V
ino tidur dengan tak nyaman, ia terus berguling-guling membuat Chella terbangun dan segera menyalakan lampu tidur. "Kamu kenapa, Al?"
"Perutku sakit, Chell. Sebentar," Vino beranjak menuju kamar mandi dan memuntahkan isi perutnya. Chella segera beranjak mengikuti Vino dan memijit tengkuknya.
"Aku ambilkan minyak angin untukmu." Chella bergegas keluar kamar mengambil p3k hingga berpapasan dengan Claudya.
"Belum tidur, Chell?" Tanya Claudya.
"Belum Ma, Al sakit dan muntah-muntah aku mau ambilkan minyak angin."
"Mama akan periksa kondisinya," Claudya bergegas mengambil beberapa peralatannya.
Chella segera beranjak ke kamar untuk melihat Vino. Tak lama Claudya datang menyusul. Chella menyodorkan gelas berisi teh hangat ke Vino membuatnya segera meneguknya habis. Chella beranjak memberi ruang untuk Claudya memeriksa Vino.
"Bagaimana Ma?" Tanya Chella saat melihat Claudya selesai memeriksa Vino.
"Ini kok aneh yah," gumam Claudya.
"Kenapa Ma?" Claudya menatap Chella dengan seksama.
"Tunggu," Claudya mengambil sesuatu dari kotak itu dan menyerahkannya ke Chella. "Coba tes."
"Ini apa?"
"Itu tespeck, coba kamu tes saying." Chella dan Vino saling menatap bingung. "Ayo sayang, cepat cek." Claudya terlihat antusias.
Chellapun beranjak menuju kamar mandi untuk memeriksa.
Setelah menunggu 10 menit, Claudya langsung bersorak senang dan memeluk tubuh Chella sangat erat membuat Chella dan Vino saling menatap bingung.
"Ada tali kasih apa nih? Aku menunggu kamu di kamar, Nanda." Farel terlihat berdiri di ambang pintu.
"Farel, astaga." Claudya berlari ke arah Farel dan memeluknya dengan sangat bahagia membuat Chella dan Vino semakin bingung.
"Ada apa Nanda?" Farel bingung melihat Claudya yang begitu senang dan antusias.
"Farelll, kita akan punya cucu."
"APA?" pekik Chella dan Vino.
"Cucu?" Farel mengernyitkan dahinya bingung. "Bukankah Leonna keguguran" tambahnya membuat Claudya menepuk jidatnya.
Claudya beranjak menghampiri Chella dan menariknya sampai Chella berdiri di sampingnya. "Disini tumbuh seorang baby." Claudya mengusap perut rata Chella membuat ketiga orang itu membelalak lebar.
"Baby?" Tanya Chella seakan meyakinkan dan Claudya mengangguk antusias.
"Maksud mama, anaknya Vino?"
"Ya iyalah anak kamu Vin, kamu pikir anak siapa." kekeh Claudya melihat keloadingan ketiga orang ini.
"Sayang," Vino langsung menarik Chella ke dalam pelukannya karena senang bahkan mengangkat tubuh Chella dan membawanya berputar. Farel dan Claudya hanya bisa tertawa melihatnya.
"Kita akan memiliki cucu," ucap Claudya.
"Cucu yah," Claudya menganggukan kepalanya menjawab pertanyaan Farel. "Tidak akan sulit." kekehnya.
Chella dan Vino terlihat sangat bahagia, mereka bersyukur karena sudah di berikan kebahagiaan ini.
Keesokan harinya Chella, Vino, Datan, Leon, Adrian dan Percy membantu Verrel dan Leonna pindahan. Mereka membantu mengatur beberapa barang yang baru di pindahkan dari rumah Daniel dan Dhika.
Saat ini mereka tengah bersantai di ruang keluarga, Chella dan Leonna menyiapkan beberapa minuman dan cemilan untuk mereka. "Jangan terlalu cape sayang, sini duduk." Vino menepuk sofa di sampingnya dan Chellapun duduk disana, Leonna ikut duduk di samping Verrel.
"Ciee abang perhatian banget sama istrinya yang lagi hamil." celetuk Adrian tetapi seketika menutup mulutnya saat mendapat pelototan dari Vino.
"Hamil?" Leonna mengernyitkan dahinya. Semua orang sudah tau mengenai kehamilan Chella, kecuali Verrel dan Leonna.
"Siapa yang hamil?" Tanya Verrel.
"Adrian," Tanya Leonna terlihat penasaran.
"Princes, emm... Chella tengah hamil baru dua minggu." ucapan Vino menyentakkan Leonna. Leonna tetap menampilkan senyumannya tetapi matanya tersirat luka yang mendalam. Ia tersentak saat tangannya di remas oleh seseorang.
Leonna menengok ke arah Verrel yang tengah menampilkan senyuman terbaiknya dan meremas tangan Leonna seakan memberinya kekuatan. Chella dan Vino saling beradu pandang seakan merasa bersalah.
"Selamat yah, gue ikut senang mendengar kehamilan loe." ucap Leonna menampilkan senyumannya tetapi matanya terlihat berkaca-kaca.
