Written by : Siska Friestiani
LoCC : 2014
Re-publish Wen Novel : 25 Oktober 2020
*Siskahaling*
Tiga hari berlalu begitu cepat. Waktu bulan madu yang di rencanakan Mario pun telah selesai, bahkan kini sudah dua minggu usia pernikahan Mario dan Alyssa berlalu. Pernikahan mereka pun berjalan seperti pernikahan lainnya. Alyssa yang akan menyiapkan segala keperluan Mario seperti menyiapkan baju Mario untuk ke kantor, dan adegan memasangkan dasi, untuk kegiatan yang satu ini Alyssa sangat menyukainya. Jujur saja, selain ia merasakan sebagai seorang istri, Mario juga akan menghadiahi sebuah kecupan hangat di dahinya ketika ia selesai melakukannya, dan Alyssa menyukai saat pria berstatus suaminya itu mengecup di bagian itu.
Meskipun tidak semua hal keperluan Mario Alyssa kerjakan, karena urusan memasak akan di kerjakan oleh Margareth mengingat Alyssa tidak memilik skill sama sekali untuk urusan di dapur. Pernah suatu saat ketika Alyssa mencoba untuk memasak dan berakhir dengan tangan kanan Alyssa yang melepuh karena tersiram air panas, pada saat itu Alyssa masih mengingat dengan jelas bagaimana ekspresi kekhawatiran Mario yang langsung memanggil Alvin untuk datang. Tidak hanya itu, Mario pun langsung melarang Alyssa agar tidak berhubungan dengan kegiatan di dapur dan karena itu lah saat ini Margareth mengabdi dengan keluarga kecil itu.
"Selamat pagi" Mario menyapa lembut Alyssa yang kini tengah berdiri di depan lemari besar untuk menyiapkan pakaian kerjanya. Ini juga menjadi rutinitas pagi yang sangat Mario sukai saat tangannya melingkar tepat di pinggang ramping istrinya dan kepalanya akan ia sandarkan dengan nyaman di bahu sang istri.
Alyssa tersenyum tipis lalu membalas sapaan dari suaminya. "Pagi, kau sudah bangun?" Alyssa mengambil kemeja putih dan menayampirkan di lengannya. Di susul anggukan kepala Mario yang sedang bersandar di bahunya.
"Hmm" Mario berdeham "Aku suka harum tubuhmu" Mario menghirup napasnya dalam-dalam. "Dan kau lagi-lagi meninggalkan ku" tangannya semakin erat di pinggang Alyssa.
"Jika aku menunggumu untuk mandi bersama, kau akan bolos ke kantor setiap hari" jawab Alyssa kesal. Mario terdiam, lalu menganggukkan kepalanya sembari terkekeh.
"Kau benar, karena aku tak cukup melakukannya sekali saja untuk berada di dalam mu" bisik Mario lalu detik berikutnya Alyssa tidak merasakan lagi lengan kokoh Mario di pinggangnya, pria itu sudah melenggang pergi menuju kamar mandi.
"Yakkkkkk!! Mesum!!" hanya terdengar suara tawa Mario yang meledak di dalam kamar mandi.
*siskahaling*
"Kau ke kantor hari ini?" tanya Mario melihat Alyssa yang kini sudah rapi dengan pakaian kantornya.
Alyssa mengangguk, lalu dengan terampil tangannya memasangkan dasi Mario agar terpasang rapi di kemeja.
"Aku sudah dua minggu tidak ke kantor dan lagi pula aku harus menandatangani beberapa berkas disana" setelahnya Alyssa tersenyum puas melihat dasi biru tua itu sudah terpasang dengan rapi. Mario mengamati saja apa yang saat ini istrinya lakukan, dan ikut tersenyum saat melihat senyum manis itu terpatri di bibir Alyssa.
"Baiklah, tapi jangan memaksakan diri, istirahat jika kau lelah" ucap Mario mengingatkan. Lalu mengecup dahi Alyssa.
Alyssa memejamkan matanya, ini yang paling ia sukai di waktu pagi harinya. Menikmati bibir lembut Mario di dahinya. Begitu menenangkan, dan ada rasa tidak rela saat Mario menyudahi kegiatan menyenangkan tersebut.
"Berangkat bersama" sebuah perintah bukan sebuah tawaran. Alyssa mengangguk terpaksa. Inilah Mario, semua keinginannya harus terpenuhi, selalu memaksa lawan bicaranya dengan segala sikap arogannya yang ia punya hingga membuat Alyssa selalu mengalah mengiyakan.
"Ya, aku tidak punya pilihan lain. Sekalipun aku menolak kau akan memaksa ku dengan segala sifat keras kepala dan pemaksamu itu" Mario tersenyum senang lalu menepuk pelan puncak kepala Alyssa.
"Kau memang mengetahui segalanya tentang diriku sayang" ucap Mario bangga lalu mengecup bibir Alyssa sekilas.
"Ayo kita kebawah, aku yakin Margareth sudah selesai dengan hidangan lezat andalannya" Alyssa mengangguk, membiarkan saja Mario yang menarik tangannya menuju meja makan.
*siskahaling*
Wanita itu begitu anggun, begitu menarik perhatian. Melangkah dengan segala kekuasaan membuatnya terlihat seperti wanita dingin yang menakutkan. Beberapa karyawan yang kebetulan berpapasan langsung menunduk tanda penghormatan. Terlihat jelas di wajah mereka raut keterkejutan saat melihat wanita yang sudah dua minggu ini tidak mengunjungi kantor kini kembali.
