Written by : Siska Friestiani
LoCC © 2014
Re-publish Web Novel : 5 Oktober 2020
💕 Siskahaling
Untuk kesekian kalinya Mario kembali menghela nafas berharap emosinya segera mereda. Tatapan tajamnya kini tepat mengarah ke ruangan terapi dimana wanitanya kini berada. Tak jarang Mario harus menahan diri untuk tidak menghampiri Alyssa saat wanita itu kembali terjatuh ketika sedang melakukan terapi. Demi Tuhan! Mario tidak tahan jika harus melihat Alyssa yang harus berusaha berdiri sendiri dengan wajah kesakitan.
Pernah, ketika Mario menghampiri Alyssa dan memarahi pelatih wanita yang membantu Alyssa terapi karena membiarkan Alyssa terjatuh, ia malah mendapat wajah kesal Alyssa dan balik memarahinya.
"Sudah aku katakan jangan menyalahkan mereka Mario! Aku yang meminta mereka agar tidak membantu ku. sekarang kau keluar dari ruangan terapi ku atau aku yang keluar"
Mario kembali menghela nafas. Lagi-lagi ia yang harus mengalah dan menahan diri untuk Alyssa.
Mario bergegas beranjak dari duduknya yang sebelumnya menyambar handuk dan sebotol minum yang memang sudah ia siapkan dan ia letakan di samping ia duduk. Senyum manis pria itu pun tak lepas dari bibirnya saat ia melihat Alyssa tengah duduk sembari mengusap peluh di wajahnya.
"Capek?" tanya Mario yang kini sudah duduk berlutut lalu menyerahkan sebotol minum yang langsung Alyssa teguk isinya.
Mario terkekeh melihat tingkah wanitanya yang saat ini tengah meneguk cepat minumannya. Seakan tak menyiakan kesempatan tangan Mario kini terulur mengusap peluh di wajah Alyssa.
"Pelan-pelan, Hon" ucap Mario mengusap sisa air yang nakal di sudut bibir Alyssa. Alyssa hanya bisa tersenyum dan menggaruk bagian belakang kepalanya saat ia baru menyadari sikap memalukannya barusan.
"Tanganmu bagaimana? Bukankah ini juga jadwal mu melepas gips?" Alyssa menyandarkan tubuhnya di kursi, memejamkan matanya sejenak. Tiba-tiba saja kepalanya terasa pusing membuat pandangannya tidak jelas.
"Tak perlu Alvin jika hanya melepas gips, Hon" ucap Mario, kini kepalanya ia sandarkan di paha Alyssa. Sudah lama rasanya ia tidak merasa senyaman ini. Lebih tepatnya saat kejadian kecelakaan yang menimpa Alyssa.
"Kau melakukannya tanpa Alvin?" Alyssa menegakkan kembali tubuhnya, tatapannya kini tertuju ke Mario yang masih dengan nyaman menyandar di pahanya. Apa yang baru saja pria bar-barnya ini katakan? Tidak perlu Alvin jika hanya melepas gips? Apa pria-nya ini sudah gila? Kenapa selalu saja menganggap remeh sesuatu. Geram Alyssa.
"Plakk!"
"Aishhh, apa yang kau lakukan Hon" Mario mengusap kepalanya yang baru saja menjadi korban kebrutalan Alyssa. Mendongakkan kepalanya, Mario menemukan tatapan tajam Alyssa yang kini menatap dengan tatapan membunuh.
"Jangan menatapku seperti kau ingin mengajakku bercinta, Hon"
"Plakkk"
"Aishhhh" Mario kembali mengusap kepalanya. Untuk kedua kalinya kepalanya menjadi korban Alyssa. Wanitanya.
"Ada apa? Kenapa kau memukul ku. jika kau memukulnya dengan bibir seksi mu itu mungkin-"
"Plakkkk"
"Nona Alyssa, sekali lagi kau memukul kepala ku, jangan salahkan aku jika bibirku melumat habis bibir seksi mu itu" ucap Mario penuh penekanan. Tapi tetap saja setelahnya pria itu meringis merasakan kepalanya yang berdenyut. Bagaimana pun Alyssa memukul kepalanya tiga kali. Di perjelas TIGA KALI.
"Kau yang apa-apaan. Kau bahkan dari tadi mengganggu ku yang sedang terapi Mario. Kenapa tidak kau gunakan saja waktu mu untuk melepas gips pria bodoh!" maki Alyssa penuh kekesalan.
