Kiran tampak santai bersandar disofanya. Dia masih menggunakan jacket dengan kaus kaki warna pink. Matanya terus memperhatikan tab yang dia mainkan. Sesekali tangannya bergerak naik dan turun. Sementara suaminya Kay sedang asyik bermain games.
"Ya...ya...duh..." Kay berbicara sendiri.
"Sayang, ada yang nanyain kamu."
"Siapa?"
"Netizen."
"Netizen?"
"Iya, yang suka nonton vlog aku."
"Oh...kirain siapa. Aku ga ngerasa jadi artis."
"Aku bacain ya..Kak itu suaminya?kakak udah nikah?."
"Itu sih dari cowok."
"Kak suaminya ganteng, sering-sering dong bikin konten bareng. Nah ini pasti dari cewek." Kiran menscroll lagi komentar-komentarnya.
"Kak..suaminya yang pernah deket sama Alyssa ya?"
"Itu tukang gosip." Kay berkomentar lagi.
"Kak...suaminya hot...Dih...apaan sih ini mana cowok lagi." Kiran membuat Kay tersenyum kecil.
"Punya suami kaya gitu betah dirumah ya kak?ya emang aku ga kemana-mana, bukan betah dirumah.." Jawab Kiran sendiri saat membacakan komentarnya.
"Cocok. Langgeng ya."
"Nah itu komentar normal."
"Tapi banyak yang like loh video aku waktu bareng kamu, kita harus sering-sering bikin vlog bareng.."
"Engga ah, aku ga suka.."
"Katanya kamu mau lakuin apapun yang aku mau. Aku udah ngalah loh kesini." Kiran merengek.
"Iya-iya, aku mau sayang..." Kay mengalah.
"Badan kamu masih anget ga?" Kay meletakkan konsolnya lalu memegang kening istrinya.
"Udah engga..."
"Masih kok dikit, engga darimana sih?" Kay melarat ucapan Kiran.
"Makan lagi sana.."
"Ga mau.."
"Kok ga mau?supaya cepet sembuh."
"Makanannya ga enak."
"Kalo gitu kamu pingin makan sama apa?"
"Aku pingin sate.."
"Sate?disini mana ada. Adanya yang jualan sate sosis.."
"Bukan itu, ya sate yang dibakar yang suka ada dipinggir jalan, sate ayam, kambing, sapi.."
"Disini ga ada sayang, makanan Indonesia yang paling sering dijual kalo ga nasi goreng, nasi Padang."
"Ya udah aku ga mau makan."
"Loh kok gitu sih?"
"Orang aku maunya itu." Kiran manja. Kay diam sejenak memikirkan sesuatu. Dia mengingat-ingat barangkali ada yang jual sate disini.
"Oh...aku bikinin aja ya sayang."
"Tapi dibakar pake arang loh.."
"Iya-iya, itu aku punya.."
"Kok punya?sejak kapan?"
"Waktu itu pernah bakar-bakaran disini terus temen bawa. Kayanya masih ada deh. Bentar aku cari dulu.." Kay segera berdiri dan mencari dimana dia menyimpan sisa Arang itu. Kalau tak ada bisa gawat.
"Duh..mana sih?" Tangan Kay terus bergerak sampai dia melihat bungkusan warna hitam. Dia buka isinya dan benar saja itu sisa Arang dulu dan masih lumayan banyak.
"Ada nih, aku bikinin ya. Kamu pingin sate apa?"
"Sate Taichan.."
"Ya udah bentar..." Kay kini menuju dapurnya. Dia mulai mengeluarkan semua bahannya. Kalo hanya sekedar sate ayam. Itu mudah. Kalo tadi Kiran minta sate sapi atau kambing dia harus keluar membelinya. Kay mengambil beberapa cabe dan bawang yang kemudian dia rebus, sambil menunggu kini dengan cekatan tangan Kay mencuci ayamnya terlebih dahulu. Dia memilih bagian dada ayam. Setelah bersih ayam itu Kay potong-potong dadu ukuran sedang. Hasil potongan itu dia pindahkan keatas mangkok kaca yang cukup besar. Sesekali Kay melihat kearah rebusan cabai dan bawangnya itu. Setelah cukup melunak Kay segera mengangkat dua bahan itu dan meniriskannya. Tangannya kembali berpindah pada hasil potongan ayam yanh kini terlihat menumpuk. Kay memberi air perasan jeruk nipis, bawang putih, lada, dan garam, sambil dia remas-remas sebentar hingga bumbu merata. Kay mendiamkan ayamnya itu sekitar 30 menit agar bumbu meresap dan memiliki cita rasa. Sambil menunggu ayamnya siap, Kay menyiapkan sambal taichannya. Cabe dan bawang yang tadi dia tiriskan dia blender sebentar. Rasanya jika menggunakan ulekan mungkin akan lebih enak tapi apa daya Kay tak punya disini. Setelah cukup lembut dia memindahkannya kedalam mangkok berukuran sedang. Kini dia menyiapkan semua peralatan bakarnya di depan balkon rumahnya yang begitu tampak indah disore hari. Ah...sepertinya ini akan menjadi makan yang menyenangkan. Dirasa semua sudah lengkap dan siap Kay kembali ke dapur melihat ayam yang sudah didiamkannya tadi. Dia mengambil tusuk sate. Lalu memasukkannya secara perlahan. Dalam satu tusuk dia isikan empat buah.