"Selamat pagi, Acha" Acha mendongak menerima sapaan lalu setelahnya ia terkejut melihat siapa yang menyapanya.
"Astaga" Acha terperanjat dan langsung berdiri dari duduknya. "Selamat datang Mrs. Calvert kami semua merindukan anda" Acha menundukkan kepalanya sopan. Alyssa tersenyum mendengar panggilan Acha yang memanggilnya Nyonya Calvert, dan ia menyukainya.
Alyssa sedikit kagum melihat wanita muda di depannya ini, begitu gigih dan giat. Dan itu yang menjadi pertimbangan Alyssa dulu saat memilih Acha menjadi sekretarisnya dari ratusan pelamar lainnya.
Kemudian Alyssa melangkah pergi meninggalkan Acha yang masih tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi dengan dirinya. Dalam hidupnya ini pertama kalinya ia mendapat sapaan dari seorang Alyssa ditambah dengan senyum lembut dari boss nya itu.
"Aku padahal tidak merasa mimpi apa-apa tadi malam, tapi ini benar-benar kejutan" gumam Acha lalu kembali duduk dan melanjutkan pekerjaanya yang tertunda dengan senyum mengembang.
Alyssa membuka pintu ruang kerjanya. Namun baru saja pintu terbuka Alyssa sudah di kejutkan dengan hal yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Pipinya memanas antara marah dan malu.
Di hadapannya Sivia dan Oliver, keduanya kini tengah hanyut dengan dunia mereka, bercumbu tanpa mengenal tempat, dan dapat Alyssa lihat dengan jelas bagaimana Oliver yang begitu ahli memainkan Sivia hingga Sivia menggeliat gelisah di bawah Oliver, hanya menyisahkan kaos dalam yang tipis yang menempel di tubuh Sivia dan rok span yang kini menggulung hingga setengah paha. Sangat berbeda dengan kondisi Oliver yang masih mengenakan pakaian lengkap hanya saja rambut pria itu sudah acak-acakan karena di jambak oleh Sivia.
Dan tiba-tiba bayangan bulan madunya dan Mario kembali berputar di kepala Alyssa dan lagi-lagi membuat Alyssa merona.
"Setidaknya kalian berdua memesan hotel untuk melakukannya"
Sivia dan Oliver seketika menghentikan kegiatan mereka saat mendengar suara yang begitu familiar itu menggangu kegiatan panas mereka. Mata Sivia terbelalak sempurna melihat Alyssa yang kini berdiri bersandar di pintu dengan tangan yang terlipat di depan dada.
Namun hanya beberapa detik, setelahnya Sivia kembali memasang wajah santai tak berdosa miliknya. "Kau sudah kembali" pernyataan bukan pertanyaan.
Alyssa mendengus kesal melihat reaksi Sivia yang tak merasa bersalah sedikit pun dan malah berdiri lalu mengambil blazer biru muda yang berada cukup jauh dari sofa ruang kerjanya. Sedangkan Oliver pun kini duduk santai di sofa tanpa melepas pandangannya sedetikpun dari kegiatan Sivia yang sedang memasang blazer yang terlepas karena ulahnya.
"Aku tidak menyangka ruanganku sudah tidak steril lagi saat ini" Alyssa melangkah mendekati kursi meja kerjanya. Sudah lama rasanya ia tidak merasakan kursi kejayaannya ini.
"Kau kembali ke kantor tetapi tidak memberi tahuku" kini Oliver angkat bicara.
Alyssa tersenyum sinis "Dengan alasan agar aku tak mengetahui kelakukan berengsekmu di kantor ku" Oliver mendengus.
"Begini ucapan terima kasih kepada orang yang sudah rela mengurus perusahaan mu bahkan ketika kau menikmati bulan madu?"
"Dan beginikah sambutan mu untuk pemilik perusahaan?"
Oliver meringis lalu menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Aku hanya sedang sedikit bersenang-senang tadi"
"Dan kau mengganggunya" tambah Sivia yang baru saja datang dan kini sudah terlihat rapi lalu mengambil posisi duduk di samping Oliver.
"Bagaimana bulan madu mu?"
Alyssa tersenyum sinis "Kau bahkan masih menanyakannya setelah kau mengganti isi koper ku dengan pakaian tak layak pakai itu?"
Sivia mengangguk seolah mengerti "Mendengar jawabanmu barusan aku rasa Mario begitu bergairah malam itu dan kau kewalahan menghadapinya" Oliver terkekeh. "Kau bahkan begitu sangat mengetahuinya sayang" di tepuknya lembut puncak kepala Sivia.
"Yah, aku sahabat yang baik bukan?" kekeh Sivia lalu berdiri dan menarik Oliver meninggalkan ruangan Alyssa. "Lanjutkan saja pekerjaan mu Al, aku ada urusan dengan Oliver saat ini"
"Oh ya satu lagi, aku ingin segera memiliki keponakan laki-laki yang tampan dan aku harap kau segera memberikannya untuk ku" kekeh Sivia lalu menghilang di balik pintu meninggalkan Alyssa yang ingin meledak karena amarah.
"Aku harus menyuruh Mike untuk membunuh wanita berengsek itu sepertinya" desis Alyssa tajam. "Dan mengganti sofa baru untuk ruangan ku" lirih Alyssa menatap kasihan sofa biru muda kesayangannya.