Télécharger l’application
13.15% DIFFERENCE / Chapter 5: Bab 5

Chapitre 5: Bab 5

Di Sebuah Club malam

Percy sudah habis dua botol bir dan masih terus meneguknya hingga seseorang menahannya. Percy mendengus kesal saat melihat siapa yang datang itu. "ngapain loe kesini?" Tanya Percy.

"Perasaan gue gak enak, gue tau sahabat gue sedang butuh gue." Ucap seorang itu dengan ekspresi sedih yang di buat-buat.

"Dasar pembohong ulung," cibir Percy membuat seseorang yang tak lain adalah Verrel itu hanya bisa terkekeh dan duduk di samping Percy. "loe ninggalin bini loe demi gue? Uch so sweets sekali. Membuat gue geli sendiri." celetuk Percy,

"Ah jangan sungkan buat berterima kasih," ucap Verrel membuat Percy mendengus kesal. "kenapa lagi sih loe?"

"Gue akan menikah dengan Rasya akhir bulan ini."

"What???" pekik Verrel tak percaya.

"Ekspresi loe berlebihan sekali."

"Kenapa kritikin ekspresi gue? Trus loe nerima?"

"Nyokap gue masuk rumah sakit, jadi gue berjanji padanya untuk tetap menikahi Rasya."

"Lalu Rasya sendiri," Tanya Verrel.

"Gue gak paham sebenarnya apa yang sedang dia pikirkan, tetapi dia menerima pernikahan ini tanpa protes apapun."

"Serius?"

"Ya, dia bilang dia tidak ingin mengecewakan kedua orangtuanya." Verrel mengusap dagunya seakan memikirkan ucapan Percy barusan mengenai Rasya.

"Cukup, loe mau mati di usia muda." Verrel merebut botol dari tangan Percy.

"Balikin botolnya," ujar Percy dengan wajahnya sudah terlihat memerah. Ia hendak merebut botol minumannya kembali dari tangan Verrel tetapi Verrel malah menyimpannya di atas nampan seorang pelayan yang baru saja datang dan meminta pelayan itu untuk pergi. "Apaan sih loe, Rel !!"

"Cukup,,!! Loe sudah mabuk." ujar Verrel, "Ayo pulang, gue gak mau pulang malam dan istri gue udah tidur." Ucapnya menarik lengan Percy.

"Urusi diri loe sendiri, jangan ganggu gue !!" pekiknya.

"Inginnya begitu, tapi gue gak bisa. Loe tau kan gue sahabat yang baik."

"Sialan,"

"Ayo balik, jangan menyusahkan." Verrel menarik lengan Percy kembali walau Percy terus menepisnya. "Oh loe belum nyobain tendangan baru gue yah. Kemarin loe liat kan saat latihan tendangan gue gimana."

"Gue bisa jalan sendiri." Percy berjalan dengan sedikit sempoyongan meninggalkan Verrel yang terkikik di belakangnya.

Mereka sudah sampai di parkiran mobil, Percy masih berjalan dengan sempoyongan menuju mobilnya, ia bahkan terjatuh ke tanah membuat Verrel berdecak kesal. "Loe pria paling angkuh dan sombong, di tolongi kagak mau." Verrel menarik Percy tetapi kembali di tepis olehnya.

"Sialan," gerutu Verrel saat Percy kembali menepisnya dan berdiri sendiri dengan sedikit susah payah.

"Bisa kagak yah gue pergi dari negri ini atau dunia ini?" Tanya Percy mulai ngaco.

"Loe mau ngebooking duluan yah di neraka sana, boleh deh tar gue kasih loe kopi sianida." jawab Verrel asal membuat Percy mencibir kesal. Sahabat macam apa, datang hanya membuatnya semakin emosi.

"Kenapa?" Tanya Verrel.

"Di dunia udah tersiksa, masa iya di akhirat juga. Kampret loe," celetuk Percy makin ngawur.

"Kalau ingin bahagia di akhirat, tinggalin kebiasaan mabuk. Gak guna kali, loe banyak-banyak solat taubat dan dzikir." ujar Verrel dan Percy kembali mencibir.

"Kalau gue jadi ustad memangnya cocok?" gumam Percy.

"Kagak, gue ngeri lihatnya." Kekeh Verrel kembali membuat Percy mencibir.

"Hah, gue ingin Rindi tapi malah di sodorin Rasya." Keluh Percy duduk di atas tanah dengan menyandarkan punggungnya ke mobil miliknya.

