Télécharger l’application
76.81% Wasiat Iblis / Chapter 53: Dewi Pengemis Dari Bukit Tunggul (2)

Chapitre 53: Dewi Pengemis Dari Bukit Tunggul (2)

Di puncak gunung Patuha, didalam goa yang remang yang hanya mendapat cahaya dari sebuah obor, duduklah sesosok tubuh tinggi besar berjubah hitam-hitam, kuku ditangannya panjang-panjang dan berwarna hitam, rambutnya gondrong acak-acakan sebahu, kemudian baru nampaklah wajahnya dari balik kegelapan, ternyata wajahnya ditutupi oleh sebuah topeng yang sangat mengerikan!

Topeng itu berwarna hitam kecuali dibagian matanya yang bolong berwarna merah darah, dibagian atas alis kiri-kanan ada tanduk yang mencuat keluar, tepat dibagian bibirnya terdapat dua buah taring yang sejajar dengan masing-masing tanduk diatasnya, dibagian keningnya mengkerut tiga buah garis bagaikan orang yang sedang mengernyitkan keningnya, topeng itu tampak menyeringai, sementara dibagian matanya yang bolong, nampak dua buah bola mata yang melotot merah dari dalam wajah si pemiliknya, dialah si pertapa sesat dari golongan hitam yang berjuluk si Topeng Setan.

Saat itu datanglah seorang nenek bungkuk bertubuh tinggi, wajahnya sangat menyeramkan, mulutnya merah karena mengunyah sirih, dan matanya sangat merah. "Kakang memanggilku?" Tanya si Nenek.

"Benar Adikku, aku memanggilmu sebab sesuatu yang gawat untuk kita akan terjadi, bahaya besar akan mengancam kedua murid kita Prabu Kertapati dan Mega Sari!"

"Apakah bahaya itu adalah malapetaka yang Kakang katakan 20 tahun yang lalu?" Tanya Nyai Lakbok.

"Benar adikku, malapetaka ini timbul karena Prabu Kertapati telah melanggar perjanjiannya dengan kita, kini bayi yang seharusnya menjadi korban persembahan pada Eyang di Alam Ghaib sana telah dewasa dan akan menjadi malapetaka bagi keluarga Prabu Kertapati!" jelas Topeng Setan.

"Sekarang kita terpaksa harus bertindak langsung mengenyahkan pemuda yang akan menjadi biang malapetaka ini, kita perintahkan semua murid-murid kita untuk bertindak membunuh pemuda bernama Jaya Laksana yang merupakan anak sulung Prabu Kertapati itu!" tegas si Topeng Setan.

Nyai Lakbok pun mengangguk "Baik Kakang, aku akan memanggil semua murid-murid kita sekarang juga!".

***

Pagi itu Galuh Parwati terus melangkah dengan kaki gontai dan perasaan mengambang, ia terus teringat pada sosok Jaya Laksana, mulai dari pertemuannya yang pertama kali di rumah Juragan Karta sampai malam tadi ketika mereka berkemah bersama, di hatinya terus terngiang nama dan sosok Jaya Laksana "Oh Guru, perasaan aneh apakah ini? Rasanya begitu sakit menusuk-nusuk, tapi juga terasa hangat... Perasaan ini seolah semakin besar ketika a meninggalkan aku begitu saja?" rintihnya dalam hati.

Ia terus melangkah hingga tak terasa ia memasuki sebuah desa, saat itu didengarnya suara kentungan tanda bahaya dipukul bertalu-talu, orang-orang seisi desa nampak panik berlarian kesana-kemari. "Eh ada apakah ini? Nampaknya desa ini sedang dilanda bahaya besar?" tanyanya pada diri sendiri.

Dia lalu mencegat seorang perempuan yang berlari ke arahnya "Nyi dulur, apakah yang sedang terjadi?" tanyanya.

"Ada empat mayat hidup yang menyerang rumah Ki Demang!" jawabnya dengan panik sambil melepaskan diri dari pegangan Galuh dan langsung berlari meninggalkan desa.

"Mayat hidup? Kenapa ada mayat hidup siang-siang begini?" tanyanya pada diri sendiri penasaran, dia pun langsung berlari ke arah alun-alun desa dimana kademangan berada.

Ketika sampai di Kademangan, terkejutlah Galuh melihat apa yang sedang terjadi di sana, ternyata memang benar ada empat mayat hidup yang tubuhnya sudah rusak menjadi setengah tengkorak tengah dikepung oleh para pengawal Kademangan yang dipimpin oleh Ki Demang langsung, tapi rupanya empat mayat hidup itu hebat sekali, para pengawal kademangan itu bertumbangan kena hajar para mayat hidup itu.

"Sungguh aneh! Biasanya ilmu hitam semacam itu hanya bisa bekerja pada malam hari, tapi mayat-mayat itu dapat hidup di pagi hari begini! Pasti ini ulah dukun teluh yang sangat sakti!" duga Galuh, gadis berkulit hitam manis ini pun segera melompat ke tengah gelanggang arena pertempuran.

Galuh segera menendang keempat mayat hidup itu hingga mereka terjajar mundur, "Ki Demang mundurlah! Rawat yang terluka, biar saya yang menghadapi mayat-mayat hidup itu!" perintahnya pada Ki Demang.

"Baiklah! Hati-hati Nyi Dulur!" jawab Ki Demang sambil memberi isyarat pada para pengawalnya untuk munndur dan membawa mereka yang terluka maupun yang mati.