Mereka kembali berbincang, karena Datan kembali berkoar untuk meramaikan suasana yang canggung.
Malam menjelang, Leonna terlihat melamun menatap keluar jendela kamar yang memperlihatkan suasana luar rumah yang tenang. Tak lama seseorang memeluk tubuhnya dari belakang membuat Leonna tersenyum kecil. "Apa yang sedang istri cantikku ini pikirkan, hmm?" bisik Verrel membuat Leonna menyandarkan kepalanya ke dada bidang Verrel.
"Entahlah, tetapi ada rasa iri melihat Chella hamil. Aku-." Leonna menundukkan kepalanya seraya mengusap air matanya yang kembali luruh. Entah kenapa rasanya sangat sakit.
"Jangan terlalu di pikirkan sayang, kita berdoa saja agar kandungan Chella sehat terus." Leonna mengucapkan amin sambil menghapus air matanya.
"Kamu belum minum obat yah." Leonna menggelengkan kepalanya lirih. "Baiklah, akan aku ambilkan air minum untukmu," setelah mengecup puncak kepala Leonna, Verrelpun berlalu pergi meninggalkan Leonna.
Leonna masih mematung di tempatnya, perasaannya masih terasa sakit dan masih merasa tak ikhlas. Ia menundukkan kepalanya dan mengusap perutnya yang rata. Hanya harapan hampa yang bisa ia pendam.
Berusaha untuk ikhlas itu sangatlah sulit.
Leonna menghapus air matanya dan berjalan ke arah sofa. Entah pikiran dari mana ia mengambil bantal sofa dan memasukkannya ke balik t-shirtnya. Leonna berdiri di depan cermin, dan membayangkan saat dirinya hamil besar akan seperti itu. Leonna tersenyum melihat tubuhnya yang akan terlihat membesar, dan biasanya ibu hamil itu seksi.
Tanpa Leonna sadari, Verrel berdiri di ambang pintu, memperhatikan Leonna yang bercermin dengan perutnya yang besar. Tetapi seketika, senyumannya hilang, tubuh Leonna merosot ke lantai dan menangis sejadi-jadinya dengan memeluk bantal itu.
Verrel berbalik dan bersembunyi di balik dinding dengan memegang segelas air. Verrel menengadahkan kepalanya, dengan air mata yang luruh membasahi pipinya mendengar Leonna menangis terisak dan begitu menyayat hati.
"Kenapa aku tidak bisa seperti yang lain, hikzz...hikz....hikz" isak Leonna sejadi-jadinya.
Verrel hanya mampu menangis dalam diam mendengarkan isakan Leonna yang memilukan. "Kenapa tuhan?"
Pagi-pagi sekali Verrel mengantar Leonna ke Ami hospital untuk melakukan cek up. Sesampainya disana, mereka langsung di bimbing oleh Chacha menuju ruang chek up. Verrel sama sekali tak melepaskan pegangannya pada Leonna.
Chacha menyuruh Leonna mengganti pakaiannya dengan pakaian steril dan merebahkan tubuhnya di atas brangkar. Verrel tak melepaskan Leonna, dia terus menemani dan membantu Leonna mengganti pakaiannya dan membaringkan tubuh Leonna di atas brangkar. Verrel jugalah yang melepaskan sandal yang Leonna pakai.
"Kakak sudahlah, kakak tunggu di luar saja." ucap Leonna karena Verrel terlihat khawatir dan tak ingin beranjak.
"Tapi De,"
"Kak. Leonna mohon. Kakak tenanglah, kenapa kakak yang jadi khawatir." ucap Leonna membuat Chacha tersenyum melihat mereka.
"Aku khawatir sama kamu, De."
"Tenanglah Verrel, tante tidak akan mencelakai Leonna," kekeh Chacha.
"Bukan begitu tante, aku hanya-"
"Kakak tunggu di luar saja, udah sana." Leonna mendorong tubuh Verrel untuk menjauh.
Verrel berjalan dengan berat hati menuju keluar ruangan, Leonna tersenyum seraya melambaikan tangannya ke arah Verrel. Bahkan Leonna memberikan kiss jauh kepada Verrel seakan ingin menunjukkan kepada Verrel kalau dia baik-baik saja. Dan Verrel bisa tenang.
Walaupun Verrel tau Leonna hanya berpura-pura, kenyataannya sejak tadi tubuhnya terlihat bergetar karena gelisah.
Chacha segera melakukan Check upnya pada tubuh Leonna.
Verrel menunggu di luar ruangan dengan gelisah. Dia terus mondar mandir di depan pintu ruangan itu. Pandangannya terus melirik ke arah pintu yang masih belum terbuka juga.
1 jam sudah berlalu, dan Leonnapun keluar dari ruangan itu dengan sudah mengganti pakaiannya. Leonna tersenyum ke arah Verrel saat Verrel menghampirinya. "Kata Mom, kita harus menunggu selama satu jam. Hasilnya akan segera di ketahui, apa bekas operasi di perutku ini sudah bersih atau tidak." ucap Leonna membuat Verrel mengangguk.
