Harry terkejut saat berada di stasiun kereta api. Nampaknya ia melihat seseorang yang ia kenal. Namun penampilannya berbeda dari penyihir yang ada di sekelilingnya gadis itu memakai Kacamata hitam, kaos putih polos dengan kemeja biru, celana jeans dan sepatu kets rambut hitam pendeknya kini terdapat corak blonde di ujungnya kalau tidak teliti Harry pasti tak mengenalinya. Setelah melihat Sherly ia memandang sekeliling dan menyadari penampilannya berbeda dengan penyihir lain yang memakai Topi kerucut dan jubah
"Sherly..?" Sapa Harry agak ragu
"kenapa? Heran ya?" Hagrid melirik penampilan sherly yang aneh baginya
"Dia juga penyihir...kami memang sepakat akan membeli perlengkapan bersamamu. Hey Sher Kau kan penyihir apalagi berdarah murni tapi penampilanmu..." lanjut Hagrid mengkritik penampilan Sherly
Tanpa tersinggung sedikitpun Sherly menjawab .
"Meskipun aku juga seorang penyihir tapi... harus kuakui kalau style penyihir itu tak sebagus muggle – jangan tersinggung okey, aku lebih suka style dari bangsa Muggle mereka tau betul apa itu fashion."
"Ayo.... banyak tempat yang harus kita datangi hari ini." Tegur Hagrid
"eodiga....?" tanya Sherly. Hagrid mendesah kesal
"Sudah kubilang berhenti memakai kata – kata yang tak ku pahami" Gerutunya, Sherly hanya menggaruk kepalanya sambil tersenyum dan minta maaf
"Mian.... Opps....sorry!" Sherly buru – buru membekap mulutnya sendiri, sementara Harry hanya tersenyum melihatnya.
Hagrid tersangkut pembatas tempat pembelian karcis dan mengeluh keras – keras bahwa tempat duduknya sempit dan keretanya terlalu lambat.
"Aku tak mengerti bagaimana muggle bisa bertahan tanpa kekuatan sihir." Ujar Hagrid saat menuruni eskalator macet menuju jalan ramai yang dikelilingi deretan toko-toko.
"kelebihan muggle bukan pada sihir tapi teknologi" protes Sherly
"terserah-ini dia... Leaky Cauldron – Kuali Bocor tempat ini terkenal"
Mereka memasuki tempat tersebut seseorang menawari Hagrid minuman "biasa Hagrid?���
"Tidak bisa Tom. Sedang ada urusan Hogwarts." Kata Hagrid sambil menepuk bahu Harry
"astaga!!!" celetuk pelayan bar "apakah ini... mungkinkah ini...?" mendadak tempat tersebut sunyi.
"beruntungnya aku – Harry Potter sungguh kehormatan besar" seru pelayan bar tersebut lalu menjabat tangan Harry sambil bercucuran air mata.
"Selamat datang kembali Mr. Potter.... selamat datang kembali"
Harry tampak bingung banyak kursi berderit lalu Harry bersalaman dengan semua orang yang ada disana.
"Doris Crockford, Mr. Potter saya tak percaya bisa bertemu dengan anda"
"Dari dulu saya sudah ingin menjabat tangan anda saya jadi salah tingkah"
"Senang sekali Mr. Potter tak bisa terkatakan Diggle nama saya Dedalus Diggle"
"Saya pernah melihat anda sebelumnya – anda yang membungkuk pada saya di depan toko" topi pria itu terjatuh saking bersemangatnya.
"Dia ingat!!!" pekiknya seraya memandang berkeliling " kalian dengar itu, dia ingat padaku"
Seorang pemuda mendekat tegang sebelah matanya berkedut – kedut
"Professor Quirrell" sapa Hagrid "Harry, Sherly dia akan jadi salah satu gurumu di Hogwarts"
"P-p-potter" Dia bicara tergagap sambil menjabat tangan Harry, "t-t-tak b-b-bisa kukatakan b-betapa senangnya aku b-b-bertemu denganmu"
"Sherly Holmes Professor" Sherly memperkenalkan diri.
