Kita tidak pernah bisa menebak takdir Tuhan itu seperti apa. Mereka yang dulunya hanya orang asing sekarang saling mengenal. Mereka yang dulunya hanya berteman kemudian saling mencinta, atau bahkan mereka yang dulunya saling mencinta pada akhirnya seperti orang asing. Seperti itulah hidup. Kita tidak bisa menganggap semua hal buruk akan tetap buruk dan semua yang baik akan tetap baik. Karena dengan berjalannya waktu, semua hal bisa berubah.
Demikian juga dengan dua anak manusia yang dulunya sama sekali tak saling mengenal sekarang justru mereka sudah menjalin cinta, meskipun belum ada orang yang tahu tentang itu. Namun jika teman-teman dari dua orang itu tahu jika akhirnya mereka sudah berpacaran, pasti dukungan itu akan mengalir untuk keduanya.
Sifat mereka yang sedikit serupa, sepertinya akan membuat hubungan mereka berjalan dengan baik. Ya, itu tentu yang diharapkan. Tak ada harapan yang buruk bukan?
Berry : Pulang kuliah aku ke tempat kamu
Di sela-sela mendengarkan penjelasan dosen, Cherry mendapatkan chat seperti itu dari kekasih barunya. Tentu saja senyum terkulum itu langsung terlihat jika ada yang memperhatikan. Sayangnya, Cherry terselamatkan karena tak ada orang yang tahu sebab semua orang sedang fokus pada dosen mereka.
Cherry : Oke
Hanya jawaban seperti itu saja, Berry juga sudah terlihat tersenyum dengan lebar. Sungguh, cinta bisa merubah segalanya. Dan, Berry. Tersenyum dengan lebar. Apa itu sungguhan? Maka jawaban adalah iya. Dia benar-benar tersenyum, karena kali ini banyak orang yang melihatnya. Sayangnya, tak ada yang berani untuk menggodanya.
Posisinya, Berry sekarang sedang berada di lobby fakultas. Kebetulan kelasnya sedang kosong disebabkan dosennya tak bisa hadir siang ini, karenanya dia harus merelakan waktunya nanti untuk menggantinya dan merelakan waktunya sekarang untuk bersantai. Itu memang sering terjadi dalam dunia kuliah. Dan mereka para mahasiswa sudah tak asing lagi dengan semua itu.
Pukul dua belas siang, seharusnya Cherry sudah keluar kelas. Karenanya, dia pamit kepada gerombolannya untuk pergi. "Kemana lo?" itu tanya salah satu temannya.
"Gue pulang dulu."
"Nggak mau ikut? Kami mau jalan." Sudah sering Berry mendapatkan penawaran seperti ini dari teman-temannya, tapi dia tak menerimanya. Hanya sesekali saja dia ikut. Karena dia tak seperti temannya yang lain yang bisa bersantai dan berpangku tangan lantas semua kebutuhan terpenuhi. Jelas saja Berry berbeda. Dia harus bekerja keras jika dia ingin kebutuhannya tercukupi.
Berry berjalan dengan langkah pasti. Kakinya mengarah ke fakultas ekonomi untuk memenuhi janjinya pada seseorang. Tubuh tingginya dengan wajah tampan, membuat dia mudah mendapatkan perhatian dari banyak orang. Dia tentu saja terlihat asing di sana.
Menunggu di depan lobby sambil duduk di kursi yang berjejer di sana, banyak bisik-bisik yang terjadi. Mungkin banyak orang yang penasaran dengan kedatangan orang baru di 'wilayah' mereka. Namun Berry tetaplah Berry yang sama sekali tak peduli dengan hal remeh temeh semacam itu.
Dia asyik dengan ponselnya dan melakukan apapun di sana. "Berry!" suara Ara menggelegar membuat lelaki yang dipanggil itu mendongak dengan kening yang mengkerut. Bar-bar sekali betina satu itu. mungkin, yang berpikir seperti itu bukan hanya Berry. Tapi juga orang-orang yang ada di sana.
"Ow, ngapain lo?" Aga tak lama setelah itu ikut di belakang para gadis yang terlihat kaget juga. Sepertinya kedatangan Berry di fakultas ini bukan hanya mengagetkan mahasiswa lain yang baru melihat lelaki itu, tapi juga teman-temannya. Setelah teman-temannya mendekat, barulah Berry menjawab.
