Setelah mengamati Carolina selama 1 minggu, gue akhirnya sedikit mengetahui karakternya.
Carolina sepertinya memiliki sifat penyendiri, setiap kali ada yang ingin mengajak ngobrol dengannya, dia selalu menjawab seadanya saja dan sibuk memainkan handphonenya.
Dia juga jarang nongkrong di kantin kampus, dia selalu kembali ke indekosnya ketika sebuah kelas telah berakhir. Dia hanya diam di kampus ketika rentang kelas berikutnya hanya 30 menit sampai 1 jam. Lebih dari itu, dia pasti balik ke indekosnya.
Gue hanya sering menatapnya dari jauh karena sifatnya yang dingin dan selalu mengabaikan gue.
Sampai suatu ketika, sebuah kesempatan datang pada gue.
Dosen memberikan tugas yang harus dikerjakan secara berkelompok.
Carolina yang sejak awal sudah memutuskan untuk menjadi mahasiswa kupu kupu* menjadi kesulitan akan hal itu. Gue pun langsung memanfaatkan hal tersebut dan mendekatinya.
(*Kuliah pulang kuliah pulang)
"Hei, kita satu kelompok, ya!" ucap gue tanpa tahu malu.
Carolina menatap gue sebentar, sebelum akhirnya mengangguk.
"Berarti kita tinggal cari 1 orang lagi nih," ucap gue sambil melihat sekeliling kelas.
"Kalian masih butuh orang gak? Gue boleh gabung?" tiba-tiba seorang wanita menghampiri kami. Dia berambut pendek dengan kulit kuning langsat, sangat kontras dengan Carolina yang berambut panjang dan kulit putih.
"Oke deh, lo Vera kan, ya?" tanya gue yang lupa-lupa ingat dengan namanya.
"Iya, lo Andrew kan?" jawabnya sambil tersenyum.
Gue mengangguk, terus mengalihkan perhatian gue lagi pada Carolina.
"Lo sabtu ada acara gak? Gimana kalo kerjainnya tugasnya sabtu aja di mekdi?" tanya gue mengusulkan.
"Aku gak bisa kalau hari sabtu," tolak Carolina. Apa jangan-jangan dia punya pacar, ya?
"Lo mau kencan, ya?" tanya Vera yang mewakili pertanyaan gue.
"Gak kok, lagi ada urusan aja. Gimana kalau besok?" tanya dia balik.
Gak apa dulu nih, gak mau kencan atau gak punya pacar?
Rasanya gue ingin menanyakan hal tersebut tapi gue berhasil untuk menahannya. Ntar dikira gue agresif lagi. Harus selow dong.
"Gue bisa aja sih," ucap Vera. Kini mereka berdua memandangi gue.
"Yaudah besok aja. Bagi nomor kalian dong, biar komunikasi kita enak," ucap gue mencari alasan. Carolina dan Vera langsung memberikan nomor mereka.
Smooth Andrew, smooth
Setelah kejadian itu, gue sama Carolina semakin dekat, meski responnya masih dingin seperti biasa.
Kami berdua juga semakin dekat dengan Vera.
Setiap ada tugas kelompok, kami bertiga pasti satu kelompok. Jika kelompok itu membutuhkan 4 orang, kami tinggal memilih secara acak antara teman seangkatan kami atau kakak tingkat yang mengulang.
"Ve," ucap gue ketika gue dan Vera lagi nongkrong berdua untuk mengerjakan tugas kelompok.
Carolina yang penyendiri itu lebih suka membagi tugasnya, mengerjakan sendirian bagiannya, dan mengirimkannya padaku untuk dikumpulkan.
"Lo sama Carol kan kelihatannya dekat tuh, dia punya cowok gak sih?" tanya gue kemudian minum Hazelnut Latte yang gue pesan. Gue sesekali melirik Vera untuk menunggu jawabannya.
Vera terdiam sebentar, seperti memikirkan sesuatu, "Gak tau juga, kenapa emangnya?" tanya Vera.
Gue meletakkan minuman itu dan melanjutkan mengetik tugas di laptop, "Gak sih, soalnya tiap di ajak buat tugas di luar pasti selalu dia tolak. Cuma ngikut pas semester satu dulu."