"Sebaiknya sekarang kita ke cafetaria, kamu belum makan kan." ucap Verrel yang di angguki Leonna.
Keduanya berjalan menuju ke cafetaria hingga langkah mereka terhenti saat melihat sebuah ruangan dimana seorang ibu baru saja melahirkan seorang bayi perempuan. Leonna terus menatap ke arah ruangan itu, melihat bagaimana bahagianya pasangan suami istri itu.
Verrel menyadari itu, dia segera membopong tubuh Leonna membuatnya memekik kaget tetapi tetap mengalungkan kedua tangannya di leher Verrel. "Kakak bikin kaget," gerutu Leonna sedangkan Verrel hanya terkekeh.
"Kamu sangat lambat De, kamu tidak tau kalau suami kamu ini sangat kelaparan" ucap Verrel, padahal niatnya memang tidak ingin membuat Leonna semakin sedih.
"Dih kakak, padahal tadi sudah sarapan di rumah. Dasar maruk,"
"Walaupun maruk juga, kamu tetap cinta kan." goda Verrel membuat Leonna terkekeh.
"Ih genit banget," kekehnya.
Verrel tidak memperdulikan tatapan banyak orang yang melihat dirinya yang tertawa bersama Leonna yang berada di gendongannya. Keduanya melupakan situasi di sekitar mereka. Yang penting Leonna bisa kembali tertawa.
Verrel menurunkan Leonna dan menarik sebuah kursi untuk Leonna duduk. "Mau makan apa?" Tanya Verrel setelah dia mengikuti Leonna duduk di sana.
"Tentuin saja sama kakak. Aku akan selalu memakan apapun yang kakak berikan."
"Termasuk tai kucing."
"Ih Kakak jorok." Leonna memukul lengan Verrel hingga membuatnya terkekeh,
"Kamu juga dulu gitu ke Kakak, pake bilang kakak maruk lagi karena sepiring tai kucing." Ucapan merengut Verrel membuat Leonna tertawa puas.
"Nggak mau, kan itu khusus buat Kakak. Itu bukti cinta aku buat Kakak." Kekeh Leonna membuat Verrel mencibir dan mulai memesan makanannya.
Verrel memesan banyak makanan untuk Leonna membuatnya merengut kesal karena Verrel hanya memesan kopi sedangkan makanan sebanyak itu harus di habiskan oleh dirinya sendiri. "Curang,"
"Makan saja, Kakak harus mengeluarkan uang banyak untuk makanan ini. Jadi kamu harus menghabiskannya, kalau tidak malam ini akan aku hukum."
"Kakak pikir aku ini dugong apa," gerutu Leonna.
"Mungkin anaknya dugong," Leonna langsung memukuli lengan Verrel membuatnya terkekeh dan mengaduh.
"Nyebelin!" Leonnapun menikmati makanannya dengan tenang dan Verrel terus memperhatikannya. Leonna memakannya dengan gerakan lambat dan menjilati bibir bawahnya membuat Verrel berdehem kecil.
Leonna berhasil menggodanya...
"Apa gaya makannya harus seperti itu yah? Ini bukan iklan indomie lho," ucapan Verrel membuat Leonna terkekeh.
"Memang bukan, aku hanya tengah menikmati makanan ini. Sudah lama tidak makan enak." Ucapnya mengedikkan bahunya dan kembali menikmati makanannya dengan sangat lambat.
"Jangan membuatku menciummu sekarang juga," ucap Verrel.
"Ihh kakak mesum," tawa menggelegar disana.
Leonna berhasil menggoda suaminya itu, pasti kebanggaannya sudah terbangun sekarang dan Leonna masih belum bisa melakukan hubungan intim.
"Sudah habiskan makanannya," ucap Verrel memalingkan wajahnya membuat Leonna terkikik.
Satu jam sudah berlalu, Verrel pergi menemui Chacha karena Leonna terlalu takut mendengar kabar yang akan membuatnya kembali terluka. Leonna menunggu di ruang tunggu dengan perasaan harap-harap cemas, dia terus meremas kedua tangannya. Perasaannya terasa sangat tak tenang, apalagi Verrel sangat lama mengambil hasil cek upnya. Ia terus mengembungkan kedua pipinya dan membuang nafasnya karena merasa sangat tak tenang, ia sangat gelisah sekali.
Ceklek...Leonna menengok ke arah pintu dimana Verrel baru saja keluar dari ruangan Chacha dengan sebuah amplop di tangannya. Verrel tersenyum kecil ke arah Leonna. Ia berjalan mendekati Leonna dan duduk rengkuh di hadapannya dengan bertumpu pada kedua lututnya.
Verrel menyimpan amplop itu di atas paha Leonna dengan masih menatap mata Leonna yang terlihat gelisah. "A-apa?" cicit Leonna masih menatap Verrel yang masih bungkam.
