Pukul 23.00 malam, Arka sampai di rumah bertingkat dua setengah lantai itu dengan keadaan bahagia. Dia tidak mengetahui bahwa orang tuanya tengah menunggu kepulangan putra kurang ajar itu.
"Sepertinya kamu bahagia sekali setelah apa yang kamu perbuat mempermalukan keluarga sendiri?" Suara itu mengejutkan Arka tengah bersiul dari kontrak apartemen kekasihnya.
Arka tidak menjawab dan Albert mendekati putranya. Dia (Albert) tidak harusnya marah tiba-tiba di malam hari jika putranya tidak berulah untuk kedua kali..
"Begini caramu perlakukan permalukan diriku di depan keluarga pihak perempuan?" Albert masih bersuara, Arka masih diam membisu bukan karena hendak untuk melawan.
"Pa, sudah, jangan marah-marah malam begini. Tidak enak hati sama tetangga. Pentingkan kondisimu, Damian beristirahat lah." Mega menenangkan suasana dan Arka pun beranjak pergi dan masuk ke kamarnya sendiri.
Albert kembali sesak napas dan dadanya naik turun terlalu menekan amarah kepada putranya. Mega takut akan memperburuk suaminya jika tidak dicegah.
Arka melempar kunci mobilnya dan membuka sebatang rokok dari bungkusan, setelah terjadi beberapa detik itu. Permasalahan tentang perjodohan bukan keinginannya. Duduk di jendela terbuka pada kamarnya sang rembulan bersinar terang.
Gempulam asap rokok dari mulutnya, dia ingin bahagia dengan wanita benar mencintainya bukan paksaan dalam sebuah perjodohan.
Ceklek!
Suara pintu dari depan terbuka seseorang masuk di kamar itu, Arka masih mengisap setengah barang rokok tidak peduli siapa yang tengah malam mengganggu ketenangannya.
"Apa kamu marah kepada Papa?" Suara lembut dan ayu, mendekati putra satu - satu nya. Dia adalah Mega - sang Ibu tercinta.
"Tidak," Jawab Arka masih fokus dengan rembulan meninggi di selimuti oleh awan gelap.
"Apa kamu begitu mencintai wanita itu?" Mega langsung ke intinya.
"Maksud Mama, Mawar?" Kata Arka liriknya
Wanita paruh baya itu tersenyum ketika cahaya rembulan memantulkan mereka berdua. Mega dapat melihat wajah putranya telah tumbuh dewasa dan jauh beda dengan anak-anak yang dulu cengeng serta nakal..
"Apa kamu benar mencintainya, sehingga kamu selalu menghindar dari perjodohan dari Papa dan Mama?" Ulangnya lagi kepada Arka
"Arka mencintainya, tapi tidak bisa meyakinkan Papa untuk menerima dirinya sebagai menantu, perjodohan itu bukan kehendak Arka. Arka sudah menuruti semua kemauan Mama dan Papa, tapi mencintai seseorang itu perlu kesetiaan bukan paksaan." Jawab Arka menatap wajah wanita paruh baya itu.
Mega membuang pandangan ketempat lain dan duduk menemani putranya yang sedang bingung pada keadaan.
"Mama tahu, kamu benar menginginkan wanita itu menjadikan menantu di keluarga kita.. Tapi, apa kamu sudah memikirkan baik-baik jika wanita sudah di bagikan keluarga ini, dapatkah menuruti semua kemauan dari kami?" Ucap Mega memberitahukan kepada putranya
Arka ikut memandang tempat lain, "Arka tidak memaksa Mama dan Papa menerima Mawar menjadi menantu di keluarga ini. Karena percuma Papa akan merasa bersalah dengan didikan yang dia berikan kepadaku. Arka bukan menghindar dari perjodohan yang kedua kalinya. Arka mempunyai alasan untuk belum siap kepada pihak perempuan tentang diriku." Kata nya.
Mega hanya berharap satu putranya berubah dari pribadi egoisnya. Tapi semua ada di tangannya bukan tangan mereka berdua. Mega cuma ingin putranya bahagia bukan bahagia kekayaan atau ke nafsuan.
"Tapi, Mama hanya berharap tidak salahnya menerima perjodohan ini. Wanita yang Papa dan Mama pilih bukan keluarga sembarangan, dia sangat mandiri, baik, penurut. Mama yakin kamu akan bahagia bersamanya. Karena pilihan kami tidak pernah salah." Ucap Mega mengakhiri pembicaraan malam hari itu.
Arka hanya bisa menatap punggung rapuh dari jarak telah jauh dan menghilang. Dia tidak bisa menjawab dan memberi alasan kepada ibunya. Semua tergantung padanya memilih karena yang datang adalah kebahagiaan nya bukan mereka.