Télécharger l’application
85.6% I don't know you, but I Married you / Chapter 446: Extra (Ara & Dariel)

Chapitre 446: Extra (Ara & Dariel)

"Sini-sini...jalan ke mami.." Ara duduk dengan kaki terbuka lebar dan tangan yang siap memegangi Ravin yang mulai mencoba berjalan. Dia tampak masih takut-takut tapi selangkah atau dua langkah dia bisa.

"Wih...hebat anak mami." Ara mendaratkan ciuman di pipi Ravin sebagai hadiah karena dia sudah mau mencoba. Sementara itu Dariel kini tengah berdiri sambil menepuk pantat Karin pelan. Anak itu kini berbaring di dada ayahnya. Dia begitu lemas. Sudah 2 hari ini Karin sakit. Badannya bahkan panas membuat Ara dan Dariel memutuskan untuk tak masuk kerja padahal Resa tak keberatan untuk menjaga Karin yang sakit.

"Kasian...anak papi. Abang-abangnya ceria ini lemes." Dariel mengintip sejenak wajah Karin yang memerah. Matanya berair namun dia tak menangis. Sayup-sayup matanya seperti mengantuk ingin tidur namun kembali terbangun kala mendengar teriakan Ravin atau Davin.

"Davin...jangan gitu dong.." Ara menghentikan aksi tangan Davin yang berusaha merebut mainan dari tangan Ravin. Davin yang semula merupakan anak paling kalem justru belakangan menjadi lincah. Dia terus mengganggu Ravin dan Karin. Tak jarang karena ulahnya Karin dan Ravin menangis meskipun kebanyak Karin yang selalu merasa terusik dengan tingkah Davin sementara Ravin sesekali membalas perbuatannya.

"Tidur yuk tidur, udah malem sayang.." Ara mencari botol susu untuk mereka berdua.

"Mami bikinin susu kalian diem ya. Bang..nitip dulu bentar." Ara bangkit dan mulai meracik susu formula untuk kedua anaknya. Ravin tampak merangkak mengikuti Ara.

"Sayang liat Ravin ikutin kamu.." Dariel melihatnya merasa lucu. Anak itu benar-benar mengikuti kemana kaki Ara pergi. Jika Ara berhenti dia ikut berhenti.

"Vin...jangan digigit-gigit bolanya.." Dariel segera berjongkok menjauhkan bola itu namun Davin menggapainya lagi.

"Tuh..tuh..mami lagi bikin susu, tunggu bentar." Dariel menujuk ke arah dapur membuat Davin melihat area itu. Setelah melihat Ravin ada disana dengan cepat Davin merangkak menemui kembarannya. Dariel hanya mengikuti dari belakang.

"Dasar tukang ngebut." Ledek Dariel melihat Davin yang merangkak begitu lancar dan tanpa henti.

"Udah yuk udah, tiduran sekarang.." Ara mengais Ravin sementara Dariel mencoba mengais Davin ditangan satunya. Mereka menuju bed sofa yang ada disana. Ravin langsung meraih botol susunya begitupun Davin, sepertinya mereka kehausan.

"Karin tidur.." Ara melihat wajah Karin dari balik punggung Dariel.

"Kasian..masih ga enak badan dia." Dariel mengusap pelan kepala anaknya yang tampak berkeringat dan panas.

"Susu ga mau, makan ga mau. Bisa kurus nih anak."

"Tadi obatnya udah dikasih belum sih?"

"Udah bang sampe nangis-nangiskan tadi."

"Kalo besok masih panas kita ke dokter lagi aja."

"Iya bang."

"Si cantik Karindra mau pinter..." Dariel kini mulai duduk disamping Davin melihat dia yang menaikan kedua kakinya sambil menyedot semua susu dalam botol.

"Kamu ngapain sih?yang bener dong Vin..minumnya.." Dariel mencoba menurunkan kaki anaknya.

"Ba...ba...ba...ba..." Davin berbicara setelah melepaskan botol susunya.

"Apa sayang?ngajak ngobrol papi?"

"Da...daaa....ba..." Davin lagi-lagi berbicara.

"Lagi ngasih tahu tuh, 'Papi jangan ganggu aku'." Ara sekarang menjelma sebagai seorang translator.

"Ayo bobo, udah malem anak kecil harusnya istirahat jam segini." Dariel kembali membenarkan botol susu milik Davin dan membungkam mulutnya.

***

Selesai membuat Triplets tidur Dariel langsung makan malam dikamarnya ditemani Ara yang juga kelaparan. Tenaga mereka benar-benar terkuras habis hanya dengan membuat Triplets tertidur.

"Kalo Karin sembuh Abang Minggu depan Dinas ya.."

"Ya ampun bang baru juga kemarin ke Ambon."

"Ada yang harus diurusin sayang."

"Sekarang kemana?"

"Deket kok cuman ke Palu."

"Deket gimana. Berapa hari?"

"Paling 3 atau 4 hari."

"Aku suruh mereka nginep ya."

"Iya, biasanya juga gitu."

"Sering banget sekarang dinas-dinas. Beneran dinas ga sih?" Ara curiga dengan tangan yang masih mengupas jeruk.

"Benerlah yang, masa bohong."

"Siapa aja yang kesana?."

"Jonathan sama Abang aja. Kenapa?sepi ya tidur sendiri?." Dariel senyum-senyum.