Galuh bergidik ngeri juga melihat wajah mayat hidup itu dari dekat, kulit dan dagingnya sudah rusak menebar bau busuk dan di beberapa bagian tulang tengkoraknya sudah terlihat, buru-buru dia mengenyahkan rasa ngeri itu, diperhatikan gerakan-gerakan mayat hidup itu, gerakan-gerakan mereka bukan seperti orang yang sedang bersilat, gerakan mereka lebih mirip boneka-boneka yang dikendalikan oleh benang dari jauh!

Saat itu tiba-tiba terdengar suara menggema di Kademangan itu, suara tanpa wujud itu berkata "Bagus! Bagus! Seorang Gadis yang masih suci hendak ikut campur urusanku! Katakanlah siapa namamu!"

Galuh menatap ke atas langit kademangan itu yang merupakan sumber suara ghaib itu. "Kalian Tidak Perlu Tahu siapa Aku! Yang pasti aku sudah terlalu muak melihat tindakan yang semena-mena terhadap kaum lemah di Bumi Mega Mendung ini!" jawab Galuh dengan lantang.

"Hahaha... Kau percaya diri sekali Nona Manis! Daripada kau membela Demang tua Bangka itu sebaiknya kau ikut denganku saja! Kau cocok menjadi korban persembahanku kepada Eyang di alam sana!"

Galuh tertawa lebar mendengarnya "Mana sudi aku dijadikan korban oleh orang pengecut macam kau yang berlindung di balik ilmu hitam murahan begini!"

Marahlah suara ghaib itu. "Sombong sekali kau gadis ingusan! Bunuh dia!"

Empat mayat hidup itu segera menerjang Galuh dari segala arah, Galuh pun meladeninya dengan ilmu silat yang ia dapatkan dari si Dewa Pengemis, terjadilah pertarungan seru di halaman Kademangan itu antara Galuh dengan empat mayat hidup itu!

Ki Demang bersama istrinya, anak laki-laki sulung dan anak gadis bungsunya serta seluruh pengawal Kademangan yang tersisa menatap pertarungan itu dengan rasa waswas dan ngeri, kalau sampai gadis pendekar tak dikenal yang menolong mereka kalah, maka celakalah ia dan keluarganya.

Ternyata mayat-mayat hidup yang gerakannya mirip boneka yang dikendalikan oleh benang itu sungguh hebat karena tak bisa diduga oleh Galuh, maka ia pun membuka jurus "Garuda Mengepakan Sayap", setelah Galuh mengeluarkan jurus tersebut, pertempuran pun mulai berbalik arah, Galuh nampak unggul dapat menyarangkan pukulan dan tendangannya ke keempat mayat hidup itu, hanya saja mayat hidup seperti tidak merasakan efek apa-apa dari pukulan-pukulan serta tendangan-tendangan Galuh yang diisi oleh tenaga dalamnya yang sudah mencapai tingkat tinggi itu.

Galuh terus bertahan menghajar keempat mayat hidup itu, tapi mayat hidup selalu bangkit lagi seolah pukulan-pukulan Galuh tidak ada artinya bagi mereka, tubuh Galuh pun mulai bermandikan keringat, dia mulai mengeluh dalam hati, "Celaka! Tak peduli sekeras apapun aku memukul atau menendang mereka, mereka seperti tidak merasakan apa-apa! Apa yang harus aku lakukan untuk mengalahkan mereka?" keluhnya dalam hati.

Tiba-tiba ia mendapatkan suatu ide. "Ya kalau mayat hidup-hidup itu tidak bisa dilumpuhkan, mengapa tidak aku bakar saja mereka semua sekalian?" pikirnya.

Gadis ini melompat agak jauh kebelakang, ia mengangkat tinggi-tinggi telapak tangan kanannya ke atas, mengumpulkan seluruh tenaga dalam serta panas tubuhnya ke telapak tangan kanannya, bau belerang yang menusuk langsung tercium santar di seluruh area Kademangan, ia bersiap melepaskan pukulan "Telapak Kawah Tunggul"! Dengan teriakan menggeledek ia pun menembakan pukulan sakti dari tangan kanannya, sinar putih yang amat panas disertai pusaran angin puting beliung panas menderu!

Blaarrr! Satu mayat hidup itu terkena telak pukulan Galuh, mayat hidup itu jatuh berguling-guling dengan tubuh terbakar hebat! Galuh pun terus menembakan pukulan saktinya kepada tiga mayat hidup lainnya, ketiga mayat hidup itu pun roboh dengan seluruh tubuh mereka terbakar tanpa bisa berkutik lagi.

Galuh Parwati menarik nafas lega dan mengusap keringat di keningnya dengan lengan bajunya. "Alhamdulillah…" ucapnya syukur dalam hati.


Load failed, please RETRY

État de l’alimentation hebdomadaire

Rank -- Classement Power Stone
Stone -- Power stone

Chapitres de déverrouillage par lots

Table des matières

Options d'affichage

Arrière-plan

Police

Taille

Commentaires sur les chapitres

Écrire un avis État de lecture: C53
Échec de la publication. Veuillez réessayer
  • Qualité de l’écriture
  • Stabilité des mises à jour
  • Développement de l’histoire
  • Conception des personnages
  • Contexte du monde

Le score total 0.0

Avis posté avec succès ! Lire plus d’avis
Votez avec Power Stone
Rank NO.-- Classement de puissance
Stone -- Pierre de Pouvoir
signaler du contenu inapproprié
Astuce d’erreur

Signaler un abus

Commentaires de paragraphe

Connectez-vous