"Gak tau juga, mungkin karena dia gak punya uang? Lo kan tau dia masuk sini karena beasiswa. Kalo nongkrong di sini kan bisa habis 25 ribu untuk harga minumannya doang," jawab Vera yang kemudian minum Vanilla Latte yang dia pesan.
"Hmm… iya juga ya, mungkin itu alasan nilainya bagus-bagus dan jadi mahasiswa IPK tertinggi di angkatan kita," selama tiga semester berturut-turut, Carolina tetap memegang posisinya sebagai peraih IPK tertinggi.
"Lo suka cewek yang pintar, ya, ndre?" tanya Vera tiba-tiba, tapi dia hanya menatap layar laptopnya dan tangannya sibuk mengetikkan sesuatu di keyboard.
"Gak juga kok, tapi kalo dia pintar ada nilai tambahannya sendiri. Lo sendiri gimana? Tiap malam minggu selalu ngerjain tugas bareng gue, emang lo gak punya cowok?" tanya gue berusaha mengalihkan pembicaraan.
Bisa gawat nanti kalo Vera tau gue naksir sama Carolina!
"Kalo gue ada cowok, gak mungkin kali tiap malam mingguan gue sama lo, ndre, lo ngejek gue ya!" ucap Vera sambil memukul pelan lengan gue.
"Hahaha, yaudah cheers! Untuk sesama jomblo," ucap gue mengangkat gelas gue yang langsung berbunyi "clang" ketika Vera membenturkan gelas miliknya ke gelas gue.
Waktu kemudian terus berlalu, meski Carolina masih terkesan cuek, tapi perasaan gue padanya semakin besar.
Apa lagi ketika gue ulang tahun dan dia memilih untuk mengucapkannya secara langsung sambil tersenyum. Bibirnya yang terangkat dengan manis dan suaranya yang meluluhkan hati ketika mengucapkan, "Selamat ulang tahun, Andrew."
Hanya empat kata itu, empat kata yang membuat gue selalu senang dalam satu tahun, juga empat kata yang gue nanti-nantikan tiap tahun.
Gue gak tau ini cinta atau obsesi semata, tapi gue merasakan ada perasaan yang tidak suka ketika gue melihat dia ngobrol dan tersenyum pada pria lain. Apa lagi kepada Dion, yang bergabung dengan kelompok kami di semester 4.
Di semester 4 ada mata kuliah yang mengharuskan kami untuk berkelompok dengan enam orang. Mata kuliah itu adalah mata kuliah yang merupakan prasyarat bagi mata kuliah di semester 5, setelah itu mata kuliah di semester 5 merupakan prasyarat bagi mata kuliah di semester 6, dan itu berlanjut sampai di Kerja Praktek dan Tugas Akhir
Dikarenakan tiga mata kuliah di semester 4, 5 dan 6 itu berkaitan dan dipegang oleh dosen yang sama, kelompok tersebut akan tetap ada di semester berikutnya. Jadi kalau satu orang gagal dalam mata kuliah sebelumnya, semua anggota kelompok akan gagal.
Mungkin inilah yang dimaksud dengan "kebersamaan" yang selalu ditekankan oleh para angkatan tua ketika kami di ospek di semester 1.
Di semester 4, kelompok kami nyaris saja gagal. Dikarenakan kami yang masih newbie yang masih berlevel 1 dan memiliki equipment dasar harus melawan boss dungeon level 20. Tapi Carolina yang sebagai ketua kelompok berhasil membawa kami teman sekelompoknya untuk mengalahkan boss tersebut.
Dari 10 kelompok yang ada, yang lulus di mata kuliah itu hanya 5 kelompok. 2 kelompok diantaranya adalah kelompok dari angkatan tua.
Mungkin ini juga yang dikatakan oleh orang orang bahwa masa masa sulit waktu kuliah itu mulai dari semester 3 dan 4. Jika kalian bisa melewati semester itu, perjalanan berikutnya akan lancar dan hanya tinggal menghadapi Tugas Akhir sebagai tahap terakhir dalam masa perkuliahan.
