"Siapa Hon?" suara serak dan berat itu terdengar membuat Alyssa dan Sivia menoleh ke sumber suara. Alyssa mengumpat dalam hati melihat Mario yang sedang menuruni satu persatu anak tangga. Tamat sudah riwayatnya, siap-siap saja ia akan mendapat rentetan pertanyaan dari Sivia setelah ini.
Sivia membelalakkan matanya tak percaya melihat Mario datang, sudah pasti Mario dari kamar Alyssa karena ia tahu betul bahwa di lantai dua hanya ada kamar besar milik Alyssa dan selebihnya berada di lantai bawah. Dahi Sivia semakin mengkerut bingung saat menemukan Arm Sling yang menggantung tangan Mario. Apa ia melewatkan sesuatu?
Tepat saat Mario menuruni anak tangga terakhir, dahinya berkerut menemukan Sivia yang kini duduk manis di sofa ruang tv bersama wanitanya.
'Apa yang di lakukan Sivia disini?'
Seakan tak memperdulikan rasa bingung Sivia, Mario memilih duduk di sofa panjang yang saat ini Alyssa duduki, hingga ia duduk tepat di samping Alyssa.
"Kau..." Sivia tak melanjutkan ucapannya. Ia masih mencoba mencari pertanyaan yang akan ia tanyakan terlebih dahulu kepada sepasang manusia yang sedang duduk di hadapannya.
"Ada apa dengan tanganmu itu Mario? Apa kau baru saja di pukuli oleh salah satu teman tidurmu?" Sivia meletakkan piring pastanya yang masih tersisa separuh di piring, melihat kondisi Mario membuat selera makannya hilang seketika.
Mario mencibir, mulut sepupunya ini benar-benar perlu di sumpal dengan kain kotor miliknya.
"Ini hanya kecelakaan kecil tak lebih" jawab Mario datar. Dan untuk pertama kalinya Alyssa melihat wajah datar milik Mario. Sangat berbeda dengan raut wajah saat berhadapan dengan dirinya dan juga raut wajah emosi saat menghadapi Oliver. Ya Tuhan, kalau boleh jujur Alyssa menyukai wajah datar ini, membuat Mario semakin terlihat tampan dengan tatapan hazel yang terlihat semakin memesona.
"Lalu, apa yang kau lakukan di sini? Di apartemen, Alyssa" Mario memutar bola matanya kesal, sepupunya ini benar-benar banyak bicara.
"Tidak ada yang melarang jika aku bermalam di apartemen calon istriku bukan?"
Hampir saja Sivia memekik karena saking terkejutnya mendengar ucapan Mario, calon istri? Ya Tuhan sepertinya ia benar-benar melewatkan sesuatu. Terakhir kali ia tau bahwa Mario dan Alyssa menjalin kontrak kerja sama dan sekarang bahkan mereka sudah ingin menikah, dan bodohnya ia melewatkan informasi itu. Untung saja ia memilih berkunjung ke apartemen Alyssa saat ini, jika tidak mungkin ia akan tahu setelah Mario dan Alyssa melakukan resepsi pernikahan.
"Kalian berhutang cerita kepada ku" Sivia menatap Mario dan Alyssa dengan tatapan butuh penjelasan. Berdiri dari posisi duduknya, Sivia menghampiri Mario dan Alyssa lalu mengambil posisi duduk di antara keduanya.
Baik Mario dan Alyssa memutar bola matanya tak suka melihat kelakuan Sivia. Ah ayo lah, kapan wanita ini bersikap normal.
"Tak ada yang perlu di ceritakan Sivia" jawab Alyssa malas, tubuhnya sudah ia sandarkan di sandaran sofa "Aku dan Mario di jodohkan. Hanya itu" tambahnya.
Sivia memperbaiki posisi duduknya, ia tidak puas dengan jawaban acuh Alyssa. Bukan itu yang ingin ia dengar, tapi bagaimana mungkin Alyssa menerima begitu saja menikah dengan Mario.
Bukan, bukan Sivia tidak suka melihat Alyssa mulai membuka hatinya kembali, tetapi Sivia tahu betul bagaimana watak sahabatnya ini, ia tahu betul apa yang Alyssa alami di masa lalunya. Lalu apa yang menyebabkan Alyssa menerima begitu saja perjodohannya dengan Mario?
"Bukan itu yang ingin aku tanyakan Al, tapi bagaimana mungkin kau menerima begitu saja perjodohan mu dengan Mario"
Mario membelalakkan matanya tak percaya mendengar perkataan Sivia, astaga apa yang di katakana sepupunya ini barusan, ingin membuat Alyssa berubah pikiran dan menolaknya. Dan tiba-tiba saja, ada keinginan Mario untuk membunuh sepupunya itu.