"Ya masih mending kan di sodorin Rasya, dari pada jadi jones seumur hidup. Kan lebih nelangsa."

"Gue kok pengen bunuh loe yah Rel." celetuk Percy membuat Verrel terkekeh.

"Loe yakin mau bunuh gue? Kagak kasian Leonna baru nikah udah harus jadi janda. Dan gue yakin nanti loe bakalan nangis kejer di depan nisan gue." Celetuk Verrel.

"Dasar sialan, antarkan gue balik. Gue ngantuk males nyetir." Amuk Percy.

"Daritadi kek ah, jangan buang-buang waktu. Kagak kasian apa sama penganten baru." Ucap Verrel membantu Percy untuk masuk ke dalam mobilnya.

"Kalau bisa gue ingin lepaskan Rasya dan memilih Rindi, tetapi takdir meminta gue sebaliknya. Kan stress gue, mana nyokap masuk rumah sakit lagi." ujar Percy terus berceloteh walau Verrel sudah membawa mobilnya meninggalkan area itu.. "Hidup gue bener-bener penuh drama, udah kayak cerita sinetron saja yang pelik dan hanya nemu jalan buntu. Kalau bisa tuh jalan gue bongkar dan buat jalan baru. Tapi gak bisa."

"Lepaskan saja Rindi, mungkin memang kalian tidak di takdirkan berjodoh. Loe harus bisa berkorban demi cinta loe." ucap Verrel dan seketika Percy beranjak dari rebahannya di kursi penumpang belajang. Ia mengapit leher Verrel dengan lengannya.

"Loe mudah bicara kayak gitu, gue yang ngalaminnya !!!" bentak Percy.

"oke sorry,, loe gak mau buat gue mati sekarang kan. Jangan ajak-ajak gue kalau loe frustasi." pekik Verrel mencoba melepaskan cengkraman Percy.

"Berhenti mengoceh, gue mau tidur." Ucap Percy melepaskan cengkramannya.

"Perasaan yang sejak tadi mengoceh kayak cewek itu siapa." Gumam Verrel serata merapihkan kerah kemejanya.

"Loe ngomong sesuatu?"

"Kagak," ucap Verrel. "Ah sialan, bau alkohol badan gue. Kalau Delia nyium gimana, dia pasti nyangka gue minum." Gerutu Verrel mencium pakaiannya sendiri.

***

Di Bali, Rindi baru saja selesai melakukan pemotretan dengan Dafa. Hari sudah larut malam dan mereka memutuskan untuk makan malam bersama disana, tetapi Rindi ngotot ingin kembali ke hotel tempatnya menginap karena handphonenya lowbet. Seharian ini Percy tidak memberinya kabar, dan Rindi sangatlah khawatir.

"Biar aku yang antar Randa kembali ke hotel," ucap Dafa beranjak dari tempat duduknya.

"Kalian yakin tidak butuh bodyguard?" Tanya seseorang berbadan gendut itu.

"Kamu tidak perlu mengantarku, aku bisa sendiri." Ucap Rindi dengan sengit,

"Heh Randa, kamu pikir ke hotel dengan berjalan kaki bisa langsung sampai. Ini cukup jauh dari penginapan." Ucap Daffa.

"Mbak ayo kembali," rengek Rindi.

"Randa sayang, sabarlah dulu. Kita makan dulu baru kembali ke hotel." Ucap managernya.

"Kamu mau aku antar atau mau tetap disini?" Tanya Dafa dengan menaik turunkan alisnya.

"Aku balik bareng Dafa saja," ucap Rindi akhirnya membuat Dafa tersenyum senang.

"Baiklah, kalian hati-hati dijalan." Ucap kru yang ada disana.

"kalian tenang saja," ucap Dafa masih memasang senyumannya walau di balas dengan tatapan sengit oleh Rindi.

Rindi berlalu pergi diikuti Dafa dengan menggerutu kesal. "Wah nyanyianmu terdengar merdu sekali. Apa itu lagu baru?" Tanya Dafa,

"Siapa yang nyanyi???" pekik Rindi semakin emosi.

"Wow, galak sekali." Kekehnya dan berlalu lebih dulu memasuki mobilnya. "Aku bukan sopirmu, nona Rindi." Celetuk Dafa saat Rindi membuka pintu penumpang belakang. Rindi mendesah kesal dan membanting pintu begitu saja, iapun akhirnya naik ke dalam mobil di jok depan tepat di samping Dafa yang menyetir.