"Ho-Holmes…k-kau putri Sherlock Holmes?" Quirrell tampak terkejut setelah mengetahui namanya ada senyuman tersungging di bibirnya namun matanya terlihat cemas dan tangannya gemetar.
"Ya… kau pasti tak menyangka kan, tunggu sampai kau tau sifat aslinya" ujar Hagrid sambil terkekeh, Sherly menginjak kaki besar Hagrid sekuat tenaga tapi dia tampak biasa saja.
"Ilmu gaib apa yang anda ajarkan Professor?" tanya Sherly
"P-p-pertahanan t-terhadap ilmu hitam" seakan tak mau membahasnya dia mengalihkan "K-kau sih sebetulnya t-t-tidak perlu, eh P-potter" dia tertawa gugup "K-kau akan mem-membeli perlengkapanmu kan Potter. Aku sendiri juga harus mem-membeli buku tentang vampir" dia kelihatan ngeri sendiri.
Semakin banyak yang mulai mendekat pada mereka. Akhirnya Hagrid berhasil membuat suaranya mengalahkan keributan mereka.
"Hagrid kita harus bergegas.... tak ada waktu untuk ini" bisik Sherly
"Harus pergi – banyak yang harus dibeli, Ayo". Hagrid mengajak mereka keluar melewati bar, menuju halaman kecil yang dekelilingi tembok. Tak ada apa-apa di halaman itu kecuali sebuah tempat sampah dan ilalang. Hagrid menyeringai pada mereka.
"Apa kataku! Aku sudah bilang, kan. Kau ini terkenal. Bahkan Prof Quirell pun gemetar ketemu kau – tapi dia memang selalu gemetar."
"Apa dia selalu gugup begitu? Cara dia menatapku sungguh aneh membuatku tak nyaman" tanya Sherly
"Oh, yeah. Kasihan otaknya brilian. Dulunya sih baik-baik saja waktu masih belajar dari buku, tapi kemudian dia cuti setahun mau alami sendiri... orang bilang dia ketemu Vampir di Balck Forest dan sempat ribut dengan nenek sihir jahat - sejak itu dia berubah. Takut pada muridnya, takut pada mata pelajaran yang diajarkannya - eh mana payungku?".
"Well, ingatkan aku untuk tidak berurusan dengan Vampir" gumam Sherly
Hagrid menghitung batu batapada tembok diatas tempat sampah "keatas tiga... ke samping dua...," dia bergumam "ini dia mundur Harry". Dia mengetuk tembok tiga kali dengan ujung payungnya. Batu bata yang disentuhnya bergetar – meliuk malah di tengahnya, muncul lubang kecil – makin lama makin besar, sedetik kemudian mereka sudah berhadapan dengan gerbang yang bahkan cukup besar untuk Hagrid. Gerbang masuk ke jalan berbatu yang berkelok-kelok dan dan membelok lenyap dari pandangan.
"Selamat datang di Diagon Alley" Kata Sherly. Dia menyeringai melihat Harry yang terpana, melangkahi gerbang yang terbuka itu. Harry cepat-cepat menoleh kembali dan mendapati tembok batu tersebut merapat kembali. Sinar matahari menyinari tumpukan kuali di depan toko, Harry menatap deretan reklame iklan toko tersebut.
"Yeah, kau perlu satu tapi kita ambil uangmu dulu" kata Hagrid. Harry sibuk memerhatikan sekelilingnya melihat semua hal yang belum pernah dilihatnya.
"Gringotts" kata Hagrid. Mereka tiba di bangunan putih yang menjulang diantara toko-toko kecil disebelah pintu perunggu mengilap berdiri tegak makhluk berseragam merah dan emas.