"Kamu tau, Allah itu tidak tidur." Leonna masih menyimak Verrel. "Kamu bersih, tidak ada kanker dan penyakit lain di dalam perutmu, bahkan sel telurmu sangat sehat."
"hmm," Leonna masih penasaran dengan lanjutan ucapan Verrel yang terlihat berkaca-kaca. "A-ada apa? A-apa aku-"
"Kata tante, pengangkatan rahim itu ada beberapa jenis. Dan aku tidak paham apa dalam bahasa kedokterannya tetapi dalam kasus kamu, pengangkatan Rahim yang kamu lakukan bukanlah pengangkatan rahim full, tetapi sebagian." Leonna masih menatap Verrel dengan air mata yang menggantung di pelupuk matanya.
"Awalnya, karena masih terjadi pendarahan. Mereka menyatakan kalau indung telur kamu juga cedera, dan tidak mampu memproduksi. Tetapi chek up terakhir ini memperjelas segalanya, De." Verrel menghela nafasnya. "Kata tante, masih ada dinding Rahim di dalam perutmu walau hanya sebagian. Dan sel telur kamu dalam keadaan baik-baik saja. Kamu akan masih bisa menstruasi seperti layaknya wanita."
"Lalu," Verrel tersenyum mengusap pipi Leonna. "Kamu masih bisa hamil, Sayang. Kita masih bisa memiliki seorang bayi di dalam perutmu."
Leonna melotot kaget, tetapi seketika kekehan terdengar darinya di iringi air mata yang luruh membasahi pipi. Verrel mengusap pipi Leonna yang terkekeh di tengah tangisnya. Begitu juga Verrel yang tersenyum bahagia di tengah matanya yang berkaca-kaca.
Leonna langsung memeluk tubuh Verrel diiringi tangisannya. Ucapan rasa syukur terucap dari bibir keduanya dengan sangat bahagia.
Harapan Baru....
Kesempatan bagi Verrel dan Leonna untuk membenahi kehidupannya. Dan berusaha menjadi lebih baik lagi.
Tak ada yang tau kuasa tuhan. Saat tuhan sudah berkehendak seperti itu maka itulah yang akan terjadi.
Ikhlas, Sabar, Dan berlapang dada adalah kunci untuk mencapai sesuatu yang lebih indah dari yang manusia rencanakan...
Malam ini mereka mengadakan syukuran sekaligus pengajian di kediaman Verlia. Mereka juga sekalian melakukan syukuran rumah baru mereka. Semua keluarga besar brotherhood hadir disana. Chella, Randa, Rindi, Irene, Claudya, dan Elza tidak merasa risih memakai selendang untuk menutupi kepalanya.
Di dalam kamar mereka, Leonna tengah memakai kerudung di bantu sang mama. "Mama, Leonna sangat bahagia." Senyuman tak memudar dari bibirnya.
"Bersyukur Sayang, syukuri semuanya. Dalam kasus kamu, sering kali terjadi kerusakan pada sel telur tetapi sel telur kamu baik-baik saja dan sehat. Allah itu maha kuasa, sehingga keputusan Papa kamu benar yang menolak keinginan mommy Chacha untuk mengangkat rahim total." jelas Thalita.
"Papa menolaknya?" Leonna semakin mengernyitkan dahinya bingung.
"Iya, saat di lakukan pembersihan saat kamu keguguran, kondisi rahim kamu sangat hancur dan sulit untuk di katakan baik-baik saja. Mommy mengatakan harus melakukan pengangkatan rahim full, tetapi papa meminta waktu satu minggu untuk menganalisis kasus kamu." Thalita menarik Leonna untuk duduk di kursi yang berada di ujung ranjang.
"Papa yakin, luka kamu tak separah itu. Dan mommy setuju, mommy percayakan semuanya pada papa kamu. Saat operasi pengangkatan, mommy dan papa kamu sempat berdebat. Mommy Chacha mengatakan kalau kamu tidak melakukan pengangkatan rahim full, maka akan berefek pada kanker rahim. Karena rahim yang terluka di biarkan begitu saja, tetapi papa kamu yakin rahim kamu tidak harus di angkat total. Karena menurut papa kamu, ovarium memang letaknya juga di seputar rahim, tetapi mereka itu dipisahkan yaitu, antara rahim dan indung telur. Bagian itu adalah tempat produksi sel telur dan hormon Esterogen. Dan kemarin saat check up terakhir, diagnose papamu yang benar. Tidak semua rahim kamu yang cendera, masih ada sisa dinding rahim. Dan biasanya wanita yang masih mengalami menstruasi, berarti masih bisa hamil. Hanya mungkin lebih rentan dari kehamilan biasanya." penjelasan Thalita membuat Leonna mengangguk paham.
"Setidaknya masih ada harapan untukku dan Kakak, setidaknya aku masih bisa membuatnya bahagia, Ma." Thalita tersenyum membelai wajah Leonna.
"Pasti sayang, jangan pernah lepas dari doa. Karena sesulit apapun itu, saat tuhan sudah mengijinkan, maka tidak akan ada yang sulit." Leonna memeluk tubuh Thalita dengan sayang.