Sedangkan Mario tersenyum dengan wajah bodohnya. Pria itu menggaruk bagian belakang kepalanya. Lihatlah pria tampan yang selalu di kejar oleh ratusan wanita dan pria yang jago di ranjang ini bahkan terlihat bodoh di hadapan wanitanya.
"Ahhh, apa kau mengkhawatirkan ku, Hon? Tenang saja tanganku akan tetap baik-baik saja dan tetap bisa aku gunakan untuk mengangkat mu di ranjang malam pertama kita nanti"
"Yakkkk!!! Mati saja kau berengsek!!"
Mario tertawa mendengar ucapan frustasi Alyssa. Tak menyianyiakan kesempatan, Mario mengangkat tubuh Alyssa secara bridal lalu mengecup bibir Alyssa sekilas sebelum akhirnya membawa Alyssa ke kamar rawat inap.
💕siskahaling
Mario duduk menyandar di sofa ruang kerja Alvin. Pria itu memejamkan matanya sejenak, menyiapkan telinganya yang sebentar lagi akan mendapat ocehan dari bibir Alvin. Mario bahkan tak menggubris tatapan tajam Alvin yang merangkap sebagai dokter pribadi dan sahabatnya itu.
"Tiga jam aku menunggumu di ruangan ku bodoh"
'Kalimat pertama' hitung Mario dalam hati.
"Bukankah aku sudah memberitahu mu jika jam 9 pagi tadi adalah jadwal mu untuk membuka gips?"
Ok kalimat kedua.
Mario tidak tau seberapa banyak lagi rentetan kalimat yang akan ia terima dari sahabat cerewetnya ini.
"Aku sudah membukanya. Kau lihat bukan tidak ada lagi gips sialan itu kini di tanganku?" Mario mengangkat tangan kirinya, menunjukkan bahwa memang benar tidak ada lagi gips yang membelit tangannya.
Alvin menghela nafas lelah. Bagaimana mungkin ia memiliki sahabat bodoh seperti Mario.
"Bersyukur tanganmu masih berfungsi setelah apa yang kau lakukan dengan tangan mu itu" pasrah Alvin. Dalam hati pria itu pun bersyukur saat melihat memang tangan Mario sudah tidak apa-apa. Bagaimana pun melepaskan gips tetap tidak boleh dilakukan dengan sembarangan.
"Apa belum ada keluhan dari, Alyssa?" tanya Alvin saat mengingat kondisi Alyssa saat ini.
Mario menegakkan tubuhnya mendengar Alvin yang menanyakan Alyssa.
"Keluhan? Maksudmu?" tanya Mario tak mengerti.
Alvin mengangguk "Yah, seperti keluhan sakit kepala. Kita harus memastikan benturan itu tidak berdampak buruk kepada syaraf sensorik dan motorik Alyssa. Dan gejala itu biasanya, pasien akan mengalami sakit kepala secara tiba-tiba dan saat itu terjadi kita harus melakukan penanganan secara cepat" jelas Alvin.
"Dan itu yang saat ini aku tanyakan padamu, apa Alyssa pernah mengeluh sakit kepala?" Mario menggeleng. Lalu memperbaiki posisi duduknya.
"Apa kita tidak bisa melakukan cara lain untuk mengetahui benturan itu berdampak pada Alyssa atau tidak?" tanya Mario. Rasa takut kini kembali menyerang hatinya.
"Ada, tapi hasilnya aku tidak bisa pastikan akurat atau tidak, karena biasanya untuk kasus seperti ini kita hanya dapat memastikan secara pasti terhadap pasien itu sendiri. Menurutku untuk satu minggu ke depan biarkan Alyssa tetap di sini dan pastikan ada seseorang yang selalu di sampingnya. Karena kita tidak tau kapan sakit kepala itu datang." Mario mengangguk mengerti.
"Apa sekarang aku bisa keluar dari ruangan mu ini?" tanya Mario memasang wajah jenuh.
"Keluarlah, dan itu lebih bagus! Aku tidak perlu mengontrol emosi ku karena harus berhadapan dengan pria keras kepala dan bodoh sepertimu" sergah Alvin. Mario terkekeh, lalu bangun dari posisi duduknya.
"Kenapa kau tidak melakukannya dari tadi jika seperti itu"
"Brakkkk"
"Yakkkkk!!! Kau benar-benar berengsek sialan!!!"