Harus satu kelompok selama 3 semester membuat kami akhirnya dekat dengan teman kelompok kami, Dion, Clara dan Riko.
Untungnya Riko sepertinya tidak tertarik dengan Carolina, tapi sepertinya lain halnya dengan Dion. Hal tersebut benar-benar membuat gue gak suka ketika melihat mereka bersama dan kadang Carolina tertawa dengan candaan yang menurut gue garing abis.
Tapi gue gak bisa berbuat apa-apa. Carolina bukan pacar gue, dan gue gak berani untuk memintanya menjadi pacar gue.
Kepercayaan diri gue sebagai Andrew Bagas rasanya runtuh begitu saja.
Biasanya para wanita yang dingin ke gue akan berubah ketika mengetahui identitas gue, tapi tidak dengan Carolina.
Setelah mengetahui identitas gue, dia tetap memperlakukan gue dengan sama seperti sebelum dia mengetahui identitas gue. Hal itu membuat gue yang semakin jatuh cinta padanya.
Tapi gue takut.
Takut dia akan menolak gue dan keadaan kami akan menjadi terlalu canggung sehingga tidak bisa untuk bersama lagi meski hanya sebagai teman satu kelompok.
Gue mengenal Carolina dari sejak gue berumur 18 tahun, awalnya gue pikir gue takut untuk mengungkapkan perasaan gue dikarenakan gue masih muda waktu itu.
Tapi setelah berusia 19 tahun, gue masih tidak berani untuk mengungkapkan perasaan gue. Perasaan cinta kepadanya.
Gue semakin yakin akan perasaan gue ketika Dion ada diantara kami, gue gak suka lihat Carolina bersama Dion!
Gue cemburu!
Usia gue kini sudah berkepala dua. Tapi gue masih belum berani untuk mengungkapkannya
Waktu terus berlalu hingga tak terasa hanya tinggal 2 semester lagi kami akan lulus. Itu artinya tinggal satu tahun lagi kami akan bersama-sama.
Gue akhirnya membulatkan tekad untuk mengungkapkan perasaan gue.
Mungkin di pantai sambil melihat matahari tenggelam?
Karena Carolina pasti akan menolak mentah-mentah jika mengajaknya keluar malam hari untuk dinner romantis, dan akan sangat aneh jika mengajaknya ke pantai bersama tanpa ada alasan lain.
Gue memutuskan untuk melakukannya tepat pada hari ulang tahun gue.
Meski sangat sulit untuk meminta ijin kakek tua itu ketika gue bilang gue mau buat ulang tahun gue di Bali bersama teman-teman kuliah. Yah, setidaknya gue memutuskan untuk mengajak yang lain. Bagaimana pun, mereka teman satu perjuangan gue dari semester 4.
Gue akhirnya berusia 21 tahun. Sudah hampir 3 tahun gue tidak berani untuk mengungkapkan perasaan gue.
Sekarang waktunya gue untuk menjadi berani dan cukup tangguh untuk menghadapi segala sesuatu. Meski pun nantinya sesuatu tersebut adalah situasi yang tidak menyenangkan, bukan?.
Halo pembaca sekalian, terima kasih karena telah menambahkan novel ini ke koleksi kalian :')
Makasih atas supportnya selama ini {}
Kalau kalian sudah membaca sampai chapter ini, mohon untuk di review ya novelnya!
Karena review dari kalian sangat berarti demi kelanjutan novel ini {}
Makasih~
"Yuk," ucap Carolina ketika telah selesai berganti pakaian. Carolina memakai kemeja pantai longgar berwarna krem dengan motif daun kelapa, dipadukan dengan hotpants jeans berwarna biru cerah.
Andrew tertegun melihat penampilan Carolina. Ini adalah pertama kalinya kaki Carolina terekspos karena biasanya wanita itu selalu memakai jeans panjang.
Dengan tinggi 173 cm, kaki nya jenjang dengan betis yang ramping. Belum lagi warna kulitnya yang memang putih membuat kaki itu terasa mulus, setidaknya begitu pikir Andrew.