Verrel masuk ke dalam, membuat Thalita melepas pelukannya dan tersenyum ke arah Verrel. "Suami kamu sudah datang, mama ke bawah yah bantuin bunda nyiapin beberapa makanan." Leonna menganggukkan kepalanya. "Jangan lama-lama, segeralah turun." Thalita beranjak meninggalkan mereka berdua.
Leonna menundukkan kepalanya karena malu. Ini pertama kalinya dia memakai jilbab di depan Verrel. Verrel berjalan mendekati Leonna dan duduk di sampingnya membuat Leonna memalingkan wajahnya. "Ada apa?" Tanya Verrel dan Leonna menggelengkan kepalanya.
"Aku ke bawah duluan," Leonna segera beranjak tetapi di cekal oleh Verrel. Iapun menarik tangan Leonna membuat tubuh Leonna oleng dan jatuh ke atas pangkuannya.
"Kamu sangat cantik memakai jilbab," bisik Verrel tepat di telinga Leonna membuatnya merona.
"Jangan gombal, aku pasti kelihatan seperti emak emak." Verrel terkekeh mendengarnya.
"Lebih tepatnya calon emak." goda Verrel diiringi kekehan ringannya.
"Tuh kan, nyebelin." Leonna mengembungkan pipinya kesal.
Cup
Mata Leonna membelalak lebar saat Verrel mengecup bibirnya, dan senyuman manis terlukis indah di bibirnya menatap mata biru milik Verrel. Leonna dan Verrel tak melepaskan tatapan mereka, keduanya saling menatap penuh cinta. Bahkan Leonna sudah mengalungkan kedua tangannya di leher Verrel.
Cup... Leonna mengecup bibir Verrel, "Aku mencintaimu," bisiknya dan beranjak dari atas pangkuan Verrel diiringi senyumannya, ia berjalan menuju pintu seraya mengedipkan sebelah matanya. Verrel tersenyum melihat istrinya sudah kembali, istri yang selalu membuatnya kesal dan gemas telah kembali...
Acara pengajianpun sudah berlangsung dengan khidmat, beberapa anak yatim piatu yang di undang sudah meninggalkan kediaman Verrel dan kini tinggal keluarga besar brotherhood tengah berkumpul di ruang keluarga yang menampilkan pemandangan indah di halaman belakang.
Thalita sibuk menyuapi Elga yang kini duduk di atas kursi roda, diabetesnya sudah cukup parah. Dan Thalita tak risih mengurusi ibu mertuanya itu.
Mereka semua tengah berbincang sambil menikmati cemilan yang di sediakan disana.
"Akhirnya, bajaj sudah berlalu. Dan sekarang terbitkan Taxi online." celetuk Datan membuat yang lain terkekeh.
"Badai pea, sejak kapan badai jadi bajaj." ucap Chella yang duduk di samping Vino dengan meneguk juice jeruknya.
"Sejak sang princes nakal bangkit kembali," celetuknya membuat Leonna mendengus.
"Loe pikir bangkit dari kubur, dasar kunyuk sialan."
"Bangkit dari ketepurukan yang mengurung jiwa."
"Loe baik-baik saja, Tan?" Tanya Leon khawatir karena Datan semakin frustasi di tinggalkan oleh Pretty.
"I'm oke," ucapnya tersenyum kecil.
Puk
Leonna terkikik karena berhasil melempar bantal sofa ke wajah Datan yang so menampilkan wajah sedihnya.
"ONAAAA!" Datan yang kaget langsung kesal dan beranjak ingin mencekik Leonna.
Leonna bersiaga dan berlari menghindari amukan Datan. "Sialan loe Ona, gue kaget. Kirain kecoa!" pekiknya terus mengejar Leonna yang berlari ke arah para orangtua.
"Astaga kapan mereka akurnya." keluh Chella hanya bisa menggelengkan kepalanya.
"Permisi permisi permisi, ada anak buaya ngamuk." teriak Leonna berlari ke arah para orangtua.
"Astaga kenapa kalian selalu berantem." keluh Lita.
Datan terus mengejar Leonna yang loncat ke atas sofa dan melempari Datan dengan bantal sofa, sambil terus meledeknya. "Ona, loe gak bakalan gue lepasin." Datan terlihat kesal dan terus mengejar Leonna, hingga Verrel datang bersama Daniel dari arah depan.
Leonna langsung bersembunyi di belakang tubuh Verrel. "Ada apa ini?" Verrel dan Daniel kaget melihat Leonna yang tiba-tiba saja memeluk Verrel dari belakang. Tak lama Datan muncul dengan membawa bantal. Leonna bersembunyi di belakang tubuh Verrel dari amukan Datan.
"Kakak, anak buaya ngamuk."
"Sini loe Ona," ucap Datan kesal hendak meraih Leonna, tetapi Leonna terus bersembunyi dan menjadikan Verrel sebagai tamengnya. Datan memang sedang emosional sejak di tinggalkan oleh dia.
"Astaga kalian berdua, kapan bisa akurnya." tegur Daniel.
