WARNING!!Dalam cerita ini mengandung muatan dewasa. Harap kebijksanaan pembaca. Bagi pembaca yang dibawah umur atau yang tidak nyaman dengan cerita ini, Dianjurkan untuk tidak membaca chapter ini.
Bukan tanpa alasan Kiran melarang Kay melakukan kebiasaannya setiap mereka bercinta. Tapi dia tahu dengan kondisinya sekarang Kiran tak boleh membiarkan hal itu. Kiran tahu. Dia hamil sekarang. Itu berita yang luar biasa menyenangkan hatinya. Lalu bagaimana dia bisa tahu?beberapa hari yang lalu saat Kay tak bisa bolos dari kuliahnya karena ada tes. Kiran memaksakan diri keluar dan membeli tespack. Kalau ke dokter dia takut membutuhkan waktu yang cukup lama dan Kay bisa-bisa sudah pulang duluan. Kiran juga tak mau kecewa jika dia langsung ke dokter. Semenjak sakit dia merasakan gejala yang aneh selayaknya orang hamil. Hal itu semakin dikuatkan dengan keterlambatan masa haidnya. Akhirnya dia memberanikan diri untuk melakukan tes karena semua tanda-tanda itu muncul. Setelah membeli alat itu Kiran langsung mencobanya dan siapa sangka hasilnya positif. Dia hamil. Kiran dibuat senang bukan kepalang. Dia akan menyimpan bukti itu sebagai kado ulang tahun suaminya daripada harus mencari kado lain. Saat ini Kiran mendesah-desah saat suaminya terlihat bergerak maju dan mundur. Ada kekhawatiran sendiri saat Kay bergerak terlalu cepat karena takut akan mempengaruhi kandungannya. Oleh karena itu dia selalu mengalihkan Kay dengan aktivitas lain seperti menciumnya, menyentuhnya atau berbisik-bisik manja di telinga Kay. Sejujurnya hal itu semakin membuat Kay bernafsu dan semakin ingin mencumbu Kiran.
"Hhh...ahhh..." Kiran mendesah kecil karena tahu Rafi ada disebelahnya. Sejak beberapa menit yang lalu Kay terus bertahan dengan posisinya yang masih ingin menguasai istrinya. Kiran adalah miliknya. Sesekali mata Kay melihat kearah jam dinding karena takut dia kehabisan waktu. Dia tetap harus memikirkan tesnya. Dia sedikit mempercepat penetrasinya. Dia harus keluar sekarang.
"Ahh...sayang...pelanhh..." Protes Kiran saat Kay mendorongnya terlalu kuat. Kay kini terbaring miring. Satu tangannya memegangi pinggang Kiran dan dia mulai bergerak lagi. Masuk dan keluar begitulah kelihatannya. Rasanya nikmat sekali. Kay mengecup-ngecup kecil punuk leher Kiran yang ada dihadapannya. Setelah cukup lama dengan posisi itu dia kembali keatas, meminta Kiran menekuk dua kakinya dan sekarang tekukan itu tepat ada didadanya. Kay seperti melakukan push up. Hal yang paling disenangi Kiran adalah saat dimana dia melihat wajah Kay. Meskipun tak tersenyum tapi dia begitu menggoda apalagi saat seperti ini. Kiran menarik lehernya, menciumnya dengan semangat dan tentu saja dengan sedikit permainan didalam sana.
"Ahhh...." Seru Kay saat dia berhasil melakukan pelepasannya. Mata Kiran sedikit melotot. Astaga. Dia lupa. Kenapa Kay mengeluarkannya di dalam?. Kiran diam sejenak sementara Kay masih memeluknya, mengenggelamkan kepalanya dipundak sang istri.
"Kamu kok ga keluar?masih belum cukup?"
"U..udah kok.." Kiran dengan gugup. Kalo dipikir-pikir iya juga. Dia tak merasakan pelepasannya. ah...Mungkin gara-gara dia hamil muda. Dia kesulitan mencapai orgasmenya.
"Masa sih?"
"Masa harus diulang?" Canda Kiran.
"Kalo aku ga kuliah udah aku ulang.."
"Huh..dasar..." Kiran memukul kecil lengan Kay.
"Ayo mandi..." Kay sambil menciumi Kiran.
"Kamu duluan, aku nyusul."
"Oke, mau pake air anget?aku siapin."
"Boleh. Makasih.." Kiran mengecup bibir Kay sebelum dia pergi. Kini Kiran terbaring lemas dengan selimutnya.
