Jay terbaring sambil memandangi foto-foto yang diberikan Mario padanya. Foto-foto itu dia lihat satu per satu dengan seksama bahkan sesekali dia mendekati foto itu seakan ingin menzoom foto dengan cara manual. Hari ini rencananya Tiara pulang tapi entah jam berapa. Tiara sendiri tak minta dijemput. Dia bilang ada yang mengantarnya sampai depan rumah dari kantor jadi Jay hanya bisa berdiam diri menunggunya. Zidan ikut terbaring disana. Dia tampak bergerak-gerak semaunya. Jesica, Kenan dan Kris tak ada dirumah. Mereka pergi menjenguk Keyla yang katanya dioperasi mata.
"Zidan...Mama keliatan seneng. Apa Mama lagi pingin liburan ya?." Jay berbicara dengan anaknya. Foto itu sejujurnya membuat Hati Jay sedikit tersakiti. Bagaimana tidak, hampir disemua foto ada lelaki yang bernama dokter Mike. Mario bilang dia adalah salah satu dokter penyakit dalam di rumah sakit. Jay tak ingin bertindak lebih jauh. Rasanya cukup sampai disitu saja informasinya. Dia tak mau mendengar hal lain meskipun Mario sudah mencarikannya untuk Jay tapi dia tak mau mendengar hal itu. Jay tak mau patah hati. Dia lebih baik menutup mata saja untuk sementara. Dia tak mau beramsumsi sampai Tiara mengatakannya langsung padanya.
"Kalo Mama liat ini pasti dia marah. Papa harus sobek-sobek terus buang jauh." Jay bangkit. Dia duduk disana. 6 Foto itu dia sobek dengan cepat. Sobekannya dia masukkan ke dalam kantong plastik dan dia letakkan di tas kerjanya. Selesai dengan sisa-sisa sampah yang menyedihkan itu. Jay mengais anaknya. Dia membawanya duduk bersama di atas sofa. Tak lupa Jay menanyalakan Tv. Mereka menonton kartun bersama-sama.
"Zidan..belakangan ini Papa bikin Mama kesel terus. Apa iya Mama cari Papa baru?." Jay dengan sedih. Dia merasakan sesuatu yang berbeda dari Tiara sejak kemarin-kemarin bahkan sebelum mereka pergi. Sudah sebulan ini rasanya Tiara terus kesal padanya. Entah itu soal keteledoran dirinya atau tentang Zidan. Belum lagi nama Dokter Mike seringkali Tiara sebut. Terakhir kalipun Jay menyaksikan sendiri Tiara mengangkat telepon dokter itu sambil menjauh darinya. Ah...Jay bingung.
"Papa harus gimana ya Zidan?." Jay mengayun-ayunkan anaknya. Jangankan dengan Tiara, sampai saat ini saja dia belum bisa mengasuh Zidan dengan benar makannya Tiara jarang percaya jika Zidan dan Jay ditinggalkan berdua. Buktinya sekarang pintu kamar mereka terbuka dimana ada pengasuh diluar sana yang mengawasi. Jay jadi tak mengerti. Apa iya dia belum bisa jadi Papa?mungkin karena ini pula Tiara hanya ingin memiliki satu anak. Dia mungkin akan kelelahan jika harus menghadapi Jay dan Zidan disaat yang bersamaan. Jay diam lagi menatap layar tvnya. Pikirannya masih dipenuhi dengan Tiara dan Zidan.
"Zidan hari ini kamu harus tidur cepet. Mama pasti cape jadi kalo kamu rewel Mama kasian. Apa yang bisa bikin kamu tidur cepet?apa susu?." Jay terus mengajak anaknya berbicara padahal jelas Zidan tak akan pernah menjawab dengan benar. Dia hanya bayi yang bisa berteriak-teriak. Zidan mulai mengaum kesal. Dia terkadang mengeluarkan suara akan menangis membuat Jay berdiri. Dia mencoba menenangkan anaknya.
"Zidan jangan nangis." Jay menggerakkan badannya.
"Assalamualaikum..."
"Walaikumsalam..." Jawab Jay sambil menatap ke arah pintu. Itu Tiara.
"Ya ampun bang, kalo gendong Zidan kepalanya dipegangin juga dong, kalo dia sakit gimana?" Tiara langsung mengomel saat melihat cara Jay menggendong anaknya. Tiara bahkan langsung mengambil alih Zidan dari dekapan Jay.
"Iya maaf, Aku ga tahu."
"Kan bisa panggil bibi bang, dia ada di depan."
"Soalnya tadi Zidan biasa aja, lagi ngobrol sama aku terus tiba-tiba nangis."