"Abang minggir, aku harus kasih pelajaran sama si Ona." ucap Datan,
"Tidak akan aku biarkan, sudahlah Datan lebih baik kamu kembali kesana." ucap Verrel membuat Leonna meleletkan lidahnya ke arah Datan yang kesal.
"Awas loe, Ona." Datan berlalu pergi meninggalkan mereka. Leonna terkekeh melihatnya
"Kamu apakan Datan?" Verrel menaikkan sebelah alisnya.
"Tadi lucu, dia lagi melamun memikirkan Pipitnya terus aku timpuk eh dia kaget, ekspresinya itu lucu." tawa Leonna pecah.
"Astaga, benar-benar jahil." Daniel menggelengkan kepalanya seraya pergi meninggalkan mereka berdua.
"Dasar nakal, awas yah kamu. Kakak kasih hukuman nanti." Verrel menyudutkan Leonna hingga tubuh Leonna menabrak dinding di belakangnya.
"Hukuman apa?" Leonna terlihat menantang Verrel.
"Kamu tidak takut?"
"Kenapa harus takut, aku sudah siap kok memenuhi hukuman dari Kakak."
"Jidatmu memperlihatkan kalau pikiranmu tengah mengarah ke hal yang mesum." ucapan Verrel tepat sasaran membuat Leonna memegang jidatnya sendiri.
"Fitnah."
"Yakin, bukan itu," Verrel mengurung tubuh Leonna dengan sebelah tangannya.
"Bukan."
"Bohong."
"Ihh Kakak, bukan."
"Kalau bukan, kenapa kamu menunduk? Berarti benar, kamu menginginkannya yah," bisik Verrel.
"Kakak kali, ayoo jujur saja." tuduh Leonna.
"Kamu banyak ngeles, De." Verrel semakin menggoda Leonna dengan mendekatkan wajahnya ke wajah Leonna. "Kamu harus Kakak hukum sekarang."
"Eh Bun."
Verrel segera menjauhkan badannya saat mendengar penuturan Leonna. Tetapi saat menengok tak ada siapa-siapa, dan Leonna sudah ngacir sambil melambaikan tangannya membuat Verrel tersenyum masam. Dia telah di tipu...
Malam menjelang, Verrel baru saja mengantar beberapa tamu untuk meninggalkan kediamannya. Saat sudah tak ada siapapun lagi, Verrelpun beranjak menuju kamarnya dengan Leonna.
Ceklek... Verrel memasuki kamar dan mengernyitkan dahinya saat melihat lampu kamar mati dan hanya lampu tidur dan juga hiasan lilin di setiap nakas yang memenuhi kamar ini. Ia berjalan memasuki kamar, dan terlihat Leonna duduk di atas ranjang yang sudah di tebar banyak kelopak bunga mawar merah. Leonna duduk di atas ranjang dengan memakai kemeja putih kebesaran milik Verrel.
Leonna tersenyum saat melihat ke arah Verrel yang tengah mengernyitkan dahinya. Ia mengulurkan kedua tangannya ke hadapan Verrel yang sudah berdiri di sisi ranjang. Verrel menerima uluran tangan Leonna dan berangsur menaiki ranjang. Senyuman tak luput dari bibir keduanya. Tanpa aba-aba, Leonna mendorong tubuh Verrel hingga terlentang di atas ranjang dan dia berada di atas tubuh Verrel yang masih menatap Leonna di balik keremangan. Rambut panjangnya di kumpulkan di satu sisi, dan Leonna hanya memakai underware di balik kemeja putihnya itu.
"Kamu ingin menggodaku?" Tanya Verrel sekuat tenaga menahan sesuatu yang terasa sesak di bawahnya. Hanya melihat Leonna berpenampilan seperti ini saja, gairahnya sudah terbangkitkan.
Tangan Verrel terulur merapihkan rambut Leonna, tangannya menyusuri garis wajah Leonna hingga terakhir jempolnya mengusap bibir merah Leonna dengan lembut membuat Leonna memejamkan matanya merasakan sentuhan Verrel yang begitu lembut dan memabukkan. Sentuhan Verrel mampu membuat darahnya terbakar gairah.
"Aww," Leonna terkekeh saat Verrel menarik pinggangnya dan membalikan tubuhnya hingga kini Leonna berada di bawah kungkungan tubuh Verrel. "Kakak bernafsu sekali," kekehnya.
Verrel tak mengindahkan ucapan Leonna, ia lebih fokus mengecupi setiap inci wajah Leonna, hingga terakhir dia berkali-kali mengecupi bibir merah Leonna yang beberapa hari ini menggodanya. Verrel menjauhkan wajahnya dari wajah Leonna membuat Leonna membuka matanya dan menatap Verrel dengan tatapan sayunya.
"Apa aku boleh melakukannya?" Tanya Verrel.
"Lakukanlah Kak," gumam Leonna.
"Tapi kamu-" Leonna langsung menarik Verrel dan mencium bibirnya tanpa ingin mendengar perkataan Verrel lagi.
