"Halo..." Kenan dengan senyumannya membuat Jay dan Kay menaikkan wajahnya. Mereka tak percaya dengan sosok yang berdiri diujung sana.
"Dad...Daddy..." Jay terbata dan berjalan menuju ayahnya. Berlari kecil untuk mendekap ayahnya.
"Daddy...Daddy jangan pe...pergi lagi..."
"Udah-udah." Kenan mengusap pelan rambut Jay.
"Dad...daddy." Kay ikut memeluk ayahnya dari sisi kanan. Dia tak membayangkan jika hari ini ayahnya itu tak pulang dalam keadaan hidup-hidup.
"Dasar cengeng. Makasih kalian udah jadi anak yang kuat. Daddy sayang abang."
"Daddy ga boleh pergi."
"Udah jangan nangis-nangis lagi. Liat Daddy." Kenan melepaskan pelukannya.
"Abang Kay bisa lupain ini?ga usah diinget-inget lagi bisa?"
"I..iya dad.."
"Abang Jay bisa? pelan-pelan kita lupain. Ga usah dipikirin lagi orang-orangnya, kejadinnya ga usah dinget."
"Aku ga mau tinggal disini, aku ga suka liat rumah depan kita." Ucap Jay yang tak tahu jika Alyssa sudah mati bunuh diri. Jay yang sepertinya punya trauma sendiri mengingat kejadian yang menimpanya belakangan ini. Kenan harus seger membawanya ke dokter.
"Oke kita pindah tapi nanti oke."
"Daddy sakit?" Jay melirik kerangan Kenan yang diperban.
"Engga, Daddy ga sakit. Udah ya kita dirumah. Kita udah aman."
"Apa orang itu..."
"Engga...Ga ada akan orang itu lagi. Mereka ga akan ganggu kita lagi." Kenan segera memotong pembicaraan Kay. Kini Kenan berjalan lagi ke Arah Ara yang masih menangis dalam pelukan suaminya.
"Kakak..." Kenan berlutut dihadapannya.
"Daddy jahat!!Daddy jahat tinggalin aku." Ara marah.
"Maaf, Daddy ga maksud gitu sayang." Kenan mengusap rambut Ara meskipun wajahnya masih bersembunyi dibalik dada Dariel. Dia benar-benar terluka atas kata-kata Kenan sebelumnya. Ara pikir, dia tak kan bertemu Ayahnya lagi malam ini.
"Sini peluk Daddy." Kenan menarik tangan Ara pelan dan memeluk anak yang sempat dijambak Andra sebelumnya.
"Udah-udah. Cape sayang nangis, Daddy ga akan ninggalin kakak lagi..." Kenan membelai rambut anaknya yang kini hanya sebahu.
"Kakak bisa lupain ini?atau kakak punya perasaan yang ga nyaman?"
"Aku selalu inget gimana orang itu motong jari Daddy."
"Daddy ga papa sayang, cuman satu yang ilang masih ada sembilan." Canda Kenan lalu melepas pelukannya. Dengan tangannya dia menghapus air mata yang membasahi wajah anaknya.
"Ini kayanya belum mandi, kucel gini..." Canda Kenan membuat Ara memukul pelan bahu ayahnya.
"Ga lucu."
"Masuk kamar, mandi terus istirahat. Daddy temuin mommy dulu." Kenan berdiri mengecup kening Ara sebentar dan berjalan keatas. Ditengah tangga dia bertemu dengan Riko dan Dikta.
"Dasar kucing, punya nyawa berapa sih?" Ledek Riko lalu memeluk adiknya begitupun Dikta.
"Makasih kak.."
"Ga kerumah sakit aja?" Dikta khawatir.
"Tadi diperjalanan udah diobatin kok sama timnya Reno."
"Urusan sama kantor biar kakak yang urus nanti, lebih baik fokusin dulu sama anak-anak dan istri kamu. Apalagi Jay sama Kris mungkin ada sedikit trauma ngalamin hal yang kaya gini."
"Iya kak makasih."
"Ya udah sana, Jesica dikamarnya."
"Iya kak.." Kenan tersenyum lalu berjalan lagi menaiki tangganya. Perlahan Kenan masuk kedalam kamarnya sendiri. Dia melihat Jesica duduk dipinggir ranjang menghadap kearah jendela dengan kedua tangan menompang wajahnya yang tertunduk sementara Kris sudah tidur belakangnya. Kenan menutup pintunya pelan membuat Jesica segera menoleh kearahnya.
