Namara berhasil keluar dari istana kristal dengan perasaan jengkel. Dia mencengkeram batu kristal di tangannya dengan kuat. Rasanya dia ingin menghancurkan itu. Namun, benda itu terlalu keras.
Dia membuang napas kasar dan kembali menyimpan batu itu dengan asal. Setelah itu dia menekan dadanya sendiri. Dengan cepat dia langsung membungkuk dan mencoba memuntahkan bola cahaya yang sudah masuk ke tubuhnya.
Kedua matanya sampai berkaca-kaca. Dia bersikeras memuntahkan benda itu sampai isi perutnya pun keluar. Namun, benda yang diinginkan sama sekali tidak keluar.
"Sialan!" gerutu Namara. Dia mengusap sudut matanya dengan kasar.
Di mana Eros? Tiba-tiba dia teringat pria itu. Dia ingin meminta tolong padanya. Dia juga ingin tahu bagaimana perasaan pria itu jika tahu sesuatu yang buruk sudah terjadi padanya.
"Purnama masih belum datang," lirih Namara. Dia menghela napas panjang. Akhirnya dengan enggan dia melangkah meninggalkan dimensi cincin penyimpanan.