"Harry, itu Goblin" bisik Sherly seraya mengedikkan kepala ke arah makhluk itu. Mereka mendaki undakan putih. Wajahnya yang hitam tampak cerdas, dengan janggut runcing danjari-jari tangan serta kaki yang panjang. Makhluk itu membungkuk ketika mereka masuk. Sekarang mereka menghadapi sepasang pintu kedua, yang perak dengan kata-kata berikut terpahat diatasnya :
Masuklah, orang asing, tetapi berhati-hatilah
Terhadap dosa yang harus ditanggung orang serakah,
Karena mereka yang mengambil apa saja yang bukan haknya,
Harus membayar semahal-mahalnya
Jadi jika kau mencari di bawah lantai kami
Harta yang tak berhak kaumiliki,
Pencuri, Kau telah diperingatkan,
Bukan harta yang kau dapat melainkan ganjaran
"Seperti sudah kubilang, gila kau kalau berani merampok disini" kata Hagrid
"Itulah harga yang harus dibayar" gumam Sherly
Sepasang Goblin membungkuk ketika mereka memasuki pintu perak, dan mereka berada di aula pualam besar.Kira-kira dari seratus goblin duduk di atas bangku tinggi di belakang meja panjang sibuk menulis di buku kas besar, menimbang koin di timbangan kuningan, memeriksa batu-batu mulia dengan kaca pembesar. Ada terlalu banyak pintu keluar dari aula itu hingga tak bisa dihitung, tapi ada lebih banyak lagi goblin yang mengantar orang-orang keluar masuk pintu-pintu terrsebut. Hagrid, Harry dan Sherly menuju meja.
"pagi" kata Hagrid pada goblin yang sedang kosong. "Kami datang untuk mengambil uang dari lemari besi Mr. Harry Potter".
"Punya kuncinya. Sir?"
"Ada" Kata Hagrid dan dia mulai mengeluarkan isi sakunya diatas meja. Sherly dan goblin tersebut mengernyit melihat benda-benda yang dikeluarkannya.
"ini dia"kata Hagrid seraya mengeluarkan kunci emas kecil. Goblin memeriksanya dengan teliti.
"Kelihatannya oke"
"Dan aku membawa surat dari Prof. Dumbledore." Kata Hagrid sok penting sambil membusungkan dada "ini tentang Kau-Tahu-Apa di ruangan 713" Sherly mengerutkan kening, si goblin membaca surat dengan cermat.
"baiklah" katanya mengembalikan surat itu kepada Hagrid. "Akan kusuruh petugas mengantar kalian bertiga ke kedua tempat simpanan itu. Griphook"
"Kau-Tahu-Apa di ruang 713, benda apa itu?" tanya Sherly penasaran.
"Tak bisa kuberitahu" jawabnya. "sangat rahasia. Urusan Hogwarts, Dumbledore mempercayakan padaku. Aku bisa dikeluarkan kalau beritahu kalian"
Griphook membukakan pintu, mereka tercengang karena kini berada di lorong batu sempit yang diterangi cahaya obor-obor. Lorong itu menurun curam dan ada bekas rel kecil di lantainya, Griphook bersiul, lalu muncul kereta kecil yang meluncur ke arah mereka. Mereka naik-Hagrid dengan susah payah dan kereta pun berangkat.
Kereta berjalan berkelok-kelok sendiri Kereta yang berderak-derak itu sepertinya tahu jalnnya sendiri tanpa dikemudikan Griphook. Mata mereka pedas diterpa udara dingin. Kereta meluncur naik-turun semakin dalam, melewati danau bawah tanah dengan stalaktit dan stalagmit yang muncul di atap dan dasarnya.
"Aku tak pernah tau perbedaan stalagtit dan stalagmit" teriak Harry
"Stalagmit pakai 'M'," katanya "jangan tanya-tanya aku dulu aku pusing, mau muntah" dia memang tampak pucat bersandar di dinding lorong menunggu lututnya berhenti gemetar.
"Hah... menggelikan sekali" komentar Sherly
Griphook membuka kunci pintu, asap tebal hijau mulai menipis dan Harry ternganga melihat tumpukan Galleon, Sickle dan knut memenuhi ruangan.
"Semua untukmu" Kata Hagrid sambil membantu memasukkan uang kedalam tas.
"yang emas ini Galleon" jelas Sherly. "tujuh belas Sickle sama dengan satu Galleon dan dua puluh sembilan knut sama dengan satu sickle, tidak sulit kan?"
