Uhukh!" Jungkook langsung tersedak setelah mendengar Yerin tiba-tiba berbicara begitu padanya.
"Ah, Jungkookie! kau tidak apa? Minum air ini dulu." Yerin langsung menyodorkan air minum miliknya untuk Jungkook.
Dengan segera, Jungkook langsung meraih minum milik Yerin tanpa bicara apapun.
"Bagaimana? sudah mendingan?" tanya Yerin yang selalu khawatir terhadap Jungkook.
"Ah, lumayan. Ini tidak apa-apa, hanya sedikit kaget saja dengan ucapanmu barusan." sahut Jungkook.
Sepertinya, respon Jungkook membuat Yerin kembali tersipu malu dengan pengakuannya tadi. Entah, keberanian dari mana Yerin tiba-tiba mengungkapkan itu.
"Apakah pengakuanku tadi membuatmu jadi tak nyaman bersamaku, kookie?"
"Tidak kok, sama sekali tidak." jawab Jungkook berbohong. Padahal, saat ini jantungnya masih berdetak lebih cepat dari biasanya.
"Maaf kookie, aku hanya ingin mengatakan hatiku yang sebenarnya. Dan aku juga tidak memaksa dengan jawabanmu nantinya. Sebenarnya, aku sudah lama menyukaimu sekiranya sejak kita kelas satu." jelas Yerin.
"Ah, begitu ya? Tapi, apakah aku boleh memikirkan jawaban itu terlebih dahulu? Dan aku sepertinya juga harus izin ke eomma dulu, apakah aku boleh mulai berpacaran?" sahut Jungkook yang masih menggenggam botol air minum dengan sedikit gemetar.
"Baiklah, aku juga tidak buru-buru menunggu jawabanmu Jungkookie. Dan aku akan menerima apapun jawabannya darimu. Jika kau menolak, aku tidak akan membenci mu. Apalagi menjauhi mu. Karena, kita masih bisa menjadi sahabat kan?" ucap Yerin sembaring memperlihatkan wajah imutnya pada Jungkook.
_____***_____
Ah, Jungkook kembali dibuatnya terpesona akan kecantikan wajah Yerin yang seperti itu. Jungkook masih terus saja memandangi wajah Yerin dengan waktu yang lama.
Ya, siapa yang tidak luluh?
Gadis yang dia sukai selama ini, selalu saja mendekatinya duluan. Membuatnya nyaman dan selalu berdebar. Dan juga membuatnya bahagia seolah-olah melayang dengan sikap manisnya Yerin. Sekarang, Yerin menyatakan perasaannya duluan secara empat mata?
Siapa yang tidak kelewat bahagia?
Bahkan Jungkook sendiri sampai sekarang masih tidak percaya jika ini kenyataan. Jungkook masih saja menepuk pipinya berkali-kali untuk memastikan jika ini bukan mimpi.
"Jungkookie! Kenapa kamu memukul pipimu berkali-kali seperti itu? Itu akan menyakiti dirimu sendiri. Cukup, kookie!" seru Yerin.
"Ah, maaf. Habisnya, ku pikir ini hanya mimpi jika kamu menyatakannya padaku." sahut Jungkook yang masih menahan malu.
Kini, berganti Yerin yang dibuat tersipu malu olehnya. Pipi Yerin yang awalnya sudah berwarna merah jambu karena sedikit olesan blush on, malah menjadikannya lebih merah seperti buah tomat.
"Kookie bisa aja. Kan, Yerin cuma bicara apa yang selama ini ada di hati Yerin. Bukannya mengada-ada." sahutnya.
"Oke, baiklah! Kita habiskan saja dulu makan siang ini. Setelah itu apakah Yerin mau mengajariku materi bahasa Inggris yang tadi lagi? Soalnya selama Bang Shi-Hyuk sonsaengnim menjelaskan di depan, aku sama sekali tidak mengerti." ucap Jungkook.
Yerin hanya tersenyum,
"Hm, aku akan selalu mengajarimu hal apapun jika itu kau yang meminta." sahut Yerin yang tersenyum menatap Jungkook dan mengelus kepalanya.
Blush! Lagi-lagi Jungkook dibuatnya tersipu malu. Memang deh! Pasangan satu ini sepertinya selalu membuat berbedar satu sama lain. Tidak Jungkook, tidak juga dengan Yerin. Dua-duanya sama selalu membuat berdebar.
"Jeon Jungkookie, gwiyeowo.. Aku selalu menyukai muka polosmu itu." sahut Yerin kembali.
"Kau juga terlihat selalu imut di mataku." kini Jungkook mulai berani membalas rayuan Yerin.
Setelah selesai makan siang, mereka kembali masuk kelas dan mengikuti pelajaran hingga jam pulang sekolah.
_____***_____
Jungkook kini sudah siap merapihkan beberapa buku-bukunya dan akan segera pulang ke rumah. Seperti biasa, Jungkook menaiki bus umum tidak seperti kebanyakan murid yang membawa motor setiap harinya ke sekolah.
Bagi Jungkook, dia harus belajar mandiri dimulai dari sekarang. Karena, Jungkook adalah tipe namja yang mau terus bergantung dengan ibunya. Ayahnya juga selalu mengajarkan dia agar tumbuh menjadi lelaki yang dewasa, tegas, dan mandiri.
Ya. Jika sudah mapan nanti, Jungkook sangat ingin seperti ayahnya.
Saat hendak menunggu bus umum, Jungkook hanya membaca komik dan mendengar musik dengan headsetnya sembaring duduk di halte. Sudah lebih dari 30 menit menunggu, bus itu tak kunjung datang.
Jungkook mulai merasa bosan setelah sekian lama menunggunya.
"Aduh, kok belum datang juga ya? Aku bosan rasanya. Bahkan, dari tadi aku tidak melihat anak kecil atau bayi yang lewat sini." ucap Jungkook yang memanyunkan bibirnya karena mulai bosan.
"Ah, aku ingin bermain dengan anak kecil atau bayi rasanya.. Hei, baby! Kemarilah, temui aku disini." ucap konyol Jungkook.
"Tidak ada yang mau bermain lagi dengan ku, ya kawan? Siapa pun kamu, tolong ajak main kookie, wahai baby! Kalian pada kemana? Huh! Biasanya banyak sekali bayi yang lewat sini. Tapi, kenapa hari ini tidak ada sama sekali? Duh, kookie rindu kalian semua."
Hatinya kesepian karena tidak ada satu pun bayi lewat yang akan diajaknya bermain. Hari-harinya menjadi suram bak kehilangan sesuatu yang berharga di dalam hidupnya.
Ya, bagi kookie semua bayi itu sangatlah berarti bagi kehidupannya.
Tiba-tiba, Jungkook melihat seorang ibu-ibu yang membawa barang di tangannya dengan perut yang terlihat buncit. Jungkook pun berniat baik ingin membantu ibu itu. Dengan segera, Jungkook langsung menghampiri ibu-ibu itu yang tidak jauh dari halte.
"Maaf bu, apakah ada yang bisa saya bantu?" ucap Jungkook.
Ibu-ibu itu tidak menjawab, dan ekspresinya terlihat seperti orang yang menahan kesakitan.
"Ahjuma, anda tidak apa? Ada yang bisa saya bantu?" Jungkook kembali menawarkan bantuan padanya.
"Tolong saya!" lirih ibu-ibu itu yang masih meringis kesakitan.
"Apa yang bisa saya bantu?" sahut Jungkook.
"Sepertinya saya akan melahirkan."
"Mwo?!" Jungkook membulatkan kedua bola matanya.
.
.
.
.
.
.
.
~ to be continued ~