Verrel yang paham, akhirnya melancarkan aksinya. Ia mulai mencumbu Leonna dan tak menunggu lama lagi langsung menyatukan tubuh mereka berdua.
Setiap helaan nafas dan keringat yang membanjiri tubuh mereka, di dalam hati keduanya terus melapalkan doa supaya benih janin itu segera tumbuh di rahim Leonna. Harapan keduanya semoga tuhan akan mengabulkannya.
Tubuuh Verrel ambruk di samping Leonna saat mereka sudah mencapai pelepasan, Verrel mengecupi setiap inci wajah Leonna dan mengatakan kata cinta membuat Leonna tersenyum bahagia. Ia memeluk tubuh Verrel dan menyandarkan kepalanya di dada bidang milik Verrel.
Leonna membuka matanya dengan badan yang terasa pegal dan sakit, semalaman dia dan Verrel seakan maniak sex hingga lupa waktu dan melakukannya lagi dan lagi. Ia menengok ke arah sampingnya dimana Verrel masih terlelap dengan tangannya yang memeluk Leonna possessive. Leonna mencoba memindahkan tangan Verrel dari atas tubuhnya tanpa membangunkannya. Iapun segera beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
Setelah puas membersihkan diri, Leonna beranjak keluar kamar menuju dapur untuk menyiapkan sarapan untuk dirinya dan juga Verrel.
Leonna mulai membuat omlet dan juga nasi goreng kesukaan Verrel. Dia sibuk memotong beberapa sayuran tanpa menyadari kedatangan seseorang. Tubuhnya menegang saat tangan kekar memeluknya dari belakang dan mengecupi punggungnya.
"Kak,"
"Hmm," Verrel sibuk mengecupi pundak dan punggung Leonna.
"Kak, aku lagi masak."
"Hmm," Verrel tak menghiraukan Leonna dan terus mengecupi leher dan pundak Leonna. Bahkan tangannya tak tinggal diam. Leonna memejamkan matanya menahan gelenyar aneh dalam tubuhnya.
"Kak-," terdengar lirih seperti desahan, bahkan Leonna menggigit bibir bawahnya. Verrel memutar tubuh Leonna dan mengungkung tubuh Leonna dengan kedua tangannya yang berhasil merengkuh pinggang Leonna. Ia semakin mendekatkan wajahnya ke wajah Leonna hendak mencium bibirnya.
Kriuk kriuk kriuk
Verrel menjauhkan wajahnya dan keduanya tertawa. "Kamu sangat kelaparan?" Tanya Verrel dan Leonna mengangguk malu.
"Kakak sudah menguras tenagaku." Cicitnya.
"Ckck, kasihan sekali istriku ini."
"Ahh," Leonna mencengkram kuat leher Verrel saat Verrel mengangkat tubuhnya dan membawa Leonna ke kursi meja makan. "Princes duduk saja disini, makanan akan siap dalam 10 menit." Verrel mengedipkan sebelah matanya dan beranjak untuk memasak sesuatu untuk Leonna.
"Kakak bisa masak?"
"Kamu meremehkanku, hmm?" Verrel menengok ke arah Leonna dengan menaikkan sebelah alisnya.
"Yah siapa tau, ingat Kak di tuperware warna merah muda itu garam, yang di tuperware biru itu gula."
"Kamu benar-benar merehkanku, yah?" Verrel berbalik ke arah Leonna dengan berkacak pinggang.
"Iya kan siapa tau Kakak lupa bentuk garam dan gula." Kekehnya.
"Kakak masih sangat hapal dan begitu mengenal bentuk garam dan gula." ucap Verrel melanjutkan acara memasaknya.
Leonna mengambil handphonenya dan memotret Verrel yang hanya memakai celana boxer dan kaos putihnya. Setelah itu dia upload ke instagram miliknya, dengan tulisan 'My Handsome Chef'
"Wahh langsung banyak yang like." Leonna antusias memainkan handphonenya, hingga tawanya pecah dengan salah satu comment.
"Ada apa?" Verrel mengernyitkan dahinya bingung.
"Astaga ini Datan sama Chella nyebelin." Verrel beranjak mengambil handphone Leonna dan membaca isi komentarnya.
Datan_Handsome : Aww,, aurat cuy!
Datan_Handsome : Astogee Ona, itu laki loe kagak di kasih celana. Mana kolornya warna hijau putih. Gue rasa dia titisan kolor ijo atau hulk.
Chell_Dauglas : Hahaha, kolor ijo. Oh god! gue ngidam kolor ijo laki loe, Ona.
Datan_Handsome : Astoge, loe gila. Loe tanaman makan pagar! Kolor punya laki sahabat sendiri loe pengenin.
Leonna tertawa puas sampai memegang perutnya, saking ngakaknya. Verrel menyipitkan matanya menatap Leonna dengan kesal. "Hahahaha titisan kolor ijo. Hulk kali ah." tawa Leonna.
"Awas yah kamu. Dasar jahil." Verrel menggelitik tubuh Leonna membuat Leonna mendorong tubuh Verrel dan berlari menghindarinya.