"Ruang 713, bisakah keretanya pelan sedikit? Tanya Hagrid
"Cuma satu kecepatan,"Kata Griphook
Tiba di ruang besi 713 tak ada lubang kuncinya. "Mundur" tegurnya dia membelai lembut pintunya dengan satu jari dan pintu itu meleleh begitu saja.
"Kalau orang lain-bukan goblin Gringotts yang melakukannya mereka akan tersedot lewat pintu dan terperangkap di dalam" jelas Griphook
"Perangkap?... seberapa sering kau mengeceknya?" tanya Sherly
"kira-kira sekali dalam sepuluh tahun" dia menyeringai,
Lemari besi itu terbuka dan terdapat bungkusan kertas cokelat kecil kumal tergeletak di lantai. Hagrid memungutnya dan memasukkannya dengan hati-hati ke dalam mantelnya lalu kembali naik kereta.
Sherly POV
Setelah perjalanan naik kereta gila-gilaan aku merasa silau pada sinar matahari diluar Gringotts.
"Lebih baik beli seragam kalian dulu" ujar Hagrid seraya mengangguk kearah toko jubah madam Malkin.
"Eh Harry, Kau keberatan tidak kalau aku pergi sebentar ke Leaky Cauldron untuk beli minuman? Aku benci Gringotts"
Madam Malkin adalah penyihir bertubuh pendek gemuk, penuh senyum, berpakaian serba lembayung muda.
"Hogwarts, Nak?' tanyanya ketika Harry mau bicara. "Banyak yang kesini, malah ada satu yang fitting"
Di bagian belakang toko, seorang anak laki-laki dengan rambut keperakan dan wajah runcing pucat berdiri di atas bangku pendek kecil, sementara ada penyihir kedua yang melipat jubah hitam panjang dan menyematnya dengan jarum pentul. Madam Malkin menyuruh Harry dan aku berdiri di sebelahnya, memasukkan jubah panjang melewati kepalanya, dan mulai menyematnya hingga panjangnya pas.
"Halo... Kalian Hogwarts juga?" tanya pria itu.
"Ya" jawab Harry singkat.
"Ayahku disebelah membeli buku-buku dan ibuku pergi ke toko lain mencari tongkat sihir," kata anak itu. Suaranya sungguh membosankan dan dipanjang-panjangkan.
"Aku akan menarik mereka untuk melihat sapu terbang. Aku tidak tahu mengapa tahun pertama tidak boleh memiliki sapu sendiri. Aku pikir aku akan memaksa ayah untuk membelikan satu dan akan kuselundupkan" ocehnya
Aku segera mencoba memakai jubah dan bercermin, sebenarnya untuk menghindari dia mengoceh.
"Apa kau sudah punya sapu?"
"Belum" jawab Harry singkat
"Main Quidditch?"
"Tidak" kata Harry lagi, Aku menghela napas dan menggembungkan pipiku sudah kebiasaanku ketika menahan kesal, rasanya ingin menutup mulutnya dengan plester, menjengkelkan melihat dia mengoceh sementara Harry tidak tahu apa-apa.
"Aku sih main-Ayah bilang kelewatan kalau aku tidak terpilih dalam tim asramaku, harus kukatakan-Aku sepakat. Sudah tau kau akan di asrama mana?"
"Tidak" Aku agak menyesal belum menjelaskan banyak hal pada Harry hingga kini dia tampak tolol di depan cowok pucat ini.
"Yah tidak ada yang tau sampai tiba disana, kan tapi aku tau akan masuk di Slytherin, semua keluarga kami disana –bayangkan kalau sampai di Hufflepuff, kurasa aku aku akan pindah iya, kan?"
"Banyak penyihir hebat disana bukan berarti kau akan menjadi hebat juga bila berada di sana, semua tergantung siapa yang berada di sana-Hufflepuff" gerutuku
"Kau... bukan asli inggris?" dia bertanya padaku
"Ya, ibuku dari Korea"
"Menarik" katanya sambil tersenyum"Aku berharap kau dan aku bisa seasrama" aku terkejut dan meliriknya tajam
"Sayang sekali Kalau yang kau maksud Slytherin.. aku tidak tertarik" jawabku
Anak itu mengangguk kearah jendela "Eh lihat orang itu," dia menunjuk kearah Hagrid
"itu Hagrid, dia bekerja di Hogwarts" kata Harry
"Yeah... aku sudah dengar tentangnya, dia semacam pelayan, kan?"