"D*mn, mulus banget. Itu kaki terseksi yang pernah gue lihat," batin Andrew yang memang memiliki fetish* terhadap kaki.
(*semacam kelainan seksual (?), gugel aja untuk penjelasan lengkapnya, soalnya bingung juga jelasinnya, wkwk)
"Ndrew," Carolina memanggil Andrew sekali lagi karena dia sepertinya hanya diam saja.
"Ah iya, bentar aku juga ganti pakaian dulu kayaknya," ucap Andrew kemudian mengambil pakaiannya dan menuju ke toilet.
"Woah~ Carol~ kamu terlihat wow!" ucap Riko setelah selesai menelepon dan mengacungkan kedua jempolnya.
"Makasih," ucap Carolina sambil tersenyum.
"Fashion pantai lo keren juga! Tumben nih lo berpakaian kayak gini," ucap Clara yang juga terpesona dengan penampilan Carolina.
"Makasih Ra! Aku cuma gak mau berpakaian salah tempat aja pas ke pantai, hehe," jawab Carolina. Orang lain akan mengira bahwa Carolina merasa insecure sehingga berpenampilan seperti ini.
Padahal sebenarnya yang terjadi adalah ini salah satu dari hadiah yang diberikan Carolina sendiri untuk dirinya. Setelah Andrew menelepon untuk mengatakan bahwa besok adalah hari mereka akan merayakan ulang tahun Andrew, Carolina melakukan me time untuk membeli beberapa pakaian.
"Itu kemejanya beli di mana? Gue juga pengen!" ucap Clara dengan tatapan iri.
"Di Mall M, Ra. Mama ngasih uang lebih sebagai hadiah IPK aku yang bagus. Jadi aku pake untuk beli kemeja deh. Aku gak ada pakaian untuk ke pantai soalnya," ucap Carolina yang telah menentukan alasannya terlebih sebelumnya.
Kemeja ini dari brand yang lumayan terkenal sehingga harganya sedikit mahal. Bisa gawat kalau sampai ada rumor aneh-aneh karena dia membeli sebuah kemeja.
"Oh di Mall M, pantes aja. Kalau tahu selera fashion lo sebagus ini, kapan-kapan kita harus belanja bareng nih!," ucap Clara kemudian memalingkan tubuhnya ke arah Riko.
"Tuh lihat! Carol aja terlihat seksi cuma pake kemeja sama hotpants. Kenapa lo ngotot banget sama bikini, sih?!" protes Clara.
"Eits! Gak ada protes-protes ya! Tadi kita sudah sepakat! ucap Riko mengingatkan kembali kesepakatan mereka tadi.
"Udah yuk," ucap Andrew ketika keluar dari toilet dan kemudian merapikan celana yang dia kenakan sebelumnya.
Andrew memakai kemeja pantai berwarna merah dengan motif bunga, dia sengaja tidak mengancingkan kemejanya dan memperlihatkan kaos abu-abu yang dia kenakan sebelumnya, dengan celana pantai berwarna putih yang memiliki motif bunga berwarna merah.
"Oh kalian mau ke pantai?" tanya Riko ketika menyadari penampilan mereka berdua.
"Iya nih, mau jalan-jalan bentar. Kalian masih di sini atau mau nyusul?" tanya balik Andrew.
"Nyusul dong! Setelah si penggemar plastik ini selesai melakukan hal yang gak guna," ucap Riko yang kemudian mengambil kesempatan untuk berbaring di kasur.
"Enak aja! Ini berguna tau! 30 menit lagi deh baru kami nyusul! Hati-hati ya!" ucap Clara tanpa menatap mereka dan sibuk dengan handphonenya.
"Oke," jawab Andrew kemudian membuka pintu kamar. Mempersilakan Carolina untuk keluar duluan.
"Eh, kira-kira Andrew bakal nembak gak hari ini?" tanya Clara yang tiba-tiba bersemangat.
"Nembak apaan?" tanya Riko cuek sambil tetap memainkan handphonenya.
"Dih lo gak peka banget! Kelihatan jelas kali Andrew suka sama Carol dari dulu!" ucap Clara yang kemudian menyadari bahwa Riko ada di tempat tidur.