"Jonathan, kau sudah melupakannya?" Sivia menatap Alyssa dengan tatapan serius, dapat Sivia lihat tubuh Alyssa yang menegang saat nama itu ia sebutkan. Sivia bukan ingin mengungkit masa lalu Alyssa, hanya saja ia ingin memberitahu sahabatnya ini bahwa pernikahan bukanlah hal yang sepele. Bukan hanya janji yang di ucapkan kepada pasangan kita, tetapi janji yang juga akan di ucapkan kepada Tuhan di altar dan di saksikan oleh banyak orang.
Sivia bahkan sangat tahu bagaimana dulu Alyssa harus bangkit dari keterpurukannya, melewati masa-masa menyakitkan itu, hingga kejadian beberapa tahun yang lalu menjadikan Alyssa yang dingin dan tertutup.
Sivia sendiri juga tahu betul bagaimana sifat sepupunya, Mario yang selalu tidur dengan wanita satu malamnya, Mario yang bahkan tak pernah mau terikat dengan hubungan pernikahan, namun sekarang Mario bersedia mengikat diri dengan pernikahan bersama Alyssa, sahabatnya.
Walaupun niat awalnya memang ingin mempersatukan Alyssa dan Mario, tetapi Sivia ingin keduanya saling mengenal terlebih dahulu hingga akhirnya rasa cinta itu tumbuh dengan sendirinya, dan menurutnya ini terlalu cepat. Bukan kah begitu?
"Jonathan? Bahkan aku tak mengingat nama itu lagi"
Bohong! Tentu saja ia berbohong. Bagaimana mungkin ia tidak mengingat Jonathan jika belum lama ini ia bertemu dengan pria itu.
"Kau sungguh menggangu waktu ku Sivia, bisa kau pergi dari sini? Aku dan Alyssa harus istirahat" Sivia mendengus kesal mendengar ucapan Mario, ia bahkan belum selesai berbicara dengan Alyssa.
Memutar tubuhnya ke kiri, Sivia menatap Mario kesal "Bisa kah kau diam sebentar Mario, kau yang mengganggu ku"
"Oh ayolah Sivia, kita tentu tahu siapa pengganggu sebenarnya disini. Apa kau tak lihat aku sedang sakit dan butuh istirahat? jika kau di sini kau mengganggu Alyssa untuk merawat calon suaminya"
Shittt!!!
Alyssa mengumpat dalam hati, Mario benar-benar membuatnya malu. Alyssa melihat saja Sivia yang kini berbalik dan menatapnya, ralat menggodanya lebih tepatnya.
"Apa aku mengganggu waktu mu Al? itu sebabnya kau menyuruhku pergi tadi? Ahhhh, aku bahkan tak lebih penting dari pria bar-bar mu itu" Alyssa menatap Sivia jijik, sejak kapan sahabatnya semenjijikkan ini. Ya Tuhan.....
"Tentu saja, dan lebih baik kau keluar sekarang juga Sivia, sebelum aku yang menarikmu keluar dari sini" jawab Mario cepat sebelum Alyssa menjawab.
Sivia tersenyum menggoda, lalu....
"Plakkkk"
"Arghhhh" erang Mario saat Sivia dengan tak berdosanya memukul tangan kirinya yang terlilit gips, tak terlalu kuat tapi cukup membuat tangannya nyeri tak karuan rasanya.
"Kau yakin dengan tangan seperti ini ingin menarik ku Mario? Baik lah aku permisi dulu sepupuku tersayang, dan kau Alyssa, aku titip sepupu sialan ku ini" Sivia melenggang keluar sesaat sebelumnya mengambil kunci mobil dan tasnya di nakas meja tv.
"Brengsek kau Sivia, aku pastikan kau tidak akan melihat matahari terbit besok" maki Mario dengan masih mengontrol rasa sakit di pergelangan tangannya
"Aku menunggu saat-saat itu Mario!!" balas Sivia dengan nada suara yang agak di tinggikan agar Mario masih dapat mendengar suaranya yang saat ini ia sudah sampai di depan pintu apartemen Alyssa.
"Kau tak papa?" suara bersyarat khawatir milik Alyssa menyadarkan Mario yang masih mencoba mengontrol rasa sakitnya. Jujur saja, tangannya kembali terasa nyeri setelah apa yang Sivia lakukan tadi.
"Bisa tolong ambilkan obat ku" pinta Mario dengan nada rintihan, Alyssa dengan cepat mengangguk dan langsung berlari menuju kamarnya mengambil obat yang tadi sempat ia letakkan di meja riasnya. Ya Tuhan, jika sudah seperti ini ia yakin Mario benar-benar merasa kesakitan, dan ia bersumpah akan mengutuk Sivia setelah ini.