"Dia pengawas binatang liar" aku mengoreksi
"Ya, itulah yang kudengar dia orang liar yang tinggal di gubuk halaman sekolah, pemabuk, mencoba menyihir tapi malah menghanguskan tempat tidurnya"
"Hey, Jaga bicaramu" Aku memperingatkan
"menurutku dia hebat" Ujar Harry
"Begitu?" dia berkata dengan nada melecehkan "kenapa dia bersama kalian, dimana orang tua kalian?"
"sudah meninggal" jawab Harry singkat
"Oh... Maaf" meski begitu dia tak terdengar menyesal "tapi mereka bangsa kita kan?"
"Mereka penyihir kalau itu maksudmu" Jawabku ketus
"Menurutku sih bangsa lain sebaiknya jangan diizinkan bergabung iya kan mereka tak sama, mereka tak dibesarkan dengan cara-cara kita, bahkan mendengar nama Hogwarts saja tak pernah, sampai mereka menerima surat-menurutku sih sebaiknya mereka hanya menerima keluarga penyihir saja, siapa nama keluargamu?"
Sebelum Harry dan aku sempat menjawab Madam Malkin berkata "sudah selesai nak"
"sampai ketemu di Hogwarts" serunya
"Ugh..... Kuharap aku tak bertemu dengannya di Hogwarts" geramku kesal
"dia memang agak menyebalkan sih"
"Agak menyebalkan kau bilang? lihat sikapnya yang sok... seperti bos saat mengepas baju... dia sungguh arogan, sombong, dan banyak bicara"
"Okey mari kita abaikan soal cowok pucat menyebalkan - Sher... saat perjalanan ke kebun binatang waktu itu... kau sengaja menyindir paman Vernon yah?" Aku tertawa mengingat reaksi Mr. Dursley
"Terima kasih berkat kau aku tak lagi tidur di lemari bawah tangga, akhirnya aku mendapatkan kamar... tapi bagaimana kau bisa tau?"
"Apa kau lupa aku tetanggamu dan aku adalah penyihir".
"Quidditch itu apa sih" celetuk Harry
"Ah... aku lupa memberitahumu, banyak hal yang masih belum kau ketahui-bahkan Quidditch pun kau belum tahu"
"jangan membuatku merasa lebih parah" kata Harry
Harry menceritakan tentang semua yang dibicarakan cowok pucat itu
"... dan dia bilang orang-orang dari keluarga muggle seharusnya tak diterima di..."
"kau bukan dari keluarga muggle kalau saja dia tahu siapa kau-lihat saat kau di Leaky Cauldroun lagipula banyak penyihir terbaik berasal dari keluarga muggle lihat saja ibumu" kata Hagrid
"jadi Quidditch itu apa?"
"Olahraga di dunia sihir semacam sepak bola hanya saja ada empat bola dimainkan dengan naik sapu terbang, semua orang suka menontonnya" jelasku
"Lalu apa itu Slytherin dan Hufflepuff"
"Nama-nama rumah asrama di Hogwarts-ada yang bilang Hufflepuff berisi anak-anak yang canggung" jelas Hagrid
"Kalau begitu aku pasti masuk di Hufflepuff" ujar Harry lesu
"mueos-eul mariya? Wah.... apa kalian meremehkan Hufflepuff, Sepupuku berada disana dan tidak seburuk itu-Dia sangat populer, kalian benar-benar keterlaluan" protesku
"maksudku bukan begitu Sherly-Harry, Lebih baik Hufflepuff daripada Slytherin. Semua penyihir yang jahat dulunya tinggal di Slytherin termasuk Kau-Tahu-Siapa salah satunya" Kata Hagrid
"Vol-maaf-Kau-tahu-siapa dulunya di Hogwarts?"
"bertahun-tahun yang lalu" jawab Hagrid
Harry terlihat mencari-cari sesuatu "Apa yang kau cari?" tanyaku penasaran.