"Ngapain lo di sini? Sana sana, ini tempat gue,"
"Ini kasurnya besar juga! Udah tidur di sebelah aja sih! Lagi pula lo tumben peka sama hal hal begituan,"
"Sana sana, masa kita tidur satu kasur. Iya dong gue peka! Orang kelihatan jelas banget Andrew suka sama Carol. Emang lo gak sadar, ya? Dasar gak peka!" ucap Clara yang mulai menendang nendang kaki Riko.
"Iya iya, apa kata lo, deh!" ucap Riko yang akhirnya bangkit berdiri.
"Sebenarnya yang gak peka itu siapa sih?" batinnya.
***
"Pemandangannya indah, ya!" ucap Carolina ketika berjalan di trotoar untuk menuju ke arah pantai.
Warna air laut yang mulai berwarna jingga akibat bias dari matahari yang sebentar lagi tenggelam membuat pemandangan itu menjadi luar biasa menawan.
"Iya, cantik," ucap Andrew yang sesekali mencuri pandang ke arah Carolina.
"Hoah, pantai," ucap Carolina seperti anak kecil ketika kakinya menginjak pasir putih dari pantai itu. Dia bisa merasakan sepoi-sepoi angin laut mulai menyapa wajahnya, dan suara ombak yang menenangkan.
"Kamu suka banget ya sama pantai?" tanya Andrew sambil tersenyum. Dia ikut senang ketika melihat Carolina yang juga senang.
"Banget! Aku ingat dulu sering diajak papa ke pantai waktu masih kecil," ucap Carolina sambil memainkan pasir dengan kakinya
"Kamu dekat sama papamu, ya?" tanya Andrew. Meski dia sudah mengenal Carolina selama 3 tahun, tapi wanita itu tidak benar-benar pernah menceritakan keluarganya. Yang dia tau Carolina berasal dari Manado dengan keluarga biasa. Itu sebabnya Carolina berjuang sangat keras untuk mempertahankan beasiswanya.
"Banget! Tapi ingatanku sama papa cuma sampai aku berusia 6 tahun," ucap Carolina yang sepertinya tenggelam dalam ingatannya.
"Oh, maaf," ucap Andrew yang merasakan bahwa papa Carolina sudah tidak ada lagi. Kalau ingatan wanita itu cuma sampai usia 6 tahun, berarti papa Carolina meninggal saat usia Carolina masih 6 tahun, bukan?
"Papaku masih hidup kok! Dia cuma menghilang aja! Tapi aku yakin dia masih hidup!" ucap Carolina dengan yakin bahwa papanya masih hidup. Meski sudah 14 tahun papanya menghilang, tapi dia yakin bahwa papanya masih hidup!
Andrew yang melihat perubahan suasana hati Carolina mencoba memikirkan sesuatu untuk meningkatkan suasana hati wanita itu.
"Mau mendekat ke air, gak?" tanya Andrew, berharap suasana hati Carolina menjadi membaik.
"Boleh! Biar lebih asik, ayo kita lomba dari sini sampai ke pinggir laut. Yang menang yang kakinya duluan menyentuh air," usul Carolina yang tiba-tiba bersemangat. Andrew langsung tersenyum ketika mendengarnya.
"Oke! Yang kalah hukumannya apa nih?" tanya Andrew sambil tersenyum.
Carolina terdiam sejenak, mencoba memikirkan hukumannya, tapi beberapa saat kemudian senyum usil terlihat di bibirnya.
"Mencebur ke air dalam posisi telentang," ucap Carolina sambil tersenyum menantang dan mulai melepaskan sandal yang dia kenakan.
"Deal!"
"Tiga… dua… satu…," Carolina menghitung hitungan mundur untuk mereka. Namun, Carolina sudah berlari terlebih dahulu pada hitungan kedua.
Wanita itu mencuri start!
Tapi Andrew sama sekali tidak keberatan, sejak awal dia memang tidak peduli dengan hukuman yang dikatakan oleh Carolina.
Melihat wanita itu berlari-lari sambil tertawa lepas jauh lebih berharga daripada terkena hukuman. Dia bahkan rela menceburkan dirinya berkali-kali asal bisa melihat tawa itu lagi.
