Dan yang menjadi masalah sekarang, Cherry sama sekali tak bergerak dalam duduknya. Gadis itu benar-benar memberikan perhatian penuh pada tab nya dan dia mengabaikan segala hal. Jangankan lalu lalang orang-orang, ponselnya yang ada di sebelahnya bergetar pun dia abaikan. Berry yang sedari tadi menatap ke arah gadis itu hanya bisa menghela nafas berkali-kali dengan raut wajah tenang hanya saja dia menunjukkan ketidak sabaran.
Bahkan Clara diabaikan. Clara sudah banyak mengatakan sesuatu yang barangkali akan membuat Berry memfokuskan dirinya untuknya, sayangnya tidak. Seseorang yang ada di sana itu, di sudut ruangan itulah yang membuat Berry tertarik.
"Kalau memang kamu mau samperin dia, nggak masalah kok, Berry. Aku bisa tunggu kamu di sini." Clara kembali mencari peruntungannya. Sangat tidak nyaman ketika kamu duduk berdua dengan seseorang, tapi orang itu sama sekali tak fokus pada dirimu, "sepertinya dia gadis yang special buat kamu." lanjutnya dan membuat Berry akhirnya berpikir.
Special. Satu kata itu bermakna jika gadis itu adalah istimewa buatmu. Benarkah? Cherry adalah gadis istimewa buat dia? Ada sebuah renungan kecil yang dalam beberapa saat sehingga itu membuat Berry akhirnya mencoba untuk menyadarkan dirinya sendiri.
"Dia teman. Seperti teman pada umumnya." Tak mau pikirannya terganggu karena kata 'spesial' yang dikatakan oleh Clara, dia akhirnya kembali fokus pada apa yang ada di depannya.
"Berapa banyak teman cewek yang kamu punya?"
"Aku nggak punya, atau bisa dibilang hanya dia." Dan itu semakin meresahkan hati Clara. Hanya, gadis itu bisa menutupinya.
"Waw!" tanggapannya ringan namun mengandung sesuatu yang berat, "Dia benar-benar special." Senyuman itu seperti godaan. "Kamu tahu?" Clara memajukan tubuhnya dan berpura-pura berbisik, "itu bisa menjadi cinta." Seandainya ini ada di sebuah drama, maka akan lagu cinta sebagai backsoundnya.
Berry adalah lelaki yang tidak memiliki pengalaman dalam hal cinta. Tapi dia tentu tahu ketertarikan yang dirasakan kepada lawan jenisnya. Karena hatinya, adalah dia sendiri yang bisa memahami. Maka ketika Clara mengatakan hal semacam itu, yang dia lakukan adalah diam. Tak bisa dipungkiri, jika akhirnya dia memiliki sedikit perasaan peduli terhadap Cherry selama ini.
Satu Gerakan Cherry di ujung sana tertangkap oleh mata Berry. Dahi lelaki itu mengernyit dan semakin berlipat ketika tiba-tiba Cherry berdiri.
"Sebentar!" katanya kepada Clara dan langkah kakinya panjang untuk mendekati Cherry. Clara melihat itu dengan memutar tubuhnya. Dia merasa penasaran dengan interaksi yang dilakukan oleh dua orang tersebut. Dalam pikirannya dia bergumam, akan sangat bahagia seandainya Berry juga melakukan hal yang sama kepada dirinya.
Dan itu adalah sebuah PR jika keinginannya sebesar itu. Entah berapa lama Cherry bisa membuat Berry menjadi peduli kepada gadis itu. Mungkin dia juga membutuhkan waktu yang sama dengan waktu yang Cherry butuhkan.
"Clara!" gadis itu melamun. Dan lamunannya buyar ketika Berry sudah berada di depannya dengan Cherry di samping lelaki itu. Bibirnya tersungging sebuah senyum.
"Eh, udah balik?" tanyanya, "Duduk-duduk." Ucapnya. Mereka berdua menurut, dan duduk di depan Clara.
"Cherry, kenalkan! Clara. Clara, dia Cherry." Kedua gadis itu saling berjabat tangan dan memberikan senyum satu sama lain.
"Kalau kamu sibuk, kenapa ajak aku buat gabung, Ber?" tanya Cherry. Dia tak ingin mengganggu kegiatan mereka dengan kedatangannya.
"Kami udah selesai kok." Nada suara Berry bahkan terdengar lembut. Semua itu direkam oleh Clara seolah dia adalah seorang pengamat.