"Ya udah ga papa, sama aku aja." Tiara kini duduk. Jay masih berdiri disana. Wajahnya memandang Tiara sejenak. Rasanya baru tadi dia mengatakan pada Zidan agar tak membuat Tiara kesal tapi sekarang malah dirinya yang membuat hal itu. Jay jadi malu sendiri terhadap anaknya padahal Zidan pun belum mengerti.
"Bi..bi..." Teriak Tiara.
"Iya Bu.."
"Bikinin susu ya buat Zidan."
"Iya Bu.." Sang pengasuh pergi lagi. Suara tangisan Zidan kadang ada kadang mereda.
"Aku keruangan kerja dulu.." Perkataan Jay tak dijawab Tiara. Dia masih fokus dengan anaknya. Jay mengerti. Dia hanya terus berjalan keluar kamarnya. Rupanya Tiara hanya merindukan Zidan setelah 3 hari tak bertemu. Jay jadi sedikit diacuhkan.
"Aku ga boleh cemburu, Tiara ga suka." Jay berbicara sendiri. Dia membuka pintu kerjanya. Dia duduk di sebuah kursi dan menjalankan laptop yang ada disana. Dia menunggu sampai laptop itu menyala. Ketika semuanya sudah siap, Jay melakukan pencarian tentang cara menggendong anak yang benar. Dia bahkan mencari artikel beserta video untuk menunjukkan bagaimana caranya. Perasaan selama ini Jay selalu menggendong Zidan dengan benar tapi kenapa kali ini bisa salah?Jay tak mengerti. Sebenarnya sejak dia bertekad menjadi Papa yang baik, dia banyak membaca beberapa artikel, buku dan hal lainnya. Dia selalu kena protes dalam mengurus anak. Entah itu dari Tiara, dari Jesica atau kakak-kakaknya. Jay padahal sudah berusaha tapi selalu saja ada yang salah.
"Oh...gitu.." Jay begitu berkonsentrasi menyaksikan video di laptopnya. Kini matanya mencari-cari sesuatu untuk dijadikan contoh. Dia mencoba mempraktekkan gerakan itu.
"Apa kaya gini?" Jay seperti orang gila sekarang, dia terus menerus memperagakkan gaya dalam video bahkan sampai mengikuti kata-katanya. Dia melihat lagi tayangan lain. Dia mencoba mencari tahu bagaimana caranya meredakan tangisan bayi, bagaimana cara menidurkan bayi dan banyak lagi. Dia akan mencoba melakukannya dengan benar. Jay berdiam diri di ruang kerjanya cukup lama sampai dia tak menyadari jarum Jay menunjukkan pukul 12 malam. Dia bergegas menutup laptopnya dan kembali ke kamar. Perlahan dia masuk seakan tak mau menggangu Zidan yang pasti sudah tertidur begitupun Tiara yang tidur tepat disamping Zidan. Kini ruang di tempat tidurnya sudah dikuasai keduanya. Jay hany bisa tersenyum. Tak apa, dia bisa tidur di kursi. Sebelum dia pergi ke kasur barunya. Dia berdiri di tengah-tengah ranjangnya. Menatap kedua orang yang sangat dicintainya. Kedua tangan Jay terangkat sampai perut. Salah satu tangannya memutar-mutar cincin pernikahannya.
"Sebenernya hubungan kamu sama dr. Mike itu apa Tiara?." Jay dalam hatinya. Sejujurnya dalam hatinya di sangat ketakutan. Dia takut hal yang dicurigainya menjadi nyata tapi...dia benar-benar harus belajar percaya. Tiara bilang jadi pasangan itu harus saling percaya jadi...Jay tak akan berpsekulasi lagi. Zidan bergerak-gerak dengan cepat Zidan duduk disampingnya dan menepuk-nepuk pelan pantat sang anak. Zidan diam lagi. Mulutnya bergerak seakan sedang menyusu. Itu sangat lucu. Jay tersenyum sendiri. Dia duduk disana memandangi Zidan. Dia sangat suka duduk di dekat Zidan saat anaknya tertidur. Dia seperti melihat malaikat tidur. Suara getaran Handphone terdengar. Mata Jay menemikan Handphone Tiara di atas nakas. Ada notif panggilan tak terjawab dari dr. Mike. Lagi-lagi pria itu. Dari layar handphonenya pun terlihat pesan menggantung.
# Tiara, kamu udah sampe rumah?.
Itulah pesan yang dibaca Jay. Tangan Jay perlahan menggapai handphone itu namun ketika sudah dekat dia justru menjauhkan tangannya. Dia langsung pergi ke sofa. Dia tak mau melihatnya. Dia belum siap. Kini Jay hanya duduk tak bisa tidur.
***To be continue