"Mencoba mencari cara untuk mengutuk Dudley"
"Bukan ide buruk, tapi kita tak bisa melakukan sihir didepan Muggle sembarangan-kecuali dalam kondisi tertentu."Kataku
Kami membeli banyak barang Kuali, pena bulu, perkamen, bahan-bahan dasar ramuan, dan buku-buku yang diperlukan di sekolah nanti, kami memeriksa kembali daftar yang harus kami beli.
"Hagrid-tinggal tongkat sihir yang kita butuhkan" seruku
"oh yeah... dan aku belum membeli hadiah untuk ulang tahunmu Harry"
"Tak usah, hagrid" Harry berusaha menolak tapi Hagrid tetap membelikannya hewan peliharaan burung hantu dengan bulu seputih salju.
"Uh.... Aku bahkan lupa... kau ulang tahun – Sebaiknya apa yang harus kuberikan padamu?..."
"Sungguh tidak perlu" Aku menatapnya berlagak marah "Kau menerima pemberian Hagrid dan menolakku... hahahhaa kau benar-benar keterlaluan"
"Aku tetap akan memberimu sesuatu begitu sampai di Hogwarts".
"Kau sendiri... bagaimana dengan Alvin dan beruang jadi – jadianmu??" Tanya Hagrid
"Apanya yang jadi – jadian?" protesku
"Siapa Alvin...?" tanya Harry
"Aku memelihara Chipmunk namanya Alvin dan yang Hagrid maksud dengan beruang jadi – jadian itu Kero dia seperti boneka Teddy Bear"
"Tapi bisa bicara itu bukan boneka, dia hidup..." Protes Hagrid
"Kurasa itu tidak aneh, kita hidup di dunia sihir Hargid"
"tapi.... dia tanpa disihir" gerutu Hagrid
Toko terakhir ini sempit dan kumuh huruf-huruf emas tampak mengelupas di atas pintunya berbunyi, Ollivanders: Pembuat Tongkat Sihir Bagus Sejak 382 SM
"Selamat sore!" terdengar suara lembut seorang pria tua, Kami terlonjak karena terdengar suara kursi berderit.
"Halo" sapa Harry "Kami mau... " belum sempat Harry menuntaskan ucapannya seseorang tiba-tiba datang.
"Well, Mr. Ollivander aku mau mengambil tongkat yang kemarin kau tunjukkan padaku" Harry pun menoleh ke arah suara itu, Aku tau, aku kenal betul pemilik suara ini, tapi aku masih kesal padanya.
"Sherly ah... " dia tampak terkejut "kau disini juga, ternyata kamu masih membutuhkan tongkat sihir" tegurannya benar – benar tidak tepat disaat aku kesal padanya mungkin dia tidak menyadarinya karena dia hanya tersenyum. Aku memalingkan wajahku darinya, kulihat Mr. Ollivander sedang mencari tongkat sihir pesanan Key.
"Hya.... Kau kenapa? Kau masih kesal padaku karena kejadian di.... " Dia melirik ke arah Harry "er.... Kejadian waktu itu... bagaimana kalau kita anggap aku salah dengar eoh....? Mianhae...."Ujarnya sambil tersenyum dan menggosok – gosokkan kedua telapak tangannya.
"Geuman...." Aku mengangguk. Tiba – tiba dia mencubit dan menarik kedua pipiku
"Kalau kau memaafkan aku paling tidak kau tersenyum" reflek Aku meninju bahunya cukup keras
"Ough...." teriaknya kesakitan dia mendesis kesal padaku lalu mengalihkan pandangannya ke arah Harry dan tersenyum.
"Kenalkan aku Keynand Aldrich, well kau bisa memanggilku Key" mereka berjabat tangan.
"Harry Potter aku tetangga Sherly"
"Senang bertemu denganmu... aishhh kenapa tongkatku masih belum datang juga" geutunya
Mr. Olivander muncul dengan membawa tongkat Key, "Mahogani dan bulu sayap burung Phoenix" ujarnya namun tiba – tiba kilas adegan yang sepertinya akan terjadi melintas dengan amat cepat dipikiranku, terlihat murid – murid berkumpul di aula besar yang disertai dengan hiasan Halloween – Sesosok Troll memukul wastafel hingga hancur – Key melindungi seseorang dari serangan Troll. Scene terakhir membuatku tersentak.