"Dasar curang! Awas ya nanti kutangkap" ucap Andrew tapi wajahnya yang tersenyum dengan perkataannya jelas bertolak belakang.
Seketika Andrew memikirkan banyak hal.
Apakah dia harus berlari dengan tujuan menangkap Carolina, memeluk wanita itu dari belakang dan mengangkatnya, mengingat suasana mereka saat ini?
Atau dia harus bersikap seperti biasa, mencoba untuk mencapai air laut, tapi tentu saja akan membiarkan Carolina untuk menang.
Setelah beberapa pertimbangan, dia memilih pilihan yang terakhir. Dia bisa melakukan pilihan yang pertama ketika wanita itu telah menjadi miliknya.
"Yeay, hahaha," ucap Carolina ketika ombak menerpa kakinya.
"Curang woi curang, kamu lari duluan," ucap Andrew mendekati Carolina yang bermain air dengan kakinya.
"Gak ya! Sana sana, nyebur ke air!" ucap Carolina menginjak injak air dengan semangat, dan berusaha menargetkan Andrew untuk mendapatkan cipratan airnya.
"Iya iya!" ucap Andrew dengan nada terpaksa, tapi lagi-lagi suaranya tak selaras dengan wajahnya yang tersenyum lebar.
"Sini handphone kamu, biar sekalian ku rekam sekalian," ucap Carolina mengulurkan tangannya. Andrew langsung mengeluarkan handphonenya dan membuka kemeja yang dia kenakan. Tapi setelah dia memikirkannya lagi, mending dengan baju deh sekalian.
Akhirnya tubuh Andrew terekspos, dadanya yang bidang dan perutnya memiliki 4 pack abs hasil dari dia yang sering berolahraga, dengan kulit yang kecoklatan membuat Andrew tampak seksi.
Carolina memegang pakaian Andrew dan mulai merekam video menggunakan handphone Andrew.
"Ini lah dia, pria yang berulang tahun hari ini," ucap Carolina sambil merekam Andrew.
"Mundur lagi Ndrew, terus, airnya harus sampai di paha biar gak sakit jatuhnya!" teriak Carolina. Andrew pun menurutinya.
"Bilang sesuatu dulu Ndrew sebelum nyebur!" teriak Carolina lagi.
"CAROLINA AKAI!" teriak Andrew, yang mulai menarik perhatian orang-orang disekitar.
Pikiran Andrew sekali lagi memikirkan banyak hal mengenai apa yang harus dia katakan.
Apakah dia harus mengatakan sesuatu seperti:
"Aku akan membalasmu nanti! Tunggu saja!" sebagai pengingat momen mereka saat ini dan mempererat hubungan pertemanan mereka.
Atau dia harus menyatakan perasaannya.
Setelah beberapa pertimbangan, akhirnya dia memilih pilihan kedua. Sudah saatnya dia untuk berani dan menyatakan perasaannya.
"AKU MENYUKAIMU!"
Terima kasih buat kalian yang sudah membaca sampai di chapter ini!
Kali ini aku akan memberikan penawaran, jika sampai hari selasa pukul 22:00 WIB, ada 3 orang yang memberikan ulasan dan mendukung dengan batu kuasa
Hari itu aku akan merilis 2 chapter sekaligus!
Cara memberikan ulasan dan batu kuasa itu gampang banget!
Di aplikasi, kalian pergi ke informasi novelnya, lalu scroll ke bawah dan tekan tombol mengundi.
Untuk ulasan kalian tekan ulasan di bawah tombol mengundi lalu setelah itu tekan tombol bergambar pensil, lalu tulis deh ulasan kalian.
Gampang banget, bukan?
Kalian bebas mau kasi bintang berapa, mau kritik dan saran juga boleh, lho ;)
Vous aimerez peut-être aussi
Commentaire de paragraphe
La fonction de commentaire de paragraphe est maintenant disponible sur le Web ! Déplacez la souris sur n’importe quel paragraphe et cliquez sur l’icône pour ajouter votre commentaire.
De plus, vous pouvez toujours l’activer/désactiver dans les paramètres.
OK