"Bisa biasa aja nggak sih? Lebay amat." Setelah mengatakan itu kepada Aga, tatapannya mengarah pada Cherry dan tersenyum kecil. Dan dibalas oleh gadis itu juga. Sehingga menimbulkan kecurigaan dari teman-temannya.
"Gue sih tahu, kalian sering senyum-senyum begitu, tapi kaya ada yang beda?" Zea bersuara. Jiwa cenayangnya keluar sok mengintimidasi. Tak ada jawaban dari dua orang tersebut. Berry diam dan Cherry juga. Tak ada yang menanggapi ucapan Zea karena Ara pun akhirnya menyenggol gadis itu agar tidak melanjutkan godaannya dan rasa sok tahunya.
"Nongkrong dulu lah, Miko bentar lagi datang." Miko kuliah di jurusan pertanian. Banyaknya perkebunan yang dimiliki oleh keluarganya, membuat lelaki itu bersedia menjadi seorang 'petani' ketika lulus nanti. Aga paling tidak bisa pulang cepat sepertinya. Karena lelaki itu selalu saja meminta agar menyempatkan nongkrong meskipun sebentar jika kuliahnya hanya sampai tengah hari.
Semua teman-temannya menyetujui. Miko datang, dan mereka akhirnya benar-benar menyempatkan di sebuah kafe tak jauh dari kampusnya. Masa-masa seperti ini akan menjadi kenangan yang indah ketika mereka sudah lulus nantinya. Betul-betul tak akan pernah bisa dilupakan.
Suasana di kafe terlihat ramai. Karena ini adalah kafe yang memang ditujukan untuk kantong mahasiswa, maka harga yang dibandrol pun sama sekali tak mahal. Mereka sekarang seperti sedang triple date, karena ketiganya memiliki pasangan meskipun tidak sedang dalam hubungan pacaran.
Mereka memesan banyak sekali makanan. Semuanya suka ngemil, karena itu mereka memilih makanan ringan. "Sebenarnya gue itu diet, lho. Tapi kalau lihat makanan sebanyak ini, jiwa gue meronta-ronta." Ara bersuara.
"Udah, nggak usah lah diet-dietan. Kekurangan gizi malah jelek nanti." Begitu kata Aga mungkin dia merasa tak setuju. Dan Ara pun mengangguk. Sepertinya memang dia juga tak terlalu serius dengan ucapannya yang mengatakan kalimatnya tadi.
Zea yang masih sibuk mengamati interaksi antara Berry dan Cherry benar-benar fokus pada kedua orang tersebut. Meskipun mereka terlihat biasa saja, tapi nyatanya ada yang berbeda dari keduanya.
"Aku nanti sekalian antar kamu, sekalian ngajar." Zea mendengarkan Berry berbicara. Jika menurut panggilan mereka berdua memang tak bisa dijadikan pedoman. Karena dari mereka kenal sampai sekarang, panggilan mereka tetap dan tak berubah. Yaitu, aku-kamu.
"Kalian pasti udah jadian." Zea sepertinya memang tak akan melepaskan pasangan baru itu sampai mereka mengatakan kebenarannya. Berry menatap gadis itu dengan datar dan membuat Zea menciut. Berry tak ada maksud untuk mengintimidasi. Tapi Zea udah memundurkan tubuhnya dan menyembunyikan wajahnya di belakang punggung Miko.
"Kami memang sudah jadian." Berry yang mengatakan dengan suara beratnya, "Apa udah puas sekarang?" bukannya malu, Zea justru bertepuk tangan karena merasa dirinya ahli dalam menangkap 'pergerakan' aneh yang dimiliki oleh Berry dan Cherry. Toh tidak ada niatan untuk mereka berpacaran sembunyi-sembunyi.
"Lo nggak lagi nge prank kita kan?" Miko bersuara.
"Enggak. Kita emang udah pacaran sekarang." Berry menegaskan. Tak ada perubahan dari ekspresi Cherry dan itu yang terkadang membuat orang yang melihatnya jengah. Harusnya dia malu-malu bukan? Bukan terlihat datar seperti itu.
"Cher?" Ara kembali memastikan dengan memanggil gadis itu.
"Berry benar. Kami memang udah jadian. Nggak ada masalah kan? Kalian berdua nggak sedang menyukai Berry kan?"
"Ya enggak lah, kampret." Zea langsung mendebat. Bukan seperti itu maksud dari teman-temannya, tapi itu adalah berita yang menyenangkan untuk didengar.
*.*
Hai... Readers yang budiman XD
finally mereka udah jadian aja ya. Langgeng2 aja ya mereka, Lol