"Cheonha....!" seruku tersentak spontan karena terkejut.
"Ndae...?" Key tanpa sadar menoleh padaku tapi begitu tau kalau aku yang memanggilnya matanya terbelalak
"Kau... baru saja memanggilku apa?" Key menggeram kesal "sudah kubilang jangan.... pernah memanggilku seperti itu mengerti...." tegasnya
"Ugh...." aku pun membungkam mulutku dengan tanganku sendiri,
Aku benar – benar lupa kalau Key tak suka kalau aku memanggilnya Cheonha yang berarti Yang Mulia / Your Highness aku tak tau kenapa tapi aku pikir mungkin karena dia tak mau ketahuan kalau dia termasuk keluarga kerajaan.
"Mian....".
"Ini tongkatnya" Mr. Olivander menyodorkan tongkat tersebut.
"Jangan membeli tongkat itu... kau bisa membeli yang lain kan"
"Kau ini kenapa?" Key memandangku penuh tanya melihat raut kecemasanku
"Dengar, dan percaya padaku pilih tongkat lain eoh...." aku berusaha meyakinkannya aku tak mau jika yang barusan kulihat benar – benar tejadi.
"Mana bisa begitu?" protes Key kesal
"Sekali ini saja dengarkan aku.... kau akan mengalami kejadian buruk". Harry memandangku penuh rasa heran.
Key POV
Aku melihatnya Sherly begitu panik dan cemas... begitu dia mengatakan 'sekali ini saja dengarkan aku... kau akan mengalami kejadian buruk' anehnya aku merasa senang dia.... khawatir padaku.... kurasa dia baru saja melihat kejadian yang mungkin akan terjadi, banyak yang menyebutnya sebagai Ramalan.... atau Visi, aku pun tersenyum dan mulai menggodanya.
"Sherly.... apa saat ini kau begitu mencemaskanku?" tiba – tiba tangannya sudah beradu dengan kepalaku dan rasanya benar – benar sakit.
"Arghhh..." aku mengaduh
"Kau pikir aku main – main?" dia mendengus kesal dan bersedekap
"Hya... tongkat itu bukan sembarang dipilih... penyihir dan tongkat sihirnya itu ibarat sepasang kekasih..."
"Mwo??? Kau benar – benar sinting" Kurasa dia kaget dengan pernyataanku barusan bukan hanya sherly, Harry juga menatapku keheranan.
"perumpamaanku memang terdengar konyol tapi.... tongkat yang memilih Kau tahu kan Penyihir hanya akan menggunakan tongkat yang cocok untuk dirinya, Kau pikir aku akan menemukan tongkat lain yang sesuai denganku? Penyihir sudah ditakdirkan dengan tongkatnya masing – masing"
"Tapi tongkat itu akan membuatmu celaka" Sherly bersikukuh
"Sudahlah.... jangan berdebat yang dikatakan dia benar, kau tau berapa lama dia memilih tongkat yang cocok.... hingga aku mengirim banyak tongkat ke Apartemennya" Mr. Olivander membenarkan perkataanku.
"Tenang saja, aku tidak tau apa yang sudah kau lihat... hingga kau secemas ini tapi aku berjanji aku akan baik – baik saja dan menjaga diriku sendiri kau tak perlu mencemaskanku"
"Aku tidak mencemaskanmu" tukasnya
"ya, itu terlihat jelas" aku menahan tawaku melihat kekesalannya, aku menepuk bahunya lalu pergi dari toko tersebut.
"Pada saat itu terjadi jangan meminta pertolonganku" teriaknya kesal.