"Kamu ternyata lebih sangar dari Randa yah,"

"Diam, tutup mulutmu dan jalankan mobilnya. Aku malas berdebat denganmu."

"Oke," jawabnya dan langsung menginjak gas mobilnya.

"Apa aku boleh memutar radio?" Tanya Dafa.

"Ini mobil siapa?" Tanya RIndi dengan sinis.

"Mobilku," jawab Dafa dengan polos.

"Kalau begitu kenapa nanya, dasar sialan." Gerutu Rindi sangat emosi.

Entah kenapa Dafa begitu menyukai Rindi yang emosional. Baginya wajah Rindi sangatlah lucu saat marah. Dafa bernyanyi mengikuti irama music, sedangkan Rindi fokus menatap keluar jendela. Pikirannya melayang memikirkan Percy yang hilang kabar. Tidak biasanya Percy seperti ini, Rindi takut terjadi sesuatu padanya.

"Kenapa berhenti?" tanyanya saat mobil mereka berhenti di tengah jalan yang sepi.

"Lihatlah ke depan sana, Nona." Ucap Dafa membuat Rindi menengok.

Di depan mereka ada 5 ekor kambing tengah berdiri di tengah jalan menghalangi jalan mereka. "Kenapa ada kambing di jalanan, padahal ini sudah larut malam." Gerutunya dengan kesal, sedangkan Dafa terlihat santai saja.

"Heh tuan, kenapa hanya diam saja. Cepat usir mereka." Ucap RIndi.

"Kenapa harus aku? Aku tidak mau,"

"Yakk???"

"Hei nona Rindi, aku ini Dafa Aryan Ghossan seorang actor top di Indonesia dan di Korea. Bagaimana kalau ada paparazzi dan memberitakan kalau seorang Daffa bergaul dengan kambing-kambing di jalanan." Ucapnya.

"Kau sangat sombong dan begitu bangga," ucap Rindi sangat kesal.

"Aku memang bangga menjadi seorang idola banyak orang, maka dari itu aku harus menjaga sikapku agar mereka tidak ilfeel padaku." Jawabnya dengan sangat santai.

"Apa katamu saja, tuan idola."

"Namaku Daffa,"

"Whatever," Rindi beranjak menuruni mobil dengan kesal sekali, ia berjalan menghampiri kambing-kambing itu.

"Kambing kambing yang cantik, imut dan lucu. Aku mohon pergilah dari sini, jangan menghalangi jalan kami." Ucap Rindi berbisik tetapi dia tidak sadar kalau Dafa sudah berdiri di belakangnya dengan melipat kedua tangannya di dada.

"Ayolah hush, pergi dong. Ini sungguh hari penyiksaan bagiku. Aku harus melakukan pemotretan selama beberapa jam dengan gaya yang sangat memuakkan apalagi dengan pria arrogant itu. Dan sekarang aku harus semobil dengannya, bisa kalian pikirkan. Aku sangat tertekan saat ini, ayolah kambing-kambing yang lucu, imut, dan menggemaskan pergilah aku mohon. Bantulah aku, jangan buat waktuku habis dengan pria arrogant sombong dan tak tau diri itu. Ayo bantulah gadis malang ini," ucap Rindi memasang wajah sendunya, tetapi kambing-kambing itu taka da yang merespon.

"Kau membuat nama baikku hancur di depan kambing-kambing ini," celetuk Dafa membuat Rindi terpekik dan langsung berbalik.

"Dasar tukang nguping," gerutu Rindi sebal.

"Aku sungguh tak memahamimu, Nona. Begitu tertekannya ada di sampingku sampai memohon pada seekor kambing." Ucapnya membuat Rindi semakin kesal bercampur malu.

"Minggir," usir Daffa, membuat Rindi mundur selangkah. Dafa mendekati kambing-kambing itu.

"Kalian para kambing-kambing, tidak ingin hidup kalian menyedihkan seperti gadis galak ini kan. Sungguh mengenaskan, sekarang pergilah." Usir Dafa membuat Rindi membelalak lebar.

Dafa mengusir kambing-kambing itu dengan sebuah tongkat kayu yang dia pegang hingga kambing itupun menyingkir. "Selesai," ucap Dafa berbalik ke arah Rindi.

"Apa maksudmu dengan aku yang menyedihkan dan galak????" pekik Rindi.

"Kamu tidak memiliki cermin? Ayo kita kembali ke mobil dan aku akan pinjamkan kamu kaca spion agar kamu sadar diri." Ucap Dafa dengan tenang.