"Lagi apa?" Kiran tiba-tiba sudah memeluknya dari belakang sambil mengintip pergerakan tangan Kay.
"Aku lagi tusuk satenya sayang.."
"Cepetan dong, laper.." Kiran mengeluh.
"Tadi katanya ga mau makan, giliran gini baru ngaku laper."
"Habis liatnya udah bikin ngiler.."
"Ya udah bentar, sabar sayang..."
"Kamu baik banget sih selama aku sakit..."
"Ya masa aku marah-marahin sih.."
"Ya beda aja gitu perlakuannya. Makasih..." Kiran memeluk dengan erat dan menyembunyikan wajahnya dipunggung suaminya.
"Sama-sama. ini sambalnya mau dimasak sekarang atau nanti?"
"Nanti aja supaya anget.."
"Aku ga bikin pedes ya.."
"Iya.."
"Ya udah ayo. Mau bakarkan?" Kay menyelesaikan tusukan terakhirnya. Lalu berjalan mencuci tangannya terlebih dahulu. Kiran terus mengikutinya dari belakang. Kini pembakaran pun dimulai. Kiran duduk disana dengan kaki yang dia naikkan keatas kursinya. Belum juga selesai pembakaran pertama terdengar suara bel berbunyi.
"Siapa ya?" Kay heran karena dia tak ada janji dengan siapapun.
"Temen kamu kali."
"Tungguin bentar ya, aku buka dulu." Kay berjalan kearah pintunya. Saat membuka pintu matanya langsung terbelalak kaget melihat 3 orang dihadapannya. Itu Arbi, Marsha dan Rafi.
"Ayah..." Kay tak percaya.
"Tuh kan bener..." Rafi langsung berbicara saat melihat Kay.
"Masuk-masuk..." Kay segera langsung membantu Marsha membawa kopernya.
"Kok ga bilang yah?Kay bisa jemput di bandara.."
"Ran?mana?dikamar ya?" Arbi tak peduli dengan pertanyaan Kay. Dia sangat mengkhawatirkan anaknya.
"Ada di atas yah, disana.." Kay sambil menunjuk kearah balkonnya. Arbi dengan segera berjalan kearah anaknya.
"Ayah panik Kay, waktu liat kondisi Ran jadi buru-buru pingin kesini. Kebetulan dulu Ran ngasih tahu alamat tempat tinggal kamu jadi aja nekat kita kesini."
"Ya ampun, padahal telepon Kay aja Bun.."
"Ya udah kita kesana aja yuk. Ran pasti seneng..." Kay mengarahkan Rafi dan Marsha menyusul Arbi. Dilihatnya Ran langsung memeluk ayahnya dia bahkan lupa ada sate disana. Kay yang ngeh segera mengangkatnya takut-takut sate itu malah gosong dan tak bisa dimakan.
"Bunda..." Kiran tak kalah senang melihat Marsha. Kalo dipikir-pikir mungkin ini obat paling mujarab untuk Kiran. Mungkin Kiran sedang merindukan keluarganya.
"Sehat sayang?"
"Udah baikan kok Bun.."
"Lagi pada bakar-bakaran apa?"
"Ran pingin makan pake sate Taichan Bun makannya aku bikinin, daripada ga mau makan."
"Pasti Ran susah makan ya. Dia kalo sakit gitu. Dirasa aja semua."
"Iya manja." Rafi menimpal membuat Kiran menatapnya. Kay hanya tersenyum-senyum dan melanjutkan tugasnya untuk membakar sate.
***To be continue