus dulu, ada kelas pagi nanti terlambat..." ujar Zara segera mengakhiri sarapan terburuk pagi ini.
Lebih cepat akan lebih baik dari pada harus disana seperti orang bodoh. Cepat-cepat Zara berpamitan lalu memesan ocecar untuk mengantarnya kekampus.
***
"kenapa wajahmu seperti baju belum di setrika pagi ini..." sapa Nanda menangkap aura negatif terpancar dari raut muka sahabat nya.
"tidak ada.. aku hanya kurang sehat saja..." Zara berkilah, kalau dia cerita bisa dibayangkan bakal seheboh apa celotehan Nanda. "oh iya pagi ini kita serahkan proposal nya ya kan... biar nanti bisa dikurasi oleh pihak kampus..."
"Yap betul banget sis..." sahut Widya "semua sudah kami kerjakan.. kalau mau nunggu emak-emak kayak kamu pasti kita sudah telat..."
"iihh apa sih Wid... tapi maaf ya aku cuma bisa bantu dari jauh, beberapa hari ini banyak hal yang terjadi..."
"yaa.. ya.. ya.. kami mengerti tidak mudah jadi istri diusia muda..." Widya kembali menimpali.
Mereka bertiga menyusuri koridor kampus dengan perasaan deg deg seerr.. takut proposal mereka nanti ditolak. Saat mendekati ruang dosen dari kejauhan Zara bisa melihat kehadiran Tristan sedang berbicara dengan pak Togar, lalu disamping nya ada Jhoni sang asisten yang selalu siap mendampingi.
Zara melempar senyum kearah Tristan, namun senyum itu tak dapat sambutan, entahlah karena tidak melihat atau memang di sengaja. Gadis berkuncir kuda itu tak mengerti dengan sikap acuh CEO tampan dihadapannya. Sementara pak Togar terlihat begitu antusias menjelaskan sesuatu pada pria yang lebih tinggi 30 centi darinya.
Kemudian mereka berlalu begitu saja.
"kenapa pak CEO itu seperti tidak mengenal mu Zara.." Widya nyeletuk.
"aduhh ehh cewek kepo.. kau tidak lihat apa dia sedang sibuk dengan pak Togar..." protes Nanda "sudah lah daripada membahas yang tidak penting mending kita serahkan dulu proposalnya.."
"ya kalian benar.. " desis Zara, pandangan gadis itu mengekori langkah CEO yang perlahan mulai menghilang.
"ayoo.. tunggu apa lagi..." ajak Widya menarik lengan temannya yang lebih banyak bengong pagi ini.
-aku salah apa ya???- berulang kali pertanyaan itu muncul dibenak gadis berkuncir kuda, setahunya semua baik-baik saja,, yah.. paling tidak sebelum Tristan tahu status nya yang sudah punya suami.. lagipula hal itu tidak pernah dipertanyakan jadi ia anggap bukan hal yang sangat penting!