Alan menggandeng Raya masuk kedalam tapi setelah menutup pintu Raya ditarik kedalam pelukannya, bibir Raya yang jadi sasaran Alan, Alan mendudukan Raya di sofa dan menekannya dengan tubuh tinggi besar Alan nafas mereka memburu saat Alan mau membuka baju Raya, Raya menggeleng, hingga Alan terlihat kecewa,
"Ada Bu Mimin yank..." Muka Raya memerah seperti kepiting rebus, Alan malah jahil tetap di buka bajunya setelah kancing kemeja Raya terbuka separo, tanpa ampun meremas dadanya dan menurunkan ciumannya,
"Alan ... pindah! jangan disini!" Alan mengangguk dan masuk kekamarnya lalu menuntaskan hasrat mereka sampai tuntas, Raya menatap Alan yang kelelahan, bibirnya mengulum senyum, Alan menatap Raya,
"Lagi?" Raya menggeleng,
"Kamu kelelahan yank... Aku bawain makan siangnya dikamar aja ya!" Raya menawarkan pada Alan, Alan mengangguk dan pengecup kening Raya, setelah berpakaian Raya kedapur. Sisa- sisa keringat masih ada di wajah Raya, Raya juga tak menyadari kalau Bu Mimin memerhatikan kemeja Raya yang kusut, Bu Mimin hanya tersenyum, Raya menaruh nasi di piring dan beberapa lauknya ,
"Na Alan mau makan di kamar ya Na Raya?"
"Iya Bu, Alan kecapean." sekilas Raya melirik Bu Mimin yang tersenyum, muka Raya jadi memerah,
"Oh iya Bu, tolong antarkan kekamar Raya." Raya melihat tangannya, Bu Mimin paham lalu mengangguk.
"Baik Na, ibu antarkan."
"Makasih Bu." Raya masuk lagi kekamarnya diikuti Bu Mimin, di dalam Alan masih bertelanjang dada dan memejamkan matanya, Bu Mimin buru- buru keluar setelah menaruh makanan di meja dekat kolam renang, Raya tersenyum melihat tingkah Bu Mimin lalu, Raya naik ketempat tidur lagi mengecup bibir Alan sekilas. Alan membuka matanya dan tersenyum,
"pakai baju kita makan!" Ajak Raya, Alan mengangguk, Raya mengambil handuk kecil menyeka keringat Alan dengan lembut, Alan sangat bahagia di perlakukan Raya seperti itu, setelah memakai baju, Alan duduk di kursi dan mulai menyantap makan siangnya dengan Raya sambil sesekali memeluk Raya, setelah makan Raya meminum obat sambil menarik nafas panjang sepertinya tidak suka dan Raut matanya berubah sedih menatap obat yang ada di depannya, melihat Raya sedih, Alan langsung memeluknya,
"Kenapa yank? malas meminum obatnya?" Raya menggeleng,
"Terus?" tiba- tiba Raya menangis makin lama makin keras membuat Alan bingung,
"Kenapa yank? ada yang sakit atau kenapa? kita kedokter." Raya mulai menghentikan tangisnya menatap Alan,
"Ada yang belum kuceritakan padamu."
"Apa?" Alan makin bingung melihat Raya terlihat frustasi,
"Sudah jangan bilang apa- apa lupakan saja aku tidak mau kamu sedih seperti ini!" Alan mengelus rambut Raya, mendengar itu hati Raya makin sakit,
"Lan... sepertinya..." Raya menatap Alan dan menundukan kepalanya,
"Setelah aku keguguran kemarin ... untuk kedepannya..." Raya mengangkat kepalanya dan mulai menitikan air matanya lagi,
"Aku akan susah hamil lagi... kemungkinan besar aku tidak bisa hamil lagi." suara Raya pelan,
"Kenapa sedih? tidak apa- apa, kalau Tuhan tidak menitipkan anak lagi untuk kita sama sekali tidak masalah, apa kamu lupa kita sudah punya Natan?"
"Tapi Natan... dan keluargamu?... kamu anak tunggal..."
"Natan anakku, anak kita ... aku yang menikah dan memilih, jangan pikir aku akan meninggalkanmu... aku mencintaimu... sangat mencintaimu."
Raya memeluk erat Alan, Alan membalasnya,
"Jangan pernah bersedih lagi dan jangan pernah memikirkannya!" Raya mengangguk,
"Makasih Lan, kamu terlalu baik."
"Kenapa berterimakasih padaku? sedang kamu yang memberi kehidupan di hatiku, Jangan pernah meninggalkanku!" Alan menatap Raya, Raya mengangguk,
"Kita akan bersama selamanya..." itu yang akhirnya keluar dari mulut Raya,
"Mau jalan yank?" Alan mengalihkan pembicaraannya agar Raya tidak sedih lagi, Raya menggeleng,
"Sebaiknya kamu istirahat! aku akan menemanimu." Raya tersenyum dan pipinya merona, Alan menatap gemas istrinya, mereka telah melakukannya berkali- kali hari ini dan masih ingin lagi,
"Kalau kita di kamar terus akhirnya polos seperti ini yank." goda Alan, Raya menutup mukanya dan membenamkannya ke dada Alan, bau parfum Alan bercampur keringat membuatnya ingin menempel terus di tubuh Alan, lama - lama Raya menutup matanya karena berada di sekitar Alan rasanya sangat nyaman, Raya tertidur pulas di pelukan Alan.
Begitupun Alan, mereka saling melengkapi dan membutuhkan.
jam 7 malam Alan dan Raya baru keluar dari kamarnya, mereka benar- benar melepas rindu. Bu Mimin baru selesai masak buat makan malam, melihat Raya dan Alan Bu Mimin tersenyum,
"Makan malamnya sudah siap Na..."
"Makasih Bu..." Raya melihat makanan yang begitu banyak, menatap Bu Mimin,
"Ibu sudah bawa makanan untuk bapa?" Bu Mimin menggeleng,
"Kami tidak mungkin menghabiskan makanan sebanyak ini, besok- besok kalau Ibu masak di sini, sekalian Ibu bawa buat bapa!" Bu Mimin mengangguk,
"Sekarang panggil bapanya kita makan bersama, iya kan yank?" Raya menatap Alan meminta persetujuan Alan,
"Iya Bu, malam ini kita makan bareng. Sayang makanannya banyak banget." walau ragu takut mengganggu, Bu Mimin mengangguk dan memanggil suaminya, setelah pak Deden datang, mereka makan bersama, Alan tetap bersikap mesra dan sesekali mencuri ciuman di pipi Raya membuat Raya tertunduk melihat Bu Mimin dengan Pak Deden saling pandang dan tersenyum.
"Bu... Anak ibu kapan selesai kuliahnya?" disela- sela keheningan Alan bertanya kepada Bu Mimin,
"Sekarang lagi skripsi Na..."
"kalau mau bekerja, kekantornAlan juga bisa Bu.." Bu Mimin menatap Alan hampir tidak percaya,
"Tapi Na..." Bu Mimin masih ragu- ragu.
"Saya mau nerima anak Ibu karena, saya tau anak ibu cerdas dan ulet." Bu Mimin mengangguk,
"Terimakasih sebelumnya... nanti Ibu bicarakan sama Dani." Alan tersenyum,
Acara makan selesai Bu Mimin segera membereskannya,
"Maaf Bu Raya sekarang tidak bisa berbuat apa- apa, karena tangan Raya." Bu Mimin sontak tertawa,
"Na Raya ini lucu, kan Ibu yang kerja di sini kenapa Na Raya malah minta maaf." Raya nyengir.
"Abisnya nyuci piring sendiri saja susah Bu." Keluh Raya,
"Itu semua kerjaan Ibu." Raya tersenyum,
"Kamu begini aku malah seneng." tiba- tiba Alan bersuara,
"Kok gitu... kan aku sakit, kamu seneng aku sakit...?"
"Iya ... kamu selalu di sampingku sekarang." Alan mengedipkan matanya menggoda Raya,
"Alannn..." Nada suara Raya manja, tanpa ampun Alan menggendongnya masuk kekamar dan menguncinya, melihat tingkah Raya dan Alan, Bu Mimin tersenyum ikut bahagia.
Sementara di kamar Raya meronta- ronta.
"Turunkan yank! kamu mau ngapain lagi? pintunya jangan di kunci." Alan tersenyum dan mendudukan Raya di sofa,
"Mau bercinta..."
"Lannn..." Alan mengecup pipi Raya, lalu duduk di samping Raya.
"Aku senang bisa berdua denganmu seperti ini."
"Aku juga." balas Raya, Alan menarik tangan Raya dan memberikan sebuah kalung di tangan Raya, Raya terpana melihat ada huruf R dan A yang di satukan di cetak di liontin yang bergambar hati,
Raya langsung memeluk Alan...
"Makasih yank... ini sangat indah."
"tok...tok... tok"
pintu kamar di ketuk dari luar.
"Ya." Raya bangun dan membuka pintu kamar,
"Na Raya ada tamu, nyari Na Alan..."
Alan langsung keluar menuju ruang tamu, berbincang sebentar dan berjabat tangan,
"Yank, sini!" Panggil Alan, Raya yang sedang merapikan tempat tidur langsung menghentikannya dengan cepat menemui Alan,
"Ada apa?" Raya muncul dengan tergesa -gesa.
"Coba lihat di halaman! kalau tidak suka, bisa di tukar." Alan menarik tangan Raya menuju halaman depan, mata Raya terbelalak melihat ada mobil Toyota Supra warna merah parkir di halaman,
"Bagaimana?" Alan mengelus kepala Raya,
"Lannn aku tidak perlu ini... ini terlalu bagus."
"Aku ini suamimu... memang tak boleh membelikan sesuatu untuk istri kesayangannya?"
Raya memeluk erat Alan,
"Aku suka... makasih." Alan mengangguk,
"Tapi untuk sekarang ini, jangan mengemudi sendiri."
"Iya aku tau... maaf."
"Aku takut tubuhmu lecet."Alan mengecup kening Raya,
ketika keduanya berbalik mau masuk kedalam rumah, Herlambang datang,
"Gimana kabar putri papa?" Herlambang turun dari mobilnya dan memeluk Raya,
"Baik pah..." Herlambang menatap Alan,
"Kapan balik?"
"Kemaren pah." Herlambang tersenyum,
"Pantesan lengket." Herlambang menggoda, karena tangan Alan dan Raya tetap berpegangan, Pipi Raya merona,
"Ah papa..."Raya menundukan kepalanya,
"Papa antar mobil buatmu, mengganti mobil kemarin yang rusak." Herlambang menunjuk mobil Audi putih yang di bawa anak buahnya dan menyerahkan kunci pada Raya,
"Papa Alan udah membelikan untuk Raya." Raya menunjuk mobil yang di belikan Alan, Herlambang tersenyum,
"Ya sudah buat ganti- ganti aja." Jawabnya enteng,
"Ayo masuk pah!" ajak Alan, Herlambang mengangguk, Bu Mimin membawakan teh untuk Herlambang,
"Kalian itu selalu memanjakanku." Raya cemberut bukannya girang, karena menurutnya dia tak perlu diperlakukan begitu,
"Kami memperlakukanmu karna kamu istimewa dan karna kami sayang..." Alan mengelus rambut Raya,
Herlambang tersenyum bahagia melihat Raya di perlakukan baik oleh Alan,
"Alan benar sayang, papa menyayangimu..."
"Hadiah ini terlalu banyak." mata Raya berkaca,
"Kamu pantas mendapatkannya." jawab Alan sambil mengecup kening Raya.