Leonna terus tertawa sambil melempari Verrel dengan bantal sofa dan terus berlari hingga taman belakang. Bahkan Leonna masih memakai kemeja putih Verrel di padu dengan hot pants hitamnya.
Leonna terus berlari menghindar, hingga akhirnya Verrel berhasil mencekal pergelangan tangan Leonna. "Aduhh cape,,hehe kolor ijo." tawa Leonna.
"Seneng banget yah ngeledekin suami sendiri." Verrel hendak merengkuh tubuh Leonna tetapi keduanya mendengus dan mencium aroma menyengat.
"Kok bau kebakaran Kak." tanya Leonna mengendus-ngendus.
"Oh Shitt!" Verrel segera berlari ke arah dapur. Leonna juga berlari mengikutiya.
Prank
"Argh!" pekik Verrel saat nampan itu menyentuh tangannya hingga melepuh. Leonna semakin tertawa puas di belakang Verrel melihat Verrel yang terlihat sibuk membereskan nampan berisi nasi gosong yang berserakan di lantai.
"Aduhh pagi-pagi udah di buat ngakak." kekeh Leonna mengusap sudut matanya yang berair.
"Aku akan membuang semua kolor warna hijauku." ucapan Verrel membuat Leonna semakin tertawa terbahak-bahak.
"Kakak lebih bagus kalau gak pakai kolor," tawa Leonna.
"Itu maunya kamu," Verrel beranjak membuang sampah ke belakang.
"Jadi kita makan apa sekarang?" teriak Leonna. "Di kulkas juga masih belum ada apa-apa."
"Kita makan di luar saja, sekalian belanja." Teriak Verrel dari arah belakang dan terlihat berjalan menghampiri Leonna. "Sekarang kamu bergegas, bukankah kamu kelaparan,"
"Siap, Bos." Leonna berlari menuju ke kamarnya.
Saat ini Leonna dan Verrel sudah berada di sebuah restaurant seafood. Leonna merengek ingin makan udang asam manis.
Mereka menikmati makanannya dengan lahap, apalagi Leonna sampai nambah dua kali. "Kamu lapar apa doyan, De?" Tanya Verrel,
"Dua-duanya." Kekeh Leonna. "Beberapa hari ini aku tidak bisa menikmati makanan."
"Onaaaa," teriakan itu membuat Leonna menengok.
"Astaga bumil," keluh Leonna.
"Hai kak Verrel, haii Ona." Chella memeluk Leonna dengan antusias.
"Heh Lonja, kita baru ketemu kemarin. Biasa saja meluknya, loe pengen gue mati karena kehabisan nafas." gerutu Leonna membuat Chella terkikik dan duduk di sampingnya, begitu juga Vino yang duduk di samping Verrel. "Kalian membuntutiku yah." tuduh Leonna.
"Jangan suudzon, Princes. Abang sedang ngidam makan cumi-cumi bakar." ucap Vino.
"Abang ngidam?" pekik Leonna.
"Entahlah, tapi kata tante Chacha. Mual-mual yang sering aku alami karena ngidam," keluh Vino yang terlihat lesu.
"Al, aku pesankan dua porsi cumi cumi untukmu yah."
"Iya,"
"Astaga Abang sejak kapan jadi dugong." ucap Leonna terheran-heran.
"Kamu juga jadi dugong, makan sampai habis dua piring." celetuk Verrel membuat Leonna mencibir.
"Ngidam itu rasanya tidak enak." keluh Vino yang terlihat lesu.
"Kalau begitu jangan mau enaena dong Abang, Abang cuma mau enaenanya aja." celetuk Leonna.
"Astaga Delia, pelankan suaramu." Verrel hanya bisa menggelengkan kepalanya, sedangkan Chella dan Vino terkekeh melihat kelucuan Leonna.
Setelah itu, mereka melanjutkan acara mereka ke supermarket. Leonna sibuk memilih persediaan makanan mereka, sedangkan Verrel mendorong trolly belanjaan di belakang Leonna.
"Aku ingin merampok Kakak sekarang ini." ucap Leonna santai sambil memasukan semua makanan ke dalam trolly.
"Lakukan saja, paling nanti kita menjual mobil dan rumah." ucap Verrel.
"Pasrah banget." kekehnya.
Mereka berdua terus berkeliling dengan sesekali bercanda, Verrel juga sesekali dengan iseng menabrakkan trolly ke pinggang Leonna membuat sang empu melotot kesal.
"Ini masukin," Verrel membelalak kaget saat Leonna memasukkan satu dus tespeck ke dalam trolly.
"Untuk apa De?" Tanya Verrel.
"Untuk mengeceknya tiap hari Kakak, aku tidak mau melewatkan kesempatan lagi dan tau-tau udah 3 bulan saja." ucap Leonna dengan santai. "Sudah jangan protes, harganya tidak akan menguras ½ gaji Kakak." kembali berjalan menyusuri lorong itu dan Verrel hanya bisa menghela nafasnya dan terus mengikuti Leonna.