"Aku biasa tidur sama Triplets."

"Awas loh jatuh, numpuk nanti."

"Ya...ga semua. Kadang Ravin dikasur kita, kadang Davin atau Karin."

"Tapi sebelum dinas biasa ya."

"Biasa apa?"

"Masa ga tahu."

"Apa?"

"Ya... olahraga dulu." Jawaban Dariel membuat Ara tersenyum kecil. Itu seperti ritual saja. Kini jeruk yang sudah dikupas dia masukkan kedalam mulut.

"Abang mau ga?" Ara menyodorkan jeruk didekat mulut Dariel seketika suaminya melahap buah itu.

"Kurang manis sayang."

"Pandangin aja aku." Canda Ara.

"Mana sini Abang pandangin."

"Ih..apa sih.." Ara malu sambil mendorong dada suaminya.

"Kamu sekarang aneh banget, makan siang harus pake nasi Padang terus. Ga bosen?"

"Ga tahu bang, di lidah aku rendang enak...banget."

"Ada narkobanya berarti."

"Enak aja, kan yang dimakan banyak bukan cuman itu."

"Udah gitu tiap malem ngemil buah-buahan."

"Ya..supaya seger aja pencuci mulut bang."

"Iya sih seger, mau lagi dong." Dariel meminta lagi jeruk yang ada di tangan Ara.

"Ngerasa panas ga sih bang?"

"Panas?engga ah. Orang dingin kok."

"Kok aku gerah ya?"

"Tadi mandinya pake air anget kali."

"Engga, orang air dingin."

"Ya udah buka aja bajunya, Abang ga papa."

"Bukan ga papa tapi seneng."

"Iya dong seneng.."

"Udah ah aku kebawah dulu beresin piring." Ara segera menyusun piringnya dan membawanya ke dapur. Dia membereskan semua kekacauan yang disebabkan karena keaktifan anak-anaknya. Semua mainan yang berserakan dia masukan dalam satu wadah khusus. Bantal kursi yang sudah tak karuan pun dia benarkan. Dia benar-benar seperti ibu rumah tangga sekarang. Selesai merapikan mainan. Ara kembali ke dapur. Dia mencuci piring bekas makannya tadi. Satu per satu dia cuci bersih. Dia tak ingin besok pagi masih ada bekas piring kotor yang tersimpan di dapurnya. 20 menit kemudian setelah memastikan semuanya beres Ara menyempatkan diri mengecek pintu dan jendela rumahnya. Takut-takut ada yang terlewat dikunci. Barulah setelah itu dia naik lagi keatas. Dilihatnya Dariel yang sedang duduk bersandar sambil mengusap-usap punggung Karin ditempat tidur.

"Kenapa?Karin bangun?"

"Engga, kayanya mimpi tadi tiba-tiba kaya mau nangis." Jawab Dariel. Kini Ara berjalan untuk mengganti lampu tidur dan baru juga lampu redup tiba-tiba dia merasakan sesuatu akan keluar dari mulutnya dengan segera dia berlari ke kamar mandi dan muntah. Dariel mendengar suara muntahan Ara cukup keras membuat dia menjadi bingung antara menemui Ara atau duduk menemani anaknya. Tidak lama Ara keluar dan mencari tisu untuk mengusap mulutnya.

"Kenapa?kekenyangan ya?"

"Ga tahu. Aku muntah tapi ga ngeluarin apa-apa bang."

"Mual?"

"Masa tiba-tiba?perasaan aku tadi ga papa." Ara membuka lemari untuk mengganti bajunya. Tepat dibawah sana ada sesuatu yang mengingatkan Ara kebiasaan yang terlewat.

"Ah apa iya?ga mungkin." Ara berbicara sendiri dan kembali fokus mencari bajunya. Dengan cepat dia berganti baju lalu naik keatas ranjang.

"Bang.."

"Hem..."

"Apa mungkin aku.."

"Aku apa?"

"Ga jadi. Aku ngantuk nih."

"Udah makan langsung tidur, perut buncit."

"Kenapa?abang ga suka?"

"Masih sukalah, nanti Abang yang bakarin." Dariel senyum-senyum dan meluruskan ucapannya sebelum Ara tersinggung. Kini Ara terbaring sambil memikirkan sesuatu di dalam kepalanya. Sesuatu yang dia pikir mustahil terjadi.

****To be continue


L’AVIS DES CRÉATEURS
Keyatma Keyatma

Extra untuk Ara dan Dariel.

Penasaran kan apa yang terjadi?kelanjutannya ada di cerita mereka ya. Tetap dukung ceritaku.

Don't forget leave comment and vote ya ;)

Load failed, please RETRY

État de l’alimentation hebdomadaire

Rank -- Classement Power Stone
Stone -- Power stone

Chapitres de déverrouillage par lots

Table des matières

Options d'affichage

Arrière-plan

Police

Taille

Commentaires sur les chapitres

Écrire un avis État de lecture: C446
Échec de la publication. Veuillez réessayer
  • Qualité de l’écriture
  • Stabilité des mises à jour
  • Développement de l’histoire
  • Conception des personnages
  • Contexte du monde

Le score total 0.0

Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
Votez avec Power Stone
Rank NO.-- Classement de puissance
Stone -- Pierre de Pouvoir
signaler du contenu inapproprié
Astuce d’erreur

Signaler un abus

Commentaires de paragraphe

Connectez-vous