"Mas pulang nih..." Kenan dengan senyumannya mengembang akibat janji yang dia tepati. Jesica yang semula duduk dibuat tak percaya. Apa benar itu suaminya atau itu hanya mimpi? Kenan berjalan lebih dekat dan semakin dekat. Wajah lelahnya terlihat. Jesica sepertinya habis menangis karena terlihat matanya masih basah. Dia hanya menatap Kenan dengan terpaku.
"Mas pulang. Jangan nangis lagi." Kenan duduk disampingnya memegang tangan Jesica, menghapus air matanya. Jesica dapat merasakan sentuhan itu. Ini asli. Ini suaminya. Dia nyata. Dalam hitungan detik Jesica langsung memeluknya. Menangis keras di balik punggung Kenan.
"Udah-udah jangan nangis. Mas kan bilang kamu tunggu Mas pulang..." Kenan mengusap pelan punggung istrinya. Membiarkannya menangis sejadi-jadinya dan sepuas mungkin.
"Mas sayang kamu." Kenan memeluk erat badan istrinya yang dia rindukan. Sekarang sudah tak ada lagi tali apapun yang menjeratnya.
"Aku sayang Mas.." Ucap Jesica tak mau lepas dari pelukannya.
"Aku pikir Mas..."
"Mati?enak aja. Ga mungkin Mas pasrah gitu aja. Udah oke, ga usah ada nangis-nangis lagi sayang. Kita udah kembali kerumah." Kenan mengambil tisu diatas nakasnya sekarang mengusap pelan kearah wajah Jesica.
"Tangan Mas..." Jesica teralihkan dengan tangan Kanan yang diperban dimana tangan itu pula Kenan kehilangan jarinya.
"Ga papa, Mas udah ditangani dokter. Jadi...kali ini mereka ga akan ganggu kita lagi. Kamu ga usah khawatir."
"Apa yang terjadi?"
"Andra mati ditempat, Alyssa bunuh diri, Kevin dituntut penjara seumur hidup."
"Hah?"
"Mas ga mau bahas ini sayang, Mas pingin bahas kamu. Kamu ga papa?Kris ga papa?"
"Kris langsung tidur kecapean nangis terus dan badannya panas. Kalo aku ga papa."
"Bener ga papa?Badan kamu juga panas." Kenan meletakkan tangannya di kening Jesica.
"Iya panas dingin nungguin Mas."
"Besok kita ke dokter. Andra ada..ngelakuin sesuatu ke kamu pas Mas ga ada."
"Di...dia cuman cium pipi aku."
"Sini Mas cium." Kenan mengecup pipi Jesica.
"Mas...jangan tinggalin aku kaya gitu lagi."
"Engga, ga akan." Ucapan Kenan kali ini mendapat balasan ciuman bibir dari Jesica. Ciuman kerinduan yang tak terhanankan. Ciuman kasih sayang yang tak tertandingi. Tangan Jesica menelusur kearah kemeja Kenan yang belum dia ganti sejak semalam. Kenan mendorong Jesica untuk berbaring dengan tetap melihat dimana Kris berada. Dia tak mau membangunkan putra kecilnya.
"Kamu belum mandi juga ya?" ucap Kenan saat mencium ceruk leher istrinya.
"Ga ada kepikiran sedikitpun aku mandi, yang aku lakuin saat pulang. Susuin Kris, gantiin popoknya dan bikin dia tidur."
"Mas harus mandi sayang, ga enak pake baju ini." Kenan melepaskan kemejanya yang dipenuhi bercak darah. Terlihat jelas sayatan diperut sebelah kanan Kenan membuat Jesica tak henti dibuat terkejut.
"Ini kenapa?" Jesica terduduk dan menyentuh bagian luka itu.
"Ga ngerti Mas juga, ga nyadar kayanya kena pisau. Udah dijahit kok tadi."
"Mas yakin?ga mau ke dokter aja?"
"Besok aja ke dokternya."
"Sekarang Mas..."
"Sepanjang perjalanan Mas tuh udah dinfus, udah diobatin, makannya bisa pulang."
"Bohong."
"Tanya aja Reno. Perjalanan kesini juga lumayan lama jadi Mas sempet istirahat tadi." Kenan kini berdiri membuka celana panjang hitamnya.
"Mas mandi ya, kamu istirahat aja sayang."
"Aku bantuin Mas mandi."
"Bantuin?"Kenan tersenyum nakal.
"Aku lap-in aja nanti kena lukanya gimana, aku siapin air hangatnya." Jesica segera pergi ke arah kamar mandi.
"Kris jangan bangun dulu ya..." Bisik Kenan ditelinga anaknya. Pintu kamarnya dia kunci kemudian bergegas menuju kamar mandi.
***