Mario menyandarkan kepalanya di sandaran sofa sambil menunggu Alyssa kembali mengambil obat. Keringat dingin pun sudah membasahi dahi-nya. Sepupunya itu benar-benar gila.
Suara langkah kaki terdengar, dan benar saja tak berselang lama Alyssa telah datang dengan membawa obat dan segelas air minum di tangannya. Alyssa membantu Mario untuk meminum obat, pria itu langsung menyandarkan kepalanya di bahu Alyssa setelah obat itu tertelan melalui tenggorokannya.
Melihat wajah lelah Mario, Alyssa membiarkan saja Mario bersandar di bahunya. Tangannya terulur mengambil tisu di meja, lalu mengusap wajah Mario yang berkeringat.
"Mario" bisik Alyssa mencoba membangunkan Mario, setidaknya ia harus menyuruh Mario untuk beristirahat dengan nyaman di kamarnya.
"Mario" panggil Alyssa lagi untuk kedua kalinya saat Mario tidak merespon panggilannya.
"Hemm" dehem Mario menjawab panggilan wanitanya. Ia masih cukup lelah untuk mengeluarkan suara.
"Setidaknya kau harus istirahat di kamar, istirahat di sini tidak terlalu nyaman untuk mu" Mario mengangguk mengiyakan saran Alyssa, sebenarnya ia lebih merasa nyaman dengan posisi ini, tapi Alyssa-nya juga membutuhkan istirahat.
Alyssa meraih tangan kanan Mario yang tidak di gips, lalu ia letakkan di bahunya. Cukup sulit memang memapah Mario untuk sampai ke kamar mengingat tubuhnya tak sebanding dengan tubuh tegap milik Mario.
Membaringkan Mario di ranjangnya, setelah itu Alyssa menarik selimut menutupi tubuh Mario sebatas pinggang.
"Al" Alyssa membatalkan niatnya untuk keluar kamar menuju kamar tamu di lantai bawah saat mendengar suara Mario memanggilnya.
Alyssa mengerutkan dahi melihat Mario menepuk-nepuk sisi tempat tidur kosong di sisi kanan. Namun kerutan itu tak bertahan lama ketika Alyssa mengerti apa yang Mario maksud. Ya Tuhan, sejak kapan pria ini menjadi sangat manja.
Perlahan Alyssa bergerak ke sisi kanan ranjang king size miliknya lalu ikut merebahkan diri di sisi kanan Mario. Entah apa yang merasuki Alyssa, ia kini tanpa memprotes melakukan apa yang Mario inginkan.
Mario tersenyum senang saat Alyssa menurut tanpa harus di awali dengan perdebatan kecil karena Alyssa yang biasanya selalu menolak apa yang Mario inginkan.
Memperbaiki sedikit posisi tidurnya, Mario menarik Alyssa agar semakin mendekat kepadanya. Tangan kanannya ia jadikan sebagai bantalan Alyssa. Dan Alyssa pun dengan nyaman tidur dengan memeluk tubuh tegap milik Mario.
"Hon" panggil Mario dan hanya dibalas deheman ringan milik Alyssa. Tangan Alyssa sejak tadi mulai membuat pola lingkaran di dada bidang Mario membuat Mario sekuat tenaga menahan miliknya yang minta di puaskan.
"Jangan menggoda ku sayang, apa kau benar-benar ingin membuatku frustasi? Menggoda ku saat kondisi ku seperti ini?" Mario memejamkan matanya, sensasi jemari Alyssa di dadanya benar-benar membuat miliknya menegang.
'Ohh, ayo lah ini hanya sebuah sentuhan, dan shittt.... Brengsek kau Alyssa, membuat ku frustasi hanya karena sentuhanmu" batin Mario mengumpat kesal, bahkan ia tidak bisa menyentuh wanita yang saat ini tengah menggodanya. Ia bersumpah akan menerjang Alyssa jika kondisinya tidak semenyedihkan ini.
Alyssa terkekeh lucu saat mengetahui seberapa besar Mario harus menahan gairahnya, Alyssa dapat mengetahui dari milik Mario yang kini menegang hebat dan menekan pangkal pahanya. Astaga, menggoda Mario ternyata menyenangkan. Batin Alyssa tertawa.
Seakan belum puas melihat Mario yang kini tersiksa dengan gairahnya, Alyssa dengan sengaja mempersempit jarak hingga dengan posisi sedekat ini membuat milik Mario berada berada di antara kedua pahanya.
"Lakukan Mario, lakukan jika kau bisa melakukannya" bisik Alyssa dengan suara serak hingga membuat Mario menggeram semakin frustasi.
"Aku bersumpah akan membalasmu, tunggu masa itu tiba sayang" geram Mario
"Aku menunggunya" bisik Alyssa, lalu memejamkan matanya meninggalkan Mario yang sedang frustasi karena kelakuannya.