"Cherry sendirian?" Clara bertanya.
"Iya. Aku nggak tahu lho kalau kalian ada di sini juga." Cherry berucap dengan sungkan.
"Kamu kalau udah nunduk sambil lihat tab, mana peduli sekeliling." Berry berbicara sok tahu. Atau justru memang dia tahu? Dia sudah sering melihat Cherry yang seperti itu, karenanya dia seperti sudah khatam dengan tabiat Cherry.
"Asyik sih soalnya." Senyum Cherry sungkan.
"Emang lagi kerjain tugas, Cher?" Clara bertanya.
"Bukan, lagi baca novel online."
"Kamu suka baca begitu juga?"
"Iya. Seru-seru soalnya. Kamu juga?"
"Iya." Dan anggukan yang diberikan oleh Clara mengatakan jika ada kesamaan diantara keduanya. Entah kenapa itu malah membuat Clara senang. Bahkan setelah itu, mereka mengabaikan Berry dan sibuk dengan dunia mereka sendiri. Ya, seperti itulah para perempuan jika sudah bertemu dengan satu 'komplotannya' mereka akan melupakan orang di sekitarnya.
---
Berry menghentikan motornya di depan rumah Cherry. Tempat itu sekarang tak lagi asing bagi lelaki itu. Karena sudah beberapa kali dia datang dan bahkan bertahan di sana untuk beberapa saat. Meskipun dia sering masuk ke dalam perumahan ini, tapi untuk blok rumah Cherry jelas saja tidak dia lalui, karena toh dia tak memiliki urusan di sana.
"Jadi kamu mendapatkan proyek dari dia?" kini mereka masih ada di depan rumah. Hanya saja, satu pohon mangga yang rindang di dalam halaman rumah Cherry bisa digunakan untuk mereka berteduh dari panasnya terik matahari. Dan di sanalah mereka sekarang. Cherry berdiri di samping motor, sedangkan Berry sendiri duduk di atas motor. Mereka terlihat seperti pasangan kekasih saja memang.
"Iya. Aku pikir, ini adalah hal yang bagus. Aku nggak akan menyia-nyiakan kesempatan sekecil apapun." Ini adalah kali pertama Berry mengatakan urusannya kepada orang lain. Biasanya, dia hanya memendamnya sendiri dan mengerjakan apa yang harus dia kerjakan.
"Aku pikir itu juga bagus." Cherry ikut senang, "Ini adalah kesempatan kamu untuk mengembangkan diri kamu. Kamu bisa terus menggali kemampuan kamu lebih dalam lagi. Itu akan mempermudah kamu dalam berkarir." Keantusiasan yang diberikan oleh Cherry kepadanya membuat Berry seolah dia mendapatkan dukungan penuh dari seseorang.
Di sanalah akhirnya dia merasa ada sebuah kenyamanan yang dirasakannya. Tak sengaja, tatapannya begitu dalam kepada Cherry. Wajah cantik gadis itu direkamnya di dalam kepalanya. Kali ini dia tak berusaha untuk mengendalikan dirinya. Dia akan membiarkan dirinya berlari. Sejauh mana ketertarikan itu akan berhenti. Akan cukup pada sebuah ketertarikan saja. Atau dia akan tumbuh menjadi sesuatu yang lain.
Dan hari ini, Berry pulang membawa sebuah perasaan ringan di dalam hatinya. Dia berharap agar ini tidak akan berubah. Tak banyak yang dilakukan oleh gadis bernama Cherry, tapi dia merasa jika gadis itu menguasai dirinya.
"Kenapa lo?" Aga yang suka sekali nyelonong masuk ke kamar Berry, melihat lelaki itu sedang melamun. Ada senyum kecil yang terlihat di dalam bibirnya dan itu mengejutkan sahabatnya, "Busyet. Kena jin dari mana lo?" ucapannya terlalu frontal. Tapi biasanya itu akan mendapatkan delikan dari Berry, justru lelaki itu tak bereaksi yang berlebihan.
"Miko!" teriakan Aga menguasai ruangan kamar Berry, "Temen kita ini kenapa? Dia sakit panu, apa sakit flu?" Miko datang sambil menyuapkan mie ke dalam mulutnya.
"Kenapa?" tanyanya dengan heran. Lelaki itu berdiri di depan Berry sambil menatap lelaki itu, "Oh, itu tanda jatuh cinta. Udah terlihat jelas di jidatnya."
*.*