Rindi hanya mendengus kesal dan berjalan pergi meninggalkan Daffa sendiri. "Hey nona, kau mau kemana?" teriak Daffa tetapi tak di gubris oleh Rindi, ia terus berjalan menyusuri jalanan sepi itu.

Tinn tinnn

"Ayolah jangan ngambek begitu," ucap Daffa mengikuti Rindi menggunakan mobilnya. Rindi tetap memasang wajah juteknya dan berjalan menyusuri jalanan.

"Kamu tau tidak kalau disini terkenal dengan makhluk seperti leak dan makhluk astral lainnya." Ucap Daffa.

"Aku tidak takut, dan jangan menakutiku." Ucapnya dengan sengit,

"Oke, kalau begitu selamat berjalan. Aku ngantuk dan ingin cepat sampai ke hotel." Daffa menginjak gas mobilnya meninggalkan Rindi sendiri.

"Dasar pria arrogant dan menyebalkan." Gerutunya tetap berjalan dengan memeluk tubuhnya sendiri.

Entah kenapa rasanya tengkuknya terasa merinding dan ia merasa diikuti. Jalanan begitu sepi, dan kanan kiri hanya tanaman liar yang kosong. Rindi mulai merasa ketakutan, iapun memilih berjalan cepat tetapi semakin cepat, semakin besar rasa takutnya juga. Apalagi tengkuknya semakin merinding.

"Dafaaaaa,,," teriak Rindi akhirnya dan tak lama sebuah mobil terlihat mundur mendekati Rindi.

"Berubah pikiran nona?" ucap Dafa dengan senyuman menyebalkannya.

Rindi langsung menaiki mobil tanpa berkata apapun. "Cepat pergi," ucapnya membuat Dafa terkikik sendiri. Gadis lugu yang berusaha untuk galak dan kasar, itu membuat Rindi terlihat lucu di mata Dafa.

Tak ada hentinya Dafa melirik Rindi dengan senyuman di bibirnya. Ia tidak perduli kalau Rindi terus memasang wajah sangar padanya.

Sesampainya di hotel, Rindi langsung beranjak pergi tanpa mengatakan apapun membuat Dafa mendengus sebal. "Apa tidak bisa mengatakan, terima kasih Dafa." Gerutunya menuruni mobil dan berjalan dengan santai menuju lift yang baru saja di naiki Rindi.

Sesampainya di dalam kamar, Rindi segera mencharger handphonenya. Tetapi ternyata tidak ada notif apapun. 'Ternyata Percy benar-benar tidak ada menghubungiku.' Batinnya mendesah kecewa menatap handphonenya.

Ia pikir akan penuh dengan pesan suara dan message dari Percy tentang kenapa handphonenya yang tidak aktif sejak tadi sore. Ternyata ini tidak ada pesan apapun dari Percy, seharian ini.

Rindipun memutuskan menghubungi Percy tetapi tidak di angkat-angkat. "Kamu kemana sih, Honey? Apa kamu tidak khawatir dan merindukanku?" gumam Rindi mematikan sambungan telponnya.

Seakan belum puas, Rindi kembali mencoba menghubungi Percy walau hasilnya tetap sama, tidak di angkat. Tetapi Rindi terus mencobanya berkali-kali.

Siapa yang tau, kalau Percy tengah menatap nanar handphonenya yang berdering di hadapannya. Yah, Percy memang sengaja tidak mengangkatnya. Ia bahkan tidak memberi kabar sama sekali setelah kejadian kemarin.

Percy terus menatap nanar handphone di hadapannya yang tak berhenti berdering. "Maaf," gumamnya kembali meneguk soft drink yang dia pegang sejak tadi.

***


Load failed, please RETRY

Cadeaux

Cadeau -- Cadeau reçu

    État de l’alimentation hebdomadaire

    Rank -- Classement Power Stone
    Stone -- Power stone

    Chapitres de déverrouillage par lots

    Table des matières

    Options d'affichage

    Arrière-plan

    Police

    Taille

    Commentaires sur les chapitres

    Écrire un avis État de lecture: C5
    Échec de la publication. Veuillez réessayer
    • Qualité de l’écriture
    • Stabilité des mises à jour
    • Développement de l’histoire
    • Conception des personnages
    • Contexte du monde

    Le score total 0.0

    Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
    Votez avec Power Stone
    Rank NO.-- Classement de puissance
    Stone -- Pierre de Pouvoir
    signaler du contenu inapproprié
    Astuce d’erreur

    Signaler un abus

    Commentaires de paragraphe

    Connectez-vous