"Kuat ya nak, bapakmu kalo gitu emang bar-bar..." Kiran berbicara sendiri sambil mengelus perutnya.
***
Kay turun dari kamarnya dengan penampilan sudah Rapi begitupun Kiran yang tampak menggandeng lengan suaminya. Dia tampak berhati-hati saat menuruni tangga. Marsha tampak sudah menyiapkan sarapan mereka karena Arbi terlihat duduk dan melahap makanan serta teh nya.
"Pagi..." Kay menyapa lalu membukakan kursi untuk istrinya.
"Aku langsung pergi, udah mau telat.."
"Ga sarapan dulu Kay?"
"Aku makan roti aja di mobil Bun.." Kay segera mengambil rotinya. Dia menyalami kedua mertuanya dan mencium kening Kiran sebelum pergi.
"Nanti kasih tahu aku kamu dimana, oh iya lupa..pake ini sayang.." Kay mengambil kartunya dan memberikannya pada Kiran.
"Apa?"
"Buat pergi, buat belanja. Beli yang kalian mau.."
"Uang dari kamu aja kemarin masih ada."
"Udah terima, aku telat sayang. Bye.." Kay langsung meletakkan kartu itu ditangan Kiran dan pergi terbirit-birit karena takut terlambat.
"Kenapa Kay ga sarapan?"
"Dia ada tes hari ini yah. Rafi mana?"
"Belum bangun.."
"Dasar kebo, tinggalin aja nanti."
"Kamu yakin udah sehat sayang?"
"Yakin yah, aku udah ga papa kok cuman..."
"Cuman apa?"
"Bun..coba bunda sini.." Kiran memanggil ibunya. Marsha kini duduk disamping Kiran.
"Ayah, bunda...Ran sebenernya lagi hamil."
"Hamil?!!" Arbi dan Marsha secara bersamaan. Mereka terkejut sekaligus senang.
"Iya tapi Kay belum tahu. Aku sengaja ga ngasih tahu."
"Kenapa?"
"2 Minggu lagi Kay ulang tahun jadi sengaja aku ga bilang, aku mau kehamilan aku jadiin kado buat dia.."
"Ya Allah, berapa bulan sayang?" Marsha mulai melirik ke arah perutnya.
"Aku ga tahu, aku belum ke dokter."
"Ya udah hari ini kita ke dokter ya.." Arbi memberikan ide.
"Ayah sama Bunda jangan kasih tahu Kay.."
"Iya engga.."
"Yah...Kay itu udah berubah. Dia tuh ga seperti yang ayah pikir dulu. Dia tuh baik, penyayang, perhatian." Kiran seolah sedang membujuk ayahnya. Sepertinya dia tahu jika Arbi masih belum bisa bersikap terlalu baik pada menantunya itu.
"Selama aku disini tuh dia ngelakuin apa yang aku mau, dia nyari apapun yang aku pingin, dia bahkan rela keliling-keliling Australia buat wujudin kepingin aku itu. Dia bahkan beliin aku kamera baru, laptop baru supaya aku ga bosen dirumah. Hampir setiap weekend dia selalu ngajak aku jalan-jalan. Dia juga yang ingetin aku terus doain anak-anak aku dan disaat aku sakit kaya gini dia jauh....jauh...lebih sayang sama aku. Dia rela ngorbanin waktu kuliah dan waktu buat temenannya sama aku. Dia selalu pulang tepat waktu. Aku seneng disini, aku sakit karena aku belum terbiasa aja sama cuaca disini ditambah karena aku lagi hamil. Please... kasih senyum dong yah sama Kay...Dia suami aku yang paling baik." Kiran mengklarifikasi apa yang terjadi di Australia selama ini dengan apa yang diduga Arbi. Marsha menatap suaminya. Arbi mulai tersenyum sambil mengambil salah satu tangan Kiran diatas meja.
"Kalo kamu ngerasain gitu, kamu seneng. Ayah ga akan pernah marah sama Kay. Ayah ga benci sama dia sayang. Ayah cuman lagi liatin aja bener ga yang dia ucapin waktu nikahin kamu itu dilakuin."
"Bener yah. Ayah bahkan liat sendirikan perbuatan dia sama aku dari kemarin?."
"Iya sayang...kamu ga usah khawatir hubungan ayah sama Kay baik-baik aja." Arbi meyakinkan. Kini Kiran yang ingin melihat pembuktian bahwa Arbi bisa bersikap lebih baik terhadap Kay.
***To Be Continue