Sherly POV
Kali ini dia ada benarnya tapi..... bagaimana kalau itu benar – benar terjadi?, Aku tidak terlalu memperhatikan Mr. Ollivander yang menjelaskan setiap detil inti tongkat sihir milik ibu dan ayah Harry bahkan Voldemort dan Hagrid. Harry mencoba beberapa tongkat dan berkali–kali gagal, efeknya dia meruntuhkan susunan tongkat lain di toko tersebut, yah... itu karena aku memikirkan Visi yang baru saja muncul di kepalaku.
"Mr. Ollivander aku mau yang itu" sambil menunjuk tongkat yang ku inginkan. "Ehmmm... dedalu dan rambut unicorn yang ini unicorn jenis langka asal kau tau, pilihan bagus" Lalu aku mencoba mengayunkan dan tongkat itu sesuai denganku. Harry tertegun melihatku yang langsung menemukan tongkat dengan sekali pilih.
"Bagaimana kau bisa...."
"Sebut saja sebagai instinc, apa kau tak mau mencoba yang itu saja?" aku menunjuk "Kayu Holly dengan bulu ekor burung Phoenix kombinasi yang tidak biasa" Ujar Mr. Ollivander
Mr. Olivander membawakannya untuk Harry, raut wajah Mr. Ollivander berubah saat tongkat tersebut cocok dengan Harry.
"Oh... Bravo sungguh bagus wah... benar-benar aneh sekali"
"Maaf tapi apa yang aneh?"
"Aku ingat semua tongkat yang pernah kujual kebetulan Phoenix yang bulu ekornya ada di tongkatmu menghasilkan satu bulu lagi-hanya satu, sungguh aneh sekali kau ditakdirkan menjadi pemilik tongkat ini sementara saudaranyalah yang memberimu bekas luka itu...." Harry mengernyit menatap tongkatnya.
"Lord Voldemort" Mr. Ollivander bergidik saat mendengar aku mengucapkannya.
"Kami berharap akan terjadi hal-hal yang luar biasa Mr. Potter lagipula Dia Yang Namanya Tak Boleh Disebut melakukan hal-hal yang luar biasa-mengerikan, tapi luar biasa" Kami membayar tongkat sihir yang baru kami beli lalu pergi meninggalkan toko tersebut.
Aku dan Harry naik taksi menuju ke rumah selama di perjalanan tiba – tiba Harry bertanya padaku.
"Boleh ku tahu mengapa kau mencegah Key membeli tongkat itu? Kau juga mengatakan sesuatu yang buruk akan terjadi padanya..."
"Apa kau benar – benar ingin tahu? Tapi.... pasti setelah aku cerita kau akan menganggapku aneh mungkin kau pikir aku gila"
"Menurutmu aku orang seperti itu? Lagi pula kalau bicara tentang sihir aja itu sudah aneh" Balas Harry
"Okey... Aku punya kemampuan yang tidak semua penyihir memilikinya kalau di dunia mugle dikenal sebagai indigo, selain bisa dibilang aku termasuk keturunan peramal, keluarga ibuku hampir semua bisa meramal dengan baik, Saat aku melihat Mr. Olivander datang membawa tongkat itu aku melihat beberapa scene sebuah aula dengan dekorasi Halloween, sesosok Troll yang memukul wastafel, dan Troll itu menyerang, disana ada Key yang melindungi seseorang."
"Mengapa tidak kau ceritakan saja apa yang kau lihat pada Key?" tanya Harry.
"Aku tidak pernah menceritakan ramalanku pada orang yang bersangkutan sebelum itu terjadi, jadi kalau kau ingin melihat ramalanmu sendiri kau harus menggunakan beberapa media bola ramal, daun teh, garis tangan atau yang lain lalu menyimpulkannya sendiri... itu kode etik."
"Bagaimana kalau aku yang menceritakan padanya��� Sahut Harry
"adakalanya lebih baik kau tak perlu mengetahui apa – apa daripada mengetahuinya, itu hanya akan membuatmu dihantui ketakutan saat melakukan sesuatu."
Harry terlihat berpikir dan mencoba mencerna semua perkataanku tadi.
"Kurasa kau benar seberapa besar kemungkinan ramalanmu terjadi?."
"75% kurasa... waktu di kebun binatang aku juga mengalaminya aku melihat ular itu lepas dan itu benar